“ Artinya, ... ” tangan lain tiba-tiba melingkar manis pada bahu Laras. Tangan pemuda yang kini sudah duduk diatas meja dibelakang Laras itu berusaha mencari posisi ternyamannya untuk bisa bertahan lebih lama lagi dibahu Laras. “ Kematian bisa mengintai lo setiap saat selama lo masih hidup. ” sambung si pemuda dengan senyum jahilnya.
Tidak merespon apapun yang disampaikan si pemuda padanya, Laras menggrutu kesal. Berharap pemuda itu tidak datang untuk mengusiknya lagi.
" Hai! " Pemuda itu Eren. Dia tersenyum menyambut wajah jutek sang gadis yang baginya sangat amat menggemaskan itu.
“ Mulai dari manusia lahir sampai sepanjang perjalanan hidupnya, kematian bukanlah hal yang bisa ditentukan oleh manusia itu sendiri. Kehidupan selalu bergantung pada sebuah kematian. Dan sebuah kematian selalu meninggalkan satu kisah kehidupan baru. ” tambah Eren yang tidak kalah dalamnya menatap mata Laras.
“ Begitulah seharusnya.” Sela Aksara menerawang. “ Saat kamu hidup, kematian itu pasti. Tapi saat kamu mati, kehidupan belum tentu berpihak padamu. Karena alasan kita terlahir dan hidup didunia adalah proses awal sebuah kematian itu sendiri. ”
Aksara melengkapi kalimat Eren yang masih terpaku pada mata bulat besar dari sosok Laras yang tiba-tiba tengah menatap sosok Eren dengan tatap ketakutan.
Dimata sang gadis, pencabut nyawa yang kemarin sempat menghilang dari sosok Eren kembali mengikuti Eren. Sosok itu kini juga tengah melingkarkan tangan tua keriputnya pada bahu Laras. Sosok yang terlihat mendongak itupun memberi misteri tersendiri baginya. Karena walau bukan berusaha menjemput paksa Eren, sosok itu terlihat siap membawa Eren kedalam jurang kematian yang paling gelap didunia. Hawa gelap yang membayangi sang pencabut nyawa membuat Laras terhuyun lemas dan menabrak tubuh Aksara yang berdiri tepat dibelakangnya.
Sementara dari sudut lainnya, tatapan kedua pemuda itu menggambarkan pertikaian yang tidak berujung. Mata mereka saling tidak melepaskan sosok satu sama lainnya. Dimana dimata Aksara, dia melihat sosok lain dari Eren. Dengan jubah merah maroon, tongkat panjang dengan tujuh tengkorak kecil mengelilingi ujung tongkat tersebut. Juga hawa kegelapan yang menyeruak keluar dari balik jubahnya, sosok Eren menjadi sosok yang begitu berbeda dengan yang ada dalam pandangan Laras.
Dan dimata Eren sendiri, sosok Aksara tidak jauh berbeda dari dirinya. Dimana Aksara mengenakan pakaian serba hitamnya. Hawa kegelapan yang jauh lebih kelam dari dirinya keluar dari balik sayapnya yang hanya tinggal tulang belulang. Jam pasirnya yang bergerak pelan diatas buku bersampul hitam ditangan kanannya memberi kesan pada Eren akan siapa sosok pemuda yang kini tengah menempatkan kedua pegangan tangannya pada bahu Laras tersebut.
“ Maáf... ” ucap Laras disela pertikaian dalam diam kedua pemuda yang berada disekitarnya.
Berusaha menghapus air matanya yang tak hentinya mengalir, Laras berpangku pada meja disampingnya mencoba untuk bisa tetap berdiri dengan baik setelah apa yang dilihatnya pada sosok Eren. Dia mengatur nafasnya yang hampir tersendat. Ragu dengan bagaimana cara menjelaskan pada Eren tentang sosok yang mengikutinya, Laras kembali kehilangan kekuatannya untuk sekedar tetap bisa berdiri dengan baik.
“ Sepertinya buku ini memang milikmu? ” Aksara menyodorkan buku bersampul hitam itu kebawah tangan Laras.
Menoleh. Laras melihat buku itu berpindah ketangannya dengan santai. Disaat yang bersamaan, rasa takut dan kesedihan yang Laras rasakan karena kemunculan sosok yang mengikuti Eren, sirna seketika. Tenaganya kembali pulih seakan apapun yang terjadi diingatannya barusan bukan lagi hal yang berarti.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Aksara berjalan santai keluar dari ruang perpustakaan tempatnya biasa menyendiri. Melihat bayang Aksara dipantulan pintu kaca perpustakaan dihadapannya, Laras melihat kembali sosok yang berjalan santai mengantar kepergian Pak Dirto. Sosok pemuda berpakaian serba hitam dengan jam pasir ditangannya. Tulang belulang menyerupai sayap itu seakan memang menjadi bagian dari tubuh sang pemuda yang kini sudah berlalu dan menjauh dari bangunan gedung perpustakaan tersebut.
Laras terpaku.
“ Jadi? ” Eren mendekatkan wajahnya. Menatap semakin dalam kedalam masa lalu sang gadis yang tiba-tiba menerawang dan nampak seperti telah kehilangan kesadarannya sendiri.
Berlalu.
***
Bayang pintu perpustakaan yang dibuka Aksara siang ini membuat ingatan Laras menjadi sedikit kacau. Karena kejadian setelah itu, dia bahkan tidak bisa mengingat apapun sampai dia berada dalam kamarnya sendiri. Mencoba mengingatpun percuma. Yang muncul dibenaknya hanyalah bayang pintu perpustakaan yang dibuka oleh Aksara. Sosok Aksara yang sangat berbeda dipantulan kaca jendela perpustakaan. Sama halnya seperti bayangan lain dari sosok Eren yang tetap melingkarkan tangannya dibahu Laras siang ini.
“ Aksara bukan manusia ya? ”
Laras membenamkan wajahnya pada buku yang dipelajarinya. Dia menoleh kesampingnya. Disana, ada tumpukan buku yang harusnya dia rapikan. Sebagian buku pelajaran, sebagian lagi komik dan novel. Tapi mata itu akhirnya menemukan buku asing ditumpukan buku yang ada. Sebuah buku tua bersampul hitam yang diberikan Aksara siang tadi. Tangannya perlahan menggapai buku hitam tersebut. Membolak-balik buku tua bersampul hitam yang membuatnya menjadi berurusan dengan Aksara dan Eren dengan cerita hidup yang luar biasa.
Perlahan-lahan dibukanya halaman depan buku bersampul hitam tersebut. Dihalaman pertama yang awalnya berisi foto seorang balita perempuan, kini foto itu sudah tidak ada lagi. Hanya warna hitam berbingkai yang menghiasi halaman depannya. Tanda petik dibawah bingkai itupun masih sama seperti awal pertama ia membuka buku tua bersampul hitam itu sebelum menjadi miliknya.
“ Hanya buku kosong juga! ” Kalimat Eren beberapa waktu lalu tiba-tiba menggema dikelapa Laras yang tengah membuka satu demi satu halaman buku tua bersampul hitam pemberian Aksara tersebut.
“ Halaman mananya yang kosong? ” Laras membuka dan membuka lagi halaman buku itu. Dan membaca satu catatan demi catatan yang tertulis pada beberapa halaman.
Karena...
Saat menyadari waktu tidak lagi berpihak lama padaku,
Yang ku mau hanyalah bisa terus bersamamu..
Walau itu artinya aku akan berada didalam sisi kegelapan sekalipun...
Banyak terdapat kalimat-kalimat yang berhubungan dengan kematian. Ada dendam, ada tawa, ada suka-duka, kesedihan, kekecewaan,dan beberapa kebahagiaan. Tapi dari sekian kalimat yang dibacanya, Laras terdiam dan menitihkan air mata saat membuka halaman terakhir dari buku tua bersampul hitam itu. Ada banyak kesedihan yang menjalar disekucur tubuhnya. Hatinya seperti tertusuk dan merasakan nyeri. Membaca ulang kalimat yang benar-benar membuatnya sedih, membawa Laras pada bayang mimpi yang sangat kelam.
Hanya ada sebuah catatan pada buku itu. Satu kalimat dihalaman utama buku tua bersampul hitam itu.
“ Aku mencintaimu…” dan sejadi-jadinya tangisan seorang perempuan bergaun hitam selutut yang bersimpuh pada sebuah tempat yang sangat teduh disebuah tempat yang tidak pernah dikenalinya. Kabut dan bayangan beberapa pepohonan tanpa dedaunan mendominasi tempat itu. Sebuah tempat dibalik sebuah gerbang besi tanpa ujung yang sedikit terbuka dan menyebarkan begitu banyak hawa kesedihan, penantian dan kerinduan. Dari balik gerbang yang terbuka, Laras memperlihatkan bagaimana seorang perempuan menangis pilu dalam kesedihannya. Erangan tangisan itu mengglegar seketika membawa dan membangunkan sesosok bayang jahat ang siap menarik jiwa sang perempuan tadi dengan kegelapan yang mengitarinya. Berusaha memberi tahu sang perempuan, suara teriakan Laras seakan tertelan oleh suasana tempat memilukan itu. Begitu akan berlari menghampiri sang perempuan, bayangan tangan hitam pekat berusaha menarik dan membawa Laras pergi menjauh dari tempatnya berdiri kini. Dia terpental kearah belakangnya dan terkejut.
Laras terbangun dengan keringat dingin mengucur diseluruh tubuhnya. Menyadari yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi, Laras tetap merasa sangat takut untuk bisa kembali melanjutkan tidurnya ditengah malam itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments