Kesal mendengar tuduhan sang gadis, sang pengendara kembali membuka kaca mobilnya dan melihat betul-betul wajah dari gadis yang meneriakinya tanpa sopan santun itu.
"Ingatlah hal apa yang kau lakukan tadi!"
Dia mendongakkan tubuhnya kebagian kiri setir dengan santai. Masih terbayang oleh pemuda pengendara mobil itu, saat matanya tidak sengaja menoleh ke sisi kiri jalan dimana sang gadis tengah merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata dengan kayuhan sepeda yang melaju kencang diturunan menuju jalanan utama tersebut.
“ Gue yang pingin bunuh lo? Atau lo yang sebenarnya pengen bunuh diri dengan cara melaju sambil menutup mata kaya tadi hah?! ” tatapan sang pengendara mobil tidak kalah sadisnya dengan tatapan mata sang gadis.
Ditatapnya lekat-lekat si pengendara mobil yang ternyata juga seorang siswa sama sepertinya. Sorot matanya sangat tajam disamarkan oleh bulu matanya yang cukup lentik, alisnya tebal, hidung mancung dan bibirnya merah alami. Rambutnya yang sedikit lebih panjang dari seharusnya, di kuncirnya kebelakang dan menyisakan sedikit helai-helai rambut yang menghiasi bagian wajahnya yang putih mulus. Kalau bukan karena tegas wajahnya yang berbentuk sedikit persegi dibagian dagu, mungkin sang gadis mengira kalau sang pengendara mobil adalah seorang perempuan yang maskulin.
Kedua tatapan itu sempat bersitegang. Sampai akhirnya sang gadis menunduk lemas begitu melihat bayangan jalanan menurun dibelakangnya dari sisi lain kaca mobil didepannya itu. Sang gadis mengingat betul hal yang baru saja dilakukannya dari ujung jalan dibelakangnya. Merentangkan kedua tangannya dan yang paling parah, dirinya tengah mengayuh kencang sepedanya dijalan turunan dengan kedua mata yang terpejam menikmati hembusan angin. Sadar kalau dirinya memang bersalah, sang gadis mulai mengangkat wajahnya dan melihat kembali si pengendara mobil dengan perasaan yang tidak enak.
“ Maaf! ” ucapnya sangat pelan. Ada penyesalan dalam raut wajah sang gadis atas tuduhan dan tindakan cerobohnya itu.
Pemuda pengendara mobil tadi terdiam begitu mendengar kata maaf dari sang gadis. Bermaksud mengabaikan kejadian kecil itu karena tidak ada kerugian apapun dari kedua pihak, sang pemuda memilih melanjutkan perjalanannya menuju jalan utama ke sebuah sekolah yang bernama SMA Kenanga.
Melaju meninggalkan sang gadis yang merasa sedikit singkuh karena merasa tidak mendapatkan maaf dari si pemuda, sang gadis memanyunkan bibirnya.
“ Yang penting gue udah minta maaf bukan! ” gumamnya.
Menyisir rambutnya yang panjang kebelakang telinga, sang gadis pun melanjutkan kayuhan sepedanya menuju jalanan yang biasa ia lewati untuk sampai ke sekolahnya dengan lebih cepat.
Lonceng berbunyi menggema memasuki jarak lima ratus meter dari gerbang utama sekolah.
Mobil merah si pemuda melaju cepat dan memasuki halaman parkir untuk para siswa. Sementara sang gadis yang masih jauh dibelakang memilih menikung diantara pohon kenanga yang berjarak kurang lebih seratus meter dari gerbang utama sekolahnya itu.
Dijalanan setapak yang tembusnya di balik pohon kenanga parkiran sekolah, sang gadis
memarkir sepedanya tepat dibalik pohon. Tersenyum karena ia bisa memasuki area sekolah dengan nyaman, sang gadis menyeruak santai memasuki parkiran sekolah untuk menuju ke bangunan sekolah itu.
Teriakan kaget seorang siswa menyambut dan membuat sang gadis terdiam kaku ditempat. Beberapa helai daun tanaman merambat tersangkut pada rambut kusutnya yang belum sempat diikat rapi oleh sang gadis. Sambil coba mencabuti helai demi helai daun yang
tersangkut pada rambutnya, sepasang mata menatap dengan jengkel kearahnya.
“ Kenapa harus lo lagi sih?! ” hardik sang pemuda pengendara mobil itu.
Tidak bisa percaya dengan hal yang dilihatnya lagi, si pemuda mendengus kesal. Ingatan
tentang gadis yang kini ada dihadapannya masih sangat segar dalam benak si pemuda.
Belum juga lewat sepuluh menit. Kenapa tiba-tiba dia harus muncul lagi dari semak-semak?!
“ Lo dendam soal kejadian barusan? ” mata si pemuda mendelik kesal begitu sang gadis
menatap kearahnya dengan rasa tidak percaya.
“ Maaf… ” ujar sang gadis. “ Gue nggak maksud nakutin lo kok dengan keluar dari semak-semak seperti ini! ” jelasnya.
Sang gadis menunduk. Kenapa harus dia lagi sih?!
“ Terus? Apa maksudnya lo muncul tiba-tiba begini? ” nyolot si pemuda dengan sikap canggung sang gadis setelah dua insiden yang harus melibatkannya diwaktu yang kurang dari 15 menit secara beruntun.
“ Ini jalan yang biasa gue lewati untuk masuk sekolah! ” tambahnya kemudian.
Mata bulat besar sang gadis mendelik. Pandangan mata dan lekuk hidung juga bibirnya yang tegas memberi kesan yang berbeda dimata si pemuda begitu memperhatikannya. Tidak serta merta membiarkan sang gadis melewatinya, si pemuda kini menahan bahu sang gadis yang masih harus berdiri ditengah semak-semak. Ada rasa yang meluap begitu tinggi didalam lubuk hati si pemuda begitu dia melihat ekspresi gadis didepannya itu.
Sang gadis menunduk. Berusaha keras untuk tidak bertatapan dengan si pemuda, dia memalingkan wajahnya.Tatapan itu dialihkannya ke sekitar.
“ Trus? Itu apaan? ” sang pemuda melirik kearah tiga gulungan Koran yang dipegang sang gadis dengan kedua tangannya.
Semakin si pemuda berusaha menatap wajah dari gadis yang bahunya ditahan erat oleh dirinya sendiri itu, sang gadis semakin menunduk.
“ Lo nggak budeg kan? ” tegasnya. “ Itu lo bawa apaan? ” dia mengguncang tubuh gadis didepannya karena tidak lagi berani menatap dirinya dengan mata bulat besar itu.
“ Koran untuk ruang guru, den. ” jawab suara lain yang tiba-tiba berdiri dibelakang si pemuda.
Beliau pak Iman, satpam yang bertugas menjaga gerbang utama sekolah. Umur beliau sudah memasuki 60 tahunan. Tapi diusianya yang senja dan sudah harusnya beristirahat,
beliau memilih untuk tetap bekerja sebagai satpam sekolah karena kecintaannya pada SMA Kenanga.
“ Aden siswa baru ya? ” si Bapak tersenyum ramah.
Si pemuda mengangguk pelan kearah pak Iman yang tetap tersenyum ramah.
“ Yang dibawa nak Laras itu, Koran yang biasa diantarkannya keruang guru, den. ” jelas sang bapak. “ ..dan jalan ini memang selalu menjadi jalan alternatif bagi nak Laras kalau sudah terlambat. Bukan begitu nak Laras? ”
Laras mengangguk lemah. Ada sedikit rasa malu yang timbul di dirinya begitu pak Iman menjelaskan sedikit hal tentang kebiasaannya yang bisa dibilang cukup memalukan kepada orang yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali.
Beda dengan sang gadis yang dipanggil Laras itu, mendengar jawaban Pak Iman, si pemuda melepas pegangan tangannya pada sang gadis. Dia mengalihkan pandangannya ke pak Iman.
“ Jadi maksud bapak, ” kembali berpaling ke sang gadis, sang pemuda melanjutkan kalimatnya. “ .. dia penjual Koran dan…. ”
“ Juga siswi disekolah ini kok! ” sela sang gadis sambil berusaha keluar dari cengkraman tangan si pemuda yang sudah sedikit longgar. Dia menarik beberapa helai daun dan ranting yang menyangkut dari rambut panjangnya sebelum akhirnya mengambil langkah menjauh dari pemuda disampingnya itu. Sang gadis tersenyum ramah pada pak Iman sebelum pergi dan lebih memilih mengabaikan sosok si pemuda yang kini menatapnya dengan aneh.
Sang pemuda tidak melepas pandangannya sedikitpun dari sosok sang gadis yang baru disadarinya tengah memakai seragam sekolah yang sama dengan dirinya.
Bahkan celana panjangnya juga?? .Si pemuda mengernyitkan dahinya.
“ Saya bawa ini keruang guru dulu pak Iman. ” menjauh dari sang pemuda, gadis bernama
Laras itu melengos tanpa menoleh sekalipun pada pemuda yang tidak melepaskan tatapannya sedikitpun dari sosoknya itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
atmaranii
aku sukaa
2021-12-06
1