Takdir Cinta Dua Dunia
Tahun 1992
Langit hitam pekat menggumpal di angkasa saat itu, kumpulan awan mendung menutupi langit yang berkabut, seisi alam seolah menangisi langit yang akan runtuh.
Deru angin masuk ke celah-celah jendela hingga membuat daun jendela bergoyang-goyang tak bearturan.
Suara dentuman guntur menggelegar di angkasa, di mana kilat saling sambar menyambar memenuhi gumbalan awan hitam.
Seorang wanita sedang merasa kesakitan karna hendak melahirkan.
"Bang, Lastri sudah tak tahan Bang," keluh nya sambil mengepal tangan Retno, keringat dingin bercucuran di keningnya.
"Sabar ya dek, sebentar lagi mak Timah datang, karna hari hujan, mungkin beliau tak bisa hadir di sini untuk membantu mu persalinan, " ucap Retno.
"Abang juga sih Bang, sudah tahu Adek akan melahirkan, kenapa Abang bawa Adek di tempat terpencil seperti ini,"dengus Lastri.
"Ini anak pertama kita Bang, adek ngak mau terjadi sesuatu," ucap Lastri sambil meringis.
Keringat terus mengucur deras pada wajah Lastri, tanganya mencengram erat telapak tangan sang suami.
"Mas ini rasanya sudah mau keluar!"
Lastri menjerit.
"Atur nafas Dek, sebentar lagi anak kita akan lahir, "ucap Retno menyemangati.
Retno melakukan ritual doa-doa untuk menyambut kelahiran putri kembar mereka.
Ha ha ha,.diagfragma Lastri bergerak turun naik, ia mencoba mengatur nafasnya, ini adalah pengalaman pertamanya melahirkan, ia pun mencoba mengikuti instruksi dari sang suami.
Akh akh..akh..!! Lastri berteriak tertahan setelah mengejan dengan kuat.
Owek...owek, suara bayi pertama lahir.
Owek owek, bayi itu menangis dengan kencangnya, membuat Lastri semakin bersemangat, setelah memotong tali pusar anak mereka yang pertama, anak kedua pun lahir,
Owek! hanyak sekali tangisan bayi tersebut terdiam, matanya mengatup, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada bayi malang tersebut.
"Mas apa yang terjadi dengan putri kedua kita Mas?"tanya Lastri.
Retno menyelesaikan pemotongan tali pusar sang bayi.
Suara ketukan pintu seseorang berhasil membuyarkan kesepian dan kesunyian yang mereka alami.
Lastri merasa sangat teggang, ia khawatir terjadi sesuatu pada putri kedua mereka, sementara putri pertama mereka masih terus menangis dengan kencang.
Retno membuka pintu rumahnya, dan saat itu, wanita paruhbaya yang menggunakan kain dan kebaya usang dengan rabut di sanggul acak-acakan buru buru masuk dan menghampiri Lastri.
"Apa istri mu sudah melahirkan Retno?"tanya wanita tua itu yang ternyata Mak Timah dukun beranak kampung tersebut.
"Sudah Mak, tapi sepertinya salah satu bayi kami meninggal," ucap Retno.
"Olah bagaimana dengan istri mu?"tanya mak Timah.
"Lastri baik-baik saja Mak,"sahut Retno.
Mereka pun menuju tempat lastri, Lastri menahan sakitnya karna plasenta dari bayi tersebut belum juga keluar, Mak Timah langsung menghampiri Lastri yan sudah memucat.
Mata hitam Lastri naik keatas dengan tubuh yang semakin lemas.
Plak... satu tamparan di kening Lastri membuatnya tersadar, Mak Timah pun kembali membuka jalan lahir Lastri dan menarik plasenta tersebut dari dalam rahimnya.
Akh ! Lastri menjerit saat mak Timah menyentak nyentak plasenta tersebut agar bisa keluar dari rahim Lastri.
Setelah dapat mengepit plasenta tersebut dengan kedua jari tanganya,.Mak Timah memutar plasenta tersebut dengan pelan hingga keluar dari jalan lahir Lastri.
Setelah benda tersebut keluar dengan perlahan mata Lastri terpejam, seketika ia pingsan.
Bayi pertama yang lahir tersebut terus menangis.
"Siapakan air panas Retno, kedua anakmu harus di bersih kan," ucap Mak Timah.
Retno pun menyiapkan air panas untuk membersihkan kedua putrinya tersebut.
Wajah Lastri semakin pucat, dengan lembut Retno menyapu keringat di wajah Lastri, ia pun membersihkan sisa sisa darah yang menempel pada tubuh sang istri.
"Maaf kan Abang, Dek, ini semua abang lakukan untuk kebaikan kita semua, Abang bosan terus di hina keluarga mu,karna tak mampu memenuhi kebutuhan mu seperti yang lain, " ungkap Retno saat menyeka tubuh istrinya.
Dalam hati Retno merasa iba terhadap istrinya, namun ini semua ia harus lakukan demi kebahagiaan mereka.
Langit gelap berangsur cerah kembali, hembusan bayu pun sepoi sepoi menyapu alam yang semula menakutkan.
Langit kini menjadi cerah kembali, tak ada suara tentuman atau kilatan cahaya petir, alam yang baru saja seolah murka, kini menjadi tenang kembali.
Setelah membersihkan kedua putri Retno, Mak Timah menghampiri Retno yang tergugu menangis di tepi tempat tidur sang istri.
"Retno! Putri mu yang kedua, sudah tak bisa di selamatkan, mumpung hari belum magrib, segera kuburkan dia," ucap Mak Timah.
Retno berdiri dengan tubuh terhuyung.
Ia meraih bayi kecil dan munggil tersebut, kemudian menggendongnya.
Tubuh Retno begetar saat menerima bayi munggil yang tanpa nyawa tersebut.
"Maaf kan bapak Nak," ucap Retno sambil mencium bayi malang tersebut.
"Apa tidak menunggu Lastri sadar Mak, baru lah kita kubur bayi ini," ucap Retno.
Mak Timah,.mendekati telinga Retno membisikan sesuatu kepadanya.
Retno hanya menggangguk angguk, dengan pelan, dengan langkah yang gontai ia pun meraih kain lilitan yang membendung putri kecilnya.
Jalanan masih basah, titik hujan masih turun mengiringi langkah Retno menuju belakang rumah mereka tersebut.
Lubang sedalam satu setengah meter dengan panjang yang kurang dari satu meter sudah di siapkan oleh Retno sebelumnya.
Retno meletakan mayat bayinya tersebut kedalam peti kayu berukuran kecil, setelah memasukan bayi tersebut dalam peti, ia kemudian menutup peti tersebut.
Bulir-bulir bening terus menetes membasahi pipi Retno saat tangan kekarnya memasukan peti tersebut kedalam liang lahat.
Setelah meletakan peti tersebut, dengan cangkul ia menutupi peti kayu tersebut.
Hati Retno hancur,karna harus mengubur sendiri putrinya.
Satu persatu bongkahan tanah basah menutupi peti yang terkubur tersebut.
Alam yang tenang seolah kembali murka, angin kencang mulai berhembus meniup tubuh Retno hingga ia sempoyongan.
Tangan Retno gemetar, menahan dingin serta gemuruh di hatinya.
Jerit tangis terdengar lirih di telinga Retno dan itu membuat jantung nya berdetak kencang,seketika ia menghentikan gerakanya.
Suara tangis bayi tersebut semakin melengking hingga hampir memekakkan telinganya.
Tubuh Retno terhuyung dengan irama jantung yang tak beraturan.
Retno mengedarkan pandanganya melihat seisi alam jagat raya yang seolah mengutuk perbuatanya tersebut.
Suara tangis bayi itu tak seperti suara tangis bayi biasa,suaranya terdengar begitu lirih dan menyayat hati, membuat bergidik siapa saja yang mendengar tangisannya.
Retno menguatkan langkah untuk lari dari tempat tersebut, dengan tubuh sempoyongan ia berlari dari perkarangan belakang rumahnya kembali masuk kedalam rumah.
Dengan nafas memburu ia mencoba berlari dan menemui mak Timah yang sedang bicara pada sang istri.
Retno menahan langkahnya mencoba mengatur nafasnya, melihat Lastri yang sudah tersadar membuatnya sedikit lega.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Mariam R RIa
mampir
2023-08-12
2
auliasiamatir
apa jangan jangan bayinya masih hidup ya
2023-02-15
0
Riyani Ani
hadir☝️
2022-08-02
1