“ Yang aku tahu, kamu menjadi bagian dari kematian itu sendiri. Mereka yang pergi dan berkaitan dengan kejadian 15 tahun lalu itu akan membawamu kembali kesini berkali-kali. Mengantar jiwa-jiwa itu keperjalan terakhirnya. ”
Aksara membagi cerita dari sang kepala sekolah pada Laras. Tentang bagaimana bisa ada jiwa-jiwa yang tersesat bisa terkurung dalam tubuhnya. Tentang kecelakaan bus 15 tahun yang silam. Yang dimana kedua orang tua Laras pun ikutmenjadi korban dari tragedi itu.
“ Hanya kamu yang bisa mengantarkan mereka menuju jalan terakhir dari kisah hidup mereka. Karena itu, buku ini harus selalu kamu bawa kemanapun kamu pergi. ”
“ Kenapa aku??? ”
“ Aku masih belum menemukan jawaban untuk itu. Bolehkah aku menunda jawabannya?? ”
Laras mengangguk kecil. Mengerti kalau hal ini cukup rumit bagi Aksara. Terlihat jelas dari ekspresinya. Bahkan dirinya sendiri belum sebegitu mengerti dengan hal yang ia alami. Semua hal yang dilihatnya serasa hanya sebuah mimpi aneh yang menghiasi tidur malamnya.
“ Lalu…. ” Meyakinkan diri dengan apa yang akan dia tanyakan pada Aksara, Laras menyentuh sayap berupa tulang belulang yang ada dibelakang punggung sang pemuda. “Siapa loe... sebenarnya? ”
Laras menatap Aksara dengan pandangan yang cukup teduh.
“ A… itu… ” Menyadari dirinya belum memperkenalkan diri pada Laras, Aksara menunjuk dirinya sendiri.
Laras kembali mengangguk kecil.
“ Aku??? ” sejenak ia menghela nafas. “ …Ada yang mengenalku sebagai malaikat kematian. Dewa kematian. Sang pencabut nyawa. Gream reaper. Dan lain sebagainya yang sejenis dengan itu. Tapi disini aku hanya menjemput jiwa-jiwa yang telah meninggal untuk diantarkan menuju keperjalanan terakhir hidup mereka. ”
“ Perjalanan terakhir dari kehidupan seorang maksudnya??? ” Laras terdiam menatap Aksara dengan penuh tanya.
“ Dimana? Kapan? Dan kenapa? Jiwa-jiwa itulah yang akan mendapatkan jawabannya. Kita hanya perlu mengantarkan mereka saja.” Jawab Aksara.
Laras menyimak. Diperhatikannya sekeliling tempat itu. Dia bahkan sempat untuk menangkap guguran bunga lily lembah yang terbang terbawa anginsembari mendengar Aksara berbicara padanya.
“ Tapi, bolehkan aku bertanya sesuatu?? ” Aksara menutup buku tua bersampul hitam yang dibawanya. “ Kenapa kamu tidak merasa aneh dengan kejadian yang terjadi disini? Tidakkah kamu takut? Tidakkah kamu merasa semua ini adalah hal yang mustahil??? ”
Sosok Laras dalam ingatan Aksara dihari kemarin hanya tersenyum dengan pertanyaan itu. Sosoknya sempat terdiam cukup lama. Melihat keindahan sekeliling tempatnya berdiri kini, Laras lalu terpaku ke ujung jalan setapak batu bata merah tempatnya berpijak.
“ Entah sejak kapan tepatnya, gue nggak bisa mengingatnya. Setiap bersentuhan dan bertatapan mata langsung dengan seorang yang dekat dengan hari kematiannya, gue langsung bisa melihat sosok menyeramkan yang sering kali sosok itu seakan menarik gue untuk ikut bersamanya. Dan mungkin sejak saat itu, berkali-kali gue selalu melihat bayangan tempat seperti ini. Entah itu sekedar mimpi atau hanya bayangan sepintas saja. ”
Laras nampak menerawangsetelah jawaban itu. Tapi dia tersenyum dengan lepas sebelum akhirnya melanjutkan hal yang mungkin selama ini enggan ia bicarakan dengan orang lain.
“ Biasanya gue hanya bisa menangis. Hanya bisa tertunduk lemas saat mengetahui seorang mungkin akan meninggal tanpa gue bisa menghentikannya ataupun mencegahnya. Tapi gue cukup senang sekarang. ” Untuk pertama kalinya, Laras tengadah kelangit dengan perasaan yang cukup tenang. “ Setidaknya ada hal yang bisa gue lakukan untuk setiap kematian seseorang yang gue kenal. Gue tidak perlu lagi merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan seorang atau karena gue nggak bisa merubah takdir kematian seorang. Tugas ini cukup mulia, bukan?? ”
Mengingat senyum sumbringah dari Laras, Aksara kini tengadah kelangit. Menatap sinar matahari yang menembus sela-sela dedaunan dari pohon-pohon yang mengitari sekeliling jalanan setapak batu bata merah itu.
“ Selama ini gue selalu berusaha menjauhi kontak dengan siapapun karena gue selalu berpikir gue nggak bisa melakukan apapun saat melihat sosok menyeramkan itu menarik seorang dalam kematiannya. Tapi sekarang, ...semuanya sudah sedikit berbeda. Ada hal yang mungkin bisa gue lakukan. ” Laras tersenyum. “ …. Seperti mengantarkan mereka dengan sebuah senyuman. ” Laras langsung tersenyum lega setelah mendapat jawaban yang selama ini dia pertanyakan pada takdirnya.
“ Senyumnya benar-benar tulus. ”
Buku bersampul hitam lainnya kini tengah menutupi wajah Aksara yang sedang menikmati hembusan angin dan segarnya bau rumput hijau disebuah padang berbunga diujung bukit tepian tebing. Dibawah pohon yang memberi kerindangan disekitarnya, sosok pemuda itu merentangkan kedua tangannya. Mengingat hal-hal yang lama telah ia lalui. Masa-masa dimana dia kehilangan kebebasannya dan terikat pada buku bersampul hitam milik orang lain yang tidak dikenalinya. Selama hampir lima belas tahun ia membawa buku bersampul hitam itu. Kini buku bersampul hitam itu telah menemukan pemilik yang sebenarnya.
Tapi dibenaknya terpikir, bagaimana bayang kematian akan mulai mengintai sang pemilik buku bersampul hitam itu. Dia seorang manusia. Berbeda dengan dirinya yang memang sudah menjadi seorang pengantar dengan entah
itu karena dosanya, hukumannya atau kemampuan yang diterimanya.
“ Apa yang mungkin akan terjadi jika dia adalah seorang manusia??? ”
Aksaramengambil buku yang menutupi wajahnya. Matanya menatap langit dengan perlahan. Tidak ada silau yang membuatnya harus menutup mata kembali. Hanya menatap saat awan berhembus perlahan menjauhi cahaya matahari yang sedang bersinar terang.
“ Inikah hal terbaiknya? ”
Dia bangkit. Terduduk dengan satu kakinya yang tetap melentang ke ujung tebing. Berbalut pakaian serba hitam dia menatap kearah depannya. Angin berhembus kencang dari arah belakang membawa beberapa helai guguran bunga lily lembah ikut berterbangan dan melewatinya dengan suara gemerincing seperti suara sebuah lonceng kecil. Bunga berwarna putih kecil dan berbentuk seperti lonceng itu kini tengah tumbuh subur dibukit tersebut. Dan ada beberapa helai bunga yang sudah layu dan gugur diterbangkan angin.
“ Kematian yang abadi. Begitu kan? ” sosok lain yang muncul dibelakang sang pemuda berdiri menyamai posisi duduknya. “ Sosoknya mungkin akan sirna dari dunia ini. Menghilang dan menyatu dengan alam. Entah itu bersama angin, air, ataupun api. Begitulah perjalanan terakhirnya. ”
Dia seorang perempuan berambut ikal berwarna pirang dan cukup panjang. Bermata tajam. Dan memiliki bibir merah merekah. Alis yang tebal dan bola mata yang begitu bening. Berbalut dres berwarna hitam yang mengikuti lekuk tubuhnya yang molek dan seksi, sosok perempuan itu sedikit cemberut melihat ke buku tua bersampul hitam yang dibawanya.
“ Sebenarnya malas!! Tapi aku harus menjemput seorang dan mengantarkannya pergi. ” Dia mengangkat kedua bahunya. Senyum masam kembali menghiasi wajahnya. Terlihat kalau ada keluhan dalam keharusan yang dijalaninya itu.
Aksarahanya mengernyitkan dahinya. Seolah tidak peduli, sang pemuda hanya menatap kepergian perempuan disampingnya itu.
“ Sampai jumpa disekolah, Aksara. ” pamitnya sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.
Menghilang begitu saja dari pandangan, sosok perempuan itu menebar wewangian citrus dari tubuhnya. Hawa yang selalu mengiringi kepergiannya yang terkesan penuh misteri dan sangat elegan.
“ Lebih baik dari yang bisa dipikirkan. ” Tersenyum kecut. Aksara kini hanya bisa membalikan buku bersampul hitam yang dibawanya.
Pikirannya antara kini dan masa lalunya. Dimana semua kisah yang akan terjadi kini mungkin berada diluar perkiraannya. Takdir yang kini mengikat dirinya dengan sosok Laras, pemilik buku tua bersampul hitam yang dibawanya sejak 15 tahun silam.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Ira Resdiana
zara juga sama kayak aksara yaaa...?
2024-10-11
0