Memandang alam dari atas bukit
Sejauh pandang ku lepaskan..
Sungai tampak berliku,
Sawah hijau membentang
Bagai permadani di kaki langit
Gunung menjulang,
berpayung awan...
Oh.. indah pemandangan.
Cipt.
Alm. Bpk. AT Mahmud.
Lagu itu mengalun merdu dari gadis yang kini tengah mengayuh sepedanya dengan santai. Tumpukan Koran mengisi muatan didepannya. Tas sekolah berwarna biru turkis menempel manis dipunggung mungil sang gadis berambut panjang yang terurai itu. Sepanjang perjalanan, dia mengirim Koran-koran yang dibawanya pada setiap rumah yang menjadi langganan dari Koran yang dijualnya.
“ Pagi, Kakek Tito. ” sapa nya pada seorang kakek tua yang tengah menikmati kesendirian didepan teras rumahnya dengan segelas teh tanpa rasa.
"Pagi." sapa sang kakek bernama Tito itu seperti biasanya. Dia mengambil satu gulungan koran dari tangan sang gadis. Dari balik pagar rumahnya yang tidak terlalu tinggi, sang kakek menyerahkan uang tambahan untuk biaya pengantaran koran sang gadis. "Untuk tambahan uang jajan!" ujarnya kaku.
Sang hadis tersenyum dibalik sikap yang ditunjukan sang kakek. Beliau memang yang paling terlihat galak bagi sebagian tetangganya, tapi bagi sosok sang gadis yang sudah berhadapan dengan mood sang kakek sekian lama, dia mengetahui betapa pedulinya sosok kakek ini pada orang-orang disekitarnya.
Dari balik kaca mata tipisnya sosok sang kakek melihat senyum ceria sang gadis. Bayangan lain melintas dibenak sang kakek bernama Tito itu ketika sang gadis memberinya gulungan koran. Sosok yang tersenyum ceria dan selalu menyambut paginya dengan sapaan yang sama. ‘Selamat pagi!!’ - dia adalah sosok sang istri. Seorang guru TK yang meninggal dalam sebuah kecelakaan bus 15 tahun yang lalu.
“ Makasi, nak. ” ucap sang kakek.
“ Sama-sama kek. Berangkat sekolah dulu ya. ” Sambil melambaikan tangannya, sang gadis kembali melanjutkan mengayuh laju sepedanya.
Tersisa tiga buah Koran yang siap diantaranya kepada pelanggan terakhir. Kayuhan nya kini tengah menuju kesebuah SMA ditepian kota. Dimana sekolah itu menjadi satu-satunya sekolah yang memberinya beasiswa tanpa syarat yang menyusahkan. Asalkan punya tekat dan kemauan untuk belajar, sekolah itu memberi siswanya beasiswa tanpa jaminan harus menjadi juara dalam bidang apapun. Hanya saja tidak boleh ada kelonggaran dalam kehadirannya disekolah. Karena itu bagi sang gadis sekolah itu adalah sekolah terbaik sepanjang masa. Untuk dirinya yang hanya hidup bersama kakek dan neneknya yang sudah tidak mempunyai pendapatan tetap, sekolah ini merupakan alternatif terbaik yang dia punya.
Sang gadis mengayuh kencang laju sepedanya. Dijalan turunan itu ia melepas kedua pegangan stang sepedanya dan merentangkan kedua tangannya untuk menikmati hembusan angin pagi yang menerpa wajahnya. Mata itu mulai ia pejamkan bersamaan dengan laju sepeda yang menurun semakin kencang.
Melewati sepanjang jalan turunan dengan posisi yang sama, gadis itu melewati sosok seorang pemuda berpakaian serba hitam yang berjalan santai ditepian jalan. Dia yang berjalan berlawanan arah, melihat kearah sang gadis yang kini mendekati arah pertigaan menuju jalan utama diujung jalanan tersebut. Matanya memicing tajam menyadari ada sebuah kendaraan melaju dari arah jalanan utama yang akan dilewati sang gadis.
Dia menghentikan langkahnya. Membuka buku tua bersampul hitam yang dibawanya. Dia memperhatikan hal apa yang mungkin akan terjadi berikutnya begitu suara klakson mobil itu terdengar di telinganya.
Tiiiiin. Tin. Tiiiiiiiiin.
Klakson mobil bersuara lantang ketika tatapan dan teriakan sang gadis juga sang pengendara mobil diujung pertigaan jalanan itu beradu. Pemuda berpakaian serba hitam yang sempat dilewati sang gadis, menutup buku tua bersampul hitama yang dibawanya dan menonton santai kejadian yang terjadi berikutnya dengan duduk ditembok pembatas trotoar dengan area semak belukar kering dan hutan pinus yang rindang dibalik punggungnya.
Lama tertegun dengan kejadian didepannya, sosok pemuda berpakaian serba hitam itu bangkit dari duduknya. Tersenyum dengan keberuntungan yang mungkin dimiliki oleh sang gadis karena tidak muncul pada buku catatan tua bersampul hitam miliknya. Berhubung tidak ada tanda-tanda akan kejadian diluar tugas yang harus dilakukannya, sosok pemuda berpakaian serba hitam itu mengangkat bahu sembari kembali melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah rumah yang berada tepat diujung tanjakan jalanan tersebut.
Laju mobil si pengendara tepat terhenti ditengah-tengah pertigaan jalan itu. Si pengendara sempat terbentur setir didepannya sebelum akhirnya dia dapat menguasai keadaan dirinya sendiri. Dia menoleh cepat kearah samping kirinya. Mendapati sosok seorang gadis yang lebih mirip seperti hantu karena wajah bagian depannya tertutupi oleh rambut hitam panjang dari sang gadis, membuat si pengendara mobil itu menjadi semakin merasa jengkel.
"Mau bertemu dengan kematian hah!" bentak sosok pemuda dalam mobil itu dengan membuka kaca mobilnya secara sembarangan.
Disisi lain, roda depan sepeda sang gadis berhenti tepat kurang lebih di jarak lima senti meter dari
pintu mobil disamping kirinya dengan tumpuan ke dua kakinya yang sedikit jenjang. Darah berdesir naik ke kepala sang gadis. Detak jantungnya cepat dan semakin tidak beraturan. Nafasnya memburu. Matanya membelalak tidak percaya dengan hal yang ia alami kini. Rambut yang menutupi hampir seluruh wajahnya kini disingkap cepat dengan kedua tangan kearah belakangnya.
Sang pemuda sempat terkesima dengan apa yang dilihatnya. Dimana saat menyibakkan rambutnya, sosok gadis yang hampir mencelakai dirinya sendiri itu terlihat begitu mengesankan. Dengan matanya yang bulat. Hidung sedikit mancung dan bibirnya yang nampak merah merekah alami. Sungguh sesuatu yang tidak biasa diimbangi dengan keberaniannya bertindak bodoh dari ujung jalan tanjakan yang menurutnya cukup curam untuk dituruni dengan gaya bersepedanya barusan.
“ Hei!! Kira-kira kalau mau bunuh orang dong!!! ” teriak lantang suara sang gadis. Matanya yang bulat besar semakin terlihat jelas ketegasan didalamnya. Bola matanya indah, namun menunjukan kekelaman yang sedikit mengusik sosok sang pemuda. Sesuatu dalam diri pemuda itu seperti terbangkitkan. Dan menunjukan sesuatu yang pada akhirnya menarik kehidupan pemuda dan sang gadis pada pengalaman yang tidak terbayangkan oleh keduanya.
"Siapa yang kau maksudkan!" sang pemuda bersuara santai dari balik setir mobilnya. Dia menunjukan sedikit luka lecet pada keningnya.
"Hanya luka sekecil itu juga!" sang gadis acuh. Sosok gadis itu membuang pandangannya. Sedang menimbang sesuatu hal janggal yang di rasakannya.
Si pengendara mobil merasa semakin jengkel. Bukannya meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya, sosok gadis ini malah mengacuhkan hal yang disampaikannya.
"Apa mau mu?! Uang?!" bentak si pemuda yang benci melihat respon gadis dihadapannya itu. Bermaksud meninggalkan sosok gadis itu, kalimat yang terlontar dari mulut sang gadis membuat sang pemuda menghentikan tindakannya seketika.
"Jangan melarikan diri seenaknya!" sang gadis menantang untuk menghentikan tindakan si pemuda yang hendak pergi begitu saja.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Elang Putih
hai....
like and rate sudah mendarat. ..
feedback ke "mantan, i'm still loving you"
tinggalkan jejak disana, aku menunggumu 🤗
2020-05-03
1