Bab 3

"Lo maunya apa sih?!"

Fadhil yang sejak tadi bicara panjang lebar ke Annas akhirnya mendapat respon juga.

"Gue mau lo minta maaf ke Febby!"

"Kan udah diwakilin lo."

"Heh?! Elo ya, yang bawa motornya! Harusnya Elo, lah, yang minta maaf!"

"Dia udah maafin."

"Sotoy banget lo, jadi orang. Lo lupa responnya tadi gimana?"

Annas menutup buku agenda OSIS-nya. Ia menghela napas panjang, dan menatap ke arah Fadhil.

“Lo salah makan? Bawel banget hari ini.”

Hanya itu. Setelahnya Annas berdiri, kursinya bergeser menimbulkan derit pendek yang langsung ditelan Sepi kelas XI IPA-1. Fadhil melongo, sendirian di bangku, ditemani suara angin dari jendela yang setengah terbuka.

Langkah Annas menggema di koridor yang sudah sepi. Tujuannya kini satu, mencari tempat di sekolah yang cukup tenang untuk menyusun konsep acara OSIS yang harus ia presentasikan besok.

Namun, belum sempat ia sampai, gangguan kecil kembali datang. Dari ujung koridor, tiga sosok siswi muncul, berjalan sambil tertawa cekikikan.

"Annas!"

Fitri langsung menghalangi jalan, kedua tangannya diletakkan di pinggang dengan gaya centil. Thalita dan Risti berdiri di belakangnya, bertingkah seperti pengawal pribadi.

"Mau ke mana, sih? Buru-buru amat." Tangannya terulur hendak merapikan kerah seragam Annas yang sudah rapi.

Annas mundur selangkah, menghindari sentuhan itu. Wajahnya yang sudah dingin kini terlihat semakin datar.

"Capek ya habis mikirin OSIS?" Fitri masih mencoba, suaranya dibuat semanja mungkin. "Sini, aku temenin biar semangat."

Annas menatap mereka bertiga bergantian. Ia tidak menghela napas, tidak juga memutar bola matanya. Ia hanya diam sejenak, sebelum akhirnya bicara.

"Minggir."

Suara Annas terdengar lebih dingin dari biasanya. Satu kalimat itu berhasil membuat Fitri dan teman-temannya membeku.

Annas tidak menunggu jawaban. Ia hanya berjalan melewati mereka, melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan tanpa menoleh sedikit pun.

Tiga gadis itu saling pandang dengan ekspresi jengkel, meski tak bisa menutupi bahwa semakin cuek Annas, semakin bertambah pesonanya di mata mereka.

***

"Eh, Feb, kamu mau baca novel itu?" Ani mencondongkan badan, matanya tertarik pada gambar seorang pria berambut panjang mengenakan pakaian kerajaan di sampul. Huruf besar-besar bertuliskan PESONA PANGERAN ANGKUH membuatnya spontan mengulas senyum geli.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Ya, nggak. Kirain kamu sukanya yang islami-islami gitu."

"Ini juga ada unsur islami-nya kok, An."

"Oh ya? Kamu udah baca emang?"

Febby mengangguk cepat, "Dapet separuh."

"Wah coba-coba ceritain ke aku." Ani langsung antusias, matanya berbinar terang. Ia memang bukan tipe yang betah membuka halaman demi halaman. Baginya, mendengar orang lain bercerita jauh lebih menyenangkan ketimbang membaca sendiri.

"Buku ini tuh, menceritakan tentang seorang laki-laki yang—"

Kalimat Febby tiba-tiba berhenti ketika mata Ani melihat sesuatu yang sepertinya lebih menarik daripada ceritanya. Pandangannya kini terpaku lurus ke depan, ke arah pintu masuk perpustakaan.

"Kenapa, An?"

Febby mengikuti arah pandang Ani. Di sana, di dekat pintu, tepatnya di meja sirkulasi, seorang siswa baru saja selesai menulis namanya di buku daftar pengunjung. Siswa itu, yang seolah bisa merasakan dua pasang mata tertuju padanya, mengangkat kepala.

Annas.

Matanya bertemu langsung dengan mata Ani, lalu bergeser dan terkunci pada Febby. Tanpa diduga, ia meletakkan pulpennya dan berjalan lurus ke arah meja mereka.

Ani langsung duduk tegap, senyumnya yang tadi geli kini lenyap seketika.

Langkah Annas berhenti tepat di samping meja, di depan Febby.

"Ikut gue."

Suaranya datar dan penuh perintah. Febby tidak bergerak. Ia hanya balas menatap Annas dengan sorot matanya tajam, masih menyimpan sisa kekesalan dari insiden tadi pagi. Ini adalah interaksi pertama mereka sejak menjabat di OSIS, dan Annas memulainya dengan cara seperti ini.

Ani menyenggol Febby, "Feb, disuruh ikut, tuh."

Annas yang sudah setengah berbalik, berhenti. Ia menoleh sedikit ke belakang, matanya menatap Febby dengan dingin.

"Punya telinga, kan?"

Ani terpaku mendengar ucapan Annas. Tapi Febby beda. Dia malah tersenyum tipis, senyum yang nyaris tak terlihat. Gadis berkacamata itu akhirnya berdiri. Sebelum pergi, ia menoleh pada Ani.

"Oh iya, kamu 'kan nanya soal buku ini, An," Febby menyerahkan novel itu ke Ani yang melongo padanya. "Intinya tuh buku ini tentang seorang pangeran sombong yang hidupnya berubah total karena kena karma dari ucapan seorang gadis biasa."

Febby sengaja menekan kata ‘sombong’, matanya sekilas melirik Annas yang masih berdiri membelakanginya.

"Udah, itu aja. Aku tinggal dulu ya, An. Bye."

-BERSAMBUNG.

Terpopuler

Comments

icaaaa

icaaaa

😭

2025-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!