NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Dua Dunia

Kelahiran kembar

Tahun 1992

Langit hitam pekat menggumpal di angkasa saat itu, kumpulan awan mendung menutupi langit yang berkabut, seisi alam seolah menangisi  langit yang akan runtuh.

Deru angin masuk ke celah-celah jendela hingga membuat daun jendela bergoyang-goyang tak bearturan.

Suara dentuman guntur menggelegar di angkasa, di mana kilat saling sambar menyambar memenuhi gumbalan awan hitam.

Seorang wanita sedang merasa kesakitan karna hendak melahirkan.

"Bang, Lastri sudah tak tahan Bang," keluh nya sambil mengepal tangan Retno, keringat dingin bercucuran di keningnya.

"Sabar ya dek, sebentar lagi mak Timah datang, karna hari hujan, mungkin beliau tak bisa hadir di sini untuk membantu mu persalinan, " ucap Retno.

"Abang juga sih Bang, sudah tahu Adek akan melahirkan, kenapa Abang bawa Adek di tempat terpencil seperti ini,"dengus Lastri.

"Ini anak pertama kita Bang, adek ngak mau terjadi sesuatu," ucap Lastri sambil meringis.

Keringat terus mengucur deras pada wajah Lastri, tanganya mencengram erat telapak tangan sang suami.

"Mas ini rasanya sudah mau keluar!"

Lastri menjerit.

"Atur nafas Dek, sebentar lagi anak kita akan lahir, "ucap Retno menyemangati.

Retno melakukan ritual doa-doa untuk menyambut kelahiran putri kembar mereka.

Ha ha ha,.diagfragma Lastri bergerak turun naik, ia mencoba mengatur nafasnya, ini adalah pengalaman pertamanya melahirkan, ia pun mencoba mengikuti instruksi dari sang suami.

Akh akh..akh..!! Lastri berteriak tertahan setelah mengejan dengan kuat.

Owek...owek, suara bayi pertama lahir.

Owek owek, bayi itu menangis dengan kencangnya, membuat Lastri semakin bersemangat, setelah memotong tali pusar anak mereka yang pertama, anak kedua pun lahir,

Owek! hanyak sekali tangisan bayi tersebut terdiam, matanya mengatup, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada bayi malang tersebut.

"Mas apa yang terjadi dengan putri kedua kita Mas?"tanya Lastri.

Retno menyelesaikan pemotongan tali pusar sang bayi.

Suara ketukan pintu seseorang berhasil membuyarkan kesepian dan kesunyian yang mereka alami.

Lastri merasa sangat teggang, ia khawatir terjadi sesuatu pada putri kedua mereka, sementara putri pertama mereka masih terus menangis dengan kencang.

Retno membuka pintu rumahnya, dan saat itu, wanita paruhbaya yang menggunakan kain dan kebaya usang dengan rabut di sanggul acak-acakan buru buru masuk dan menghampiri Lastri.

"Apa istri mu sudah melahirkan Retno?"tanya wanita tua itu yang ternyata Mak Timah dukun beranak kampung tersebut.

"Sudah Mak, tapi sepertinya salah satu bayi  kami meninggal," ucap Retno.

"Olah bagaimana dengan istri mu?"tanya mak Timah.

"Lastri baik-baik saja Mak,"sahut Retno.

Mereka pun menuju tempat lastri, Lastri menahan sakitnya karna plasenta dari bayi tersebut belum juga keluar, Mak Timah langsung menghampiri Lastri yan sudah memucat.

Mata hitam Lastri naik keatas dengan tubuh yang semakin lemas.

Plak... satu tamparan di kening Lastri membuatnya tersadar, Mak Timah pun kembali membuka jalan lahir Lastri dan menarik plasenta tersebut dari dalam rahimnya.

Akh ! Lastri menjerit saat mak Timah menyentak nyentak plasenta tersebut agar bisa keluar dari rahim Lastri.

Setelah dapat mengepit plasenta tersebut dengan kedua jari tanganya,.Mak Timah memutar plasenta tersebut dengan pelan hingga keluar dari jalan lahir Lastri.

Setelah benda tersebut keluar dengan perlahan mata Lastri terpejam, seketika ia pingsan.

Bayi pertama yang lahir tersebut terus menangis.

"Siapakan air panas Retno, kedua anakmu harus di bersih kan," ucap Mak Timah.

Retno pun menyiapkan air panas untuk membersihkan kedua putrinya tersebut.

Wajah Lastri semakin pucat, dengan lembut Retno menyapu keringat di wajah Lastri, ia pun membersihkan sisa sisa darah yang menempel pada tubuh sang istri.

"Maaf kan Abang, Dek, ini semua abang lakukan untuk kebaikan kita semua, Abang bosan terus di hina keluarga mu,karna tak mampu memenuhi kebutuhan mu seperti yang lain, " ungkap Retno saat menyeka tubuh istrinya.

Dalam hati Retno merasa iba terhadap istrinya, namun ini semua ia harus lakukan demi kebahagiaan mereka.

Langit gelap berangsur cerah kembali, hembusan bayu pun sepoi sepoi menyapu alam yang semula menakutkan.

Langit kini menjadi cerah kembali, tak ada suara tentuman atau kilatan cahaya petir, alam yang baru saja seolah murka, kini menjadi tenang kembali.

Setelah membersihkan kedua putri Retno, Mak Timah menghampiri Retno yang tergugu menangis di tepi tempat tidur sang istri.

"Retno! Putri mu yang kedua, sudah tak bisa di selamatkan, mumpung hari belum magrib, segera kuburkan dia," ucap Mak Timah.

Retno berdiri dengan tubuh terhuyung.

Ia meraih bayi kecil dan munggil tersebut, kemudian menggendongnya.

Tubuh Retno begetar saat menerima bayi munggil yang tanpa nyawa tersebut.

"Maaf kan bapak Nak," ucap Retno sambil mencium bayi malang tersebut.

"Apa tidak menunggu Lastri sadar Mak, baru lah kita kubur bayi ini," ucap Retno.

Mak Timah,.mendekati telinga Retno membisikan sesuatu kepadanya.

Retno hanya menggangguk angguk, dengan pelan,  dengan langkah yang gontai ia pun meraih kain lilitan yang membendung putri kecilnya.

Jalanan masih basah, titik hujan masih turun mengiringi langkah Retno menuju belakang rumah mereka tersebut.

Lubang sedalam satu setengah meter dengan panjang yang kurang dari satu meter sudah di siapkan oleh Retno sebelumnya.

Retno meletakan mayat bayinya tersebut kedalam peti kayu berukuran kecil, setelah memasukan bayi tersebut dalam peti, ia kemudian menutup peti tersebut.

Bulir-bulir bening terus menetes membasahi pipi Retno saat tangan kekarnya memasukan peti tersebut kedalam liang lahat.

Setelah meletakan peti tersebut, dengan cangkul ia menutupi peti kayu tersebut.

Hati Retno hancur,karna harus mengubur sendiri putrinya.

Satu persatu bongkahan tanah basah menutupi peti yang terkubur tersebut.

Alam yang tenang seolah kembali murka, angin kencang mulai berhembus meniup tubuh Retno hingga ia sempoyongan.

Tangan Retno gemetar, menahan dingin serta gemuruh di hatinya.

Jerit tangis terdengar lirih di telinga Retno dan itu membuat jantung nya berdetak kencang,seketika ia menghentikan gerakanya.

Suara tangis bayi tersebut semakin melengking hingga hampir memekakkan telinganya.

Tubuh Retno terhuyung dengan irama jantung yang tak beraturan.

Retno mengedarkan pandanganya melihat seisi alam jagat raya yang seolah mengutuk perbuatanya tersebut.

Suara tangis bayi itu tak seperti suara tangis bayi biasa,suaranya terdengar begitu lirih dan menyayat hati, membuat bergidik siapa saja yang mendengar tangisannya.

Retno menguatkan langkah untuk lari dari tempat tersebut, dengan tubuh sempoyongan ia berlari dari perkarangan belakang rumahnya kembali masuk kedalam rumah.

Dengan nafas memburu ia mencoba berlari dan menemui mak Timah yang sedang bicara pada sang istri.

Retno menahan langkahnya mencoba mengatur nafasnya, melihat Lastri yang sudah tersadar membuatnya sedikit lega.

Bersambung

 

Aneh

Menyadari kehadiran Retno , Mak Timah beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Retno.

Mata Mak Retno tajam menatap wajah Retno yang seperti sedang ketakutan.

"Ada apa Retno?" tanya mak Timah dengan tatapan misterinya.

"Anu Mak, tadi saat aku menguburkan jenasah bayi ku,.aku mendengar tangisan bayi yang awalnya lirih namun semakin lama semakin melengking," ucap Retno gelalapan.

Mak Timah mencorongkan matanya menatap mata Retno.

"Siapkan kembang 3 warna dan daun kelor, mungkin saja ada yang ingin mengganggu mu,"ucap Mak.Timah dengan wajah yang serius.

Dengan segera Retno memetik kembang tiga warna, dan daun kelor yang tumbuh di halaman rumahnya tersebut.

Sementara Mak Timah melarutkan air garam kedalam sebuah wadah ember besar dan menyiramnya sekeliling rumah tersebut.

Setelah melakukan ritual tersebut Mak Timah kembali menemui Retno.

"Ayo sini Retno! Mak mandikan kamu,.sebentar lagi waktu magrib akan tiba," ucap Mak Timah yang membawa air satu ember.

Dengan ritual dan doa-doa mulut mak Timah komat kamit membaca doa, sambil menabur kembang keatas air yang akan di gunakan Retno untuk ritual mandinya.

Setelah menyelesaikan ritual mandi kembang dan mengganti pakaianya Retno langsung menghampiri sang istri yang kembali terlelap.

"Dek, bangun Dek, sebentar lagi mau magrib  pamali tidur saat magrib," ucap Retno kepada Lastri.

"Ehm iya Bang," ucap Lastri yang menerjabkan matanya kemudian ia bangkit.

"Dek makan lah dulu, " ucap Retno menyodorkan sepiring nasi dengan lauk seadanya kepada Lasrti.

"Iya Bang, " ucap Lastri, ia hanya menatap piring yang lengkap  dengan sayur bening dan tahu tersebut.

"Kenapa Dek?,maaf Abang cuma bisa masak segini,"ucap Retno pada Lastri.

Lastri mengangguk ia merasa sedih.

"Bang, Lastri melahirkan anak kembar, kita beri nama siapa ya bang?"tanya Lastri dengan tatapan sayu nya kearah Retno.

"Kita beri nama Dara dan Gadis saja Dek, Dara untuk nama anak kita yang pertama lahir dan Gadis untuk putri kita yang meninggal."

"Iya Bang, boleh juga,.meski Gadis harus meninggal saat dilahirkan, tapi kita juga harus memberi nama dan memperingati hari kelahiranya."

"Iya Dek," sahut Retno lesu.

Tiba-tiba saja pintu jendela mereka seperti di ketuk ketuk, deru angin kencang masuk hingga ke celah-celah rumah, kuatnya angin bahkan seperti menggetar kan rumah tersebut, hingga seperti bangunan yang hendak roboh.

Retno mendekap istrinya, ia sendiri merasa aneh dan ngeri melihat pemandangan yang terjadi di rumahnya.

Seluruh isi rumah bergetar, seolah rumah tersebut di guncang dengan kekuatan yang dashat.

Lastri menggendong bayinya dan menyembunyi kan nya di antara dekapan ia dan Retno.

"Bang, aku takut," ucap Lastri yang masih berada di dekapan Retno.

 Tenang Dek ada Abang yang akan melindungi kamu dan anak kita, " ucap Retno sambil merangkul dua orang yang di cintainya tersebut.

Kejadian menegangkan tersebut terus berlangsung  hingga suara azan magrib memenuhi seruan seluruh alam.

Guncangan rumah mereka pun berhenti seketika sesaat setelah terdengar Azan.

Mereka pun saling memandang dan menatap heran, mengenang peristiwa yang datang tiba-tiba dan berhenti juga dengan tiba-tiba tersebut.

Lastri terbangun dan mendapati putrinya sedang tertidur pulas dalam bedungan kain yang melilit tubuh munggil dari bayi tersebut.

Perasaan bahagia menyelimuti perasaannya, kehadiran Dara seolah menjadi penyemangat dan penyempurna rumah tangganya bersama Retno.

Meski pernikahan mereka di tentang kedua orang tuanya,  dan Lastri menjadi dikucilkan oleh keluarganya sendiri, karna ia lebih memilih menikahi Retno dari pada menuruti keinginan kedua orang tuanya.

Lastri yang baru menyelesaikan kuliahnya, dan lebih memilih menikahi Retno seolang kuli bangunan, dari pada pria yang telah di jodohkan dengannya.

 

 

Dengan kegigihan Retno, sekarang mereka membuka usaha mebel kecil-kecilan di rumah mereka.

Meski hidup dalam kesederhanaan, namun Lastri merasa bahagia hidup bersama Retno.

Tapi tidak bagi orang tua Lastri, mereka sering datang mengunjungi rumah Lastri hanya untuk menghina dan merendah Retno.

Meski terkadang ia kasihan melihat suaminya yang terus di rendahkan oleh kedua orang tuanya, tapi Lastri seolah tak berdaya, ia hanya bisa pasrah  dan menerima perlakuan dari orang tuanya.

 

Lastri tersenyum melirik kearah bayinya, 

dengan sedikit gemetar ia meraih tubuh bayi itu, bayi yang tertidur tersebut kemudian mengelayutkan tubuhnya, membuatnya semakin menggemaskan.

 

Titik air mata menetes pada netra bening tersebut saat melihat putri cantiknya yang telah lahir ke dunia.

Dengan penuh perasaan ia menggendong putrinya.

Dara menangis setelah merasakan lapar, tapi ada yang berbeda dari tangisan putrinya tersebut.

Seperti ada tangisan lain yang terdengar mengiringi suara tangisan Dara.

Wajah Dara pun terlihat berbeda.

Tangisan Dara mulai mereda seiring mulutnya menyedot asi,namun sebuah tangisan lirih masih terdengar di tepi telinga Lastri.

Lastri mengabaikan suara tersebut,.mungkin itu hanya suara yang menggema di gendrang telinganya.

Lastri tertidur pulas sambil menyusui Dara, ia merasa kedua payu*darahnya terasa di hisap oleh dua bayi yang berbeda.

Meski di alam mimpinya tapi perasaan tersebut seperti nyata hingga membuat Lastri terbangun.

Lastri membuka matanya dan melihat Dara yang terlelap dalam dekapanya.

Karna merasa kan kantuk yang luar biasa ia pun kembali tertidur.

Suara daun pintu yang terbuka membuyarkan Lastri dari alam mimpinya ketika sadar ia melihat Retno yang membawa mampan berisi makanan.

Lastri bangkit dengan hati-hati agar Dara tak ikut bangun, ia pun bersandar pada headboard tempat tidurnya.

"Makan dulu Dek, ini masakan Mak Timah," ucap Retno sambil menyodorkan mangkuk berisi opor ayam dan sepiring nasi.

"Ini ayam kampung loh Dek, Mak Timah masak sebagai syukuran dari kelahiran putri kita," ucap Retno sambil menyendok nasi dan menyuapkan ke Lastri.

Lastri membuka mulutnya dan menerima suapan dari Retno.

"Bang, kapan kita akan pulang ke rumah kita yang ada di kota?"tanya Lastri sambil mencebik.

"Sabar ya Dek, minimal tujuh hari setelah kamu melahirkan baru kita boleh pulang,  nantinya selama seminggu rumah ini akan di asapi daun kenanga kering, sapu ijuk dan kulit bawang, untuk menjaga keselamatan kita," papar Retno.

 

Selama tujuh hari sejak kelahiran Dara, Lastri merasakan hal yang aneh, ia sering mendengar suara tangis bayi yang samar namun itu bukan lah suara tangisan Dara.

Setiap malam, ia juga sering berimimpi bayi lain yang menyerupai Dara ikut meminum air susu dari nya.

Keanehan terus terjadi. Terkadang Lastri merasakan firasat yang tak baik, timbul kecurigaan di hatinya.Namun kembalu ia tepis.

Mak Timah membakar dupa dan kemenyan, dengan rupa-rupa kembang dan alat perdukunan lainya,  sejak dari pagi ia melakukan pengasapan ke seluruh rumah tersebut.

Bersambung

 

Berganti Penghuni

Lastri dan Retno bersiap untuk kembali ke kota, mereka memesan taksi travel untuk sampai ke kediaman mereka.

"Bang, sebelum kita pergi dari sini bolehkah aku melihat makam putri kita?"tanya Lastri sambil menggendong Dara dalam dekapanya.

"Sebaiknya jangan, Abang takut  kamu akan merasa sedih karna melihat pusara putri kita," cegah Retno.

Lastri terlihat sedih, Retno pun menghampirinya," Sudalah Dek, jangan bersedih lagi, kita sudah memiliki Dara, kita harus segera meninggalkan rumah ini secepatnya, karna Abang harus kembali bekerja, uang simpanan kita juga semakin menipis," papar Retno sambil menepuk pundak istrinya.

Akhirnya Lastri pun setuju, Retno membawa barang-barang mereka yang sudah di kemas di dalam koper, sementara Lastri hanya menggendong Dara.

Mereka pun berpamitan pada Mak Timah, sebelum pulang Mak Timah menabur beras kuning, beraneka kembang dan daun kelor kesekeliling mereka, ia juga memberi jimat yang terbuat dari gulungan kain hitam untuk melindungi Dara.

"Mak kami pamit pulang ya,teria kasih atas bantuanya selama ini, " ucap Lasti.

"Iya ndok, hati-hati, jaga anak mu baik-baik,"nasehat Mak Timah sambil menepuk pundak Lastri.

Kali ini giliran Retno yang  menghampiri Mak Timah.

"Mak saya pamit dulu,jangan beritahu rahasia ini kepada siapa pun." Retno berbisik kepada Mak Timah.

"Ingat Retno, jangan bawa keluarga mu kembali lagi kerumah ini selamanya," ancam Mak Timah.

"Baik Mak, saya mengerti."

Retno pun berlalu dari mak Timah, ia membawa koper kopernya kedalam bagasi mobil,.sementara Lastri duduk di dalam mobil dengan tenang, sambil menggendong Dara.

Setelah memastikan semua barang-barangnya tak ada yang tertinggal, Retno pun masuk kedalam mobil.

Mobil melaju perlahan, meninggalkan perkarangan rumah tersebut.

Pandangan Lastri tertuju pada rumah yang sepuluh hari ini yang sudah di tinggali olehnya,ada pertanyaan besar dalam hatinya kenapa Retno harus membawanya ke kampung halamannya, saat ia harus melahirkan putri pertama mereka.

Namun keanehan dan kejadian yang tak mengenakan tersebut terpaksa ia tepis, ia sangat percaya pada suaminya tersebut.

***

Angin berhembus kencang di sekitar rumah yang baru saja di tinggal pergi penghuninya tersebut.

Jendela dan pintu rumah tersebut  seolah di hempaskan oleh angin, padahal keadaan sekeliling cukup tenang, tak ada angin kencang, hanya hembusan angin sepoi-sepoi yang menggugurkan dedaunan kering.

Mak Timah menjauh dari rumah tersebut, ia merasa ngeri karna terus mendengar suara tangis bayi yang melengking saat berada di sana.

Sejak kepergian Retno dari rumah itu, rumah tersebut menjadi angker, tetangga sekitar sering sekali mendengar suara tangisan bayi menjelang magrib hingga subuh hari.

Rumah tersebut di biarkan kosong selama bertahun-tahun, kini bangunan tersebut mendadak menjadi rumah angker, hanya Mak Timah yang berani memasuki rumah tersebut, seminggu sekali Mak Timah selalu datang untuk membersih kan rumah itu.

Suatu ketika ia berada di rumah tersebut hingga menjelang magrib, seseorang ingin menyewa rumah tersebut dan Mak Timah harus membersihkanya.

Sudah lima tahun rumah itu tak berpenghuni, dan baru kali ada orang yang berniat menyewa rumah itu.

Saat matahari tenggelam perlahan, Mak Timah seolah mendengar adanya kehidupan di rumah yang sepi tersebut, ia melihat bayangan seorang gadis kecil kira-kira berumur lima tahun yang berlari-lari kecil menembus pintu dan dinding.

Mata Mak Timah membelalak kaget, kaki tuanya berjalan cepat menuju pintu rumah, meski ia seorang dukun dan sering berurusan dengan hal gaib, namun tetap saja bulu kudunya meremang seketika melihat kejadian aneh sekaligus menyeramkan tersebut.

Lima tahun berlalu, 

Rumah Retno yang sepi kini di tinggali oleh seorang PNS suami istri, mereka memiliki anak lelaki yang berumur 6 tahun yang bernama Ryan dan orang tua pak Riko yang bernama pak Karto.

Rumah tersebut cukup asri dengan pohon mangga yang rindang dan beberapa jenis tanaman bunga beraneka jenis dan warna.

"Udara di pedesaan memang segar ya Yah," ucap Rahmi pada Riko.

"Iya, kita akan tinggal di sini untuk beberapa tahun kedepan, selama ayah dinas Bu, " ucap Riko.

"Kenapa sih Yah, Ayah harus jadi kepala sekolah di daerah sini, kenapa ngak di kota saja jadi kita ngak repot. "Rahmi.

"Tak apalah Bu, namanya juga tugas, mana bisa menolak," ucap Riko sambil membawa koper-koper yang ada di bagasi mobil mereka dan membawanya masuk.

"Ryan ayo masuk Nak! " seru Lastri sambil membawa kotak yang akan di bawa masuk kedalam rumah.

Mak Timah yang sudah selesai membersihkan rumah tersebut datang menghampiri mereka, "Maaf Pak Riko dan Bu Rahmi, tugas saya sudah selesai, ini kunci rumahnya saya serahkan kepada anda, " ujar mak Timah sambil menyerahkan setumpuk kunci.

"Oh iya Mak, terima kasih ya," ucap Rahmi yang menadahkan tangan menyambut kunci rumah tersebut.

"Iya sama-sama Bu, jika butuh sesuatu, rumah Mak tak jauh dari sini, tanya saja kepada orang sekitar sini di mana rumah mak Timah," ucap Mak Timah dengan senyum ramahnya.

"Oh iya Mak, jika ada waktu luang kami akan bertandang ke rumah Mak." Rahmi.

Mak Timah tersenyum seraya menggangukan kepalanya.

Ryan yang bermain bola sendirian pun masuk kedalam rumah dengan berlari karena tiba-tiba saja bulu kuduknya merinding.

"Ibu!  Ryan takut!" teriaknya sambil berlari dan menghambur memeluk Rahmi.

"Ada apa sih Nak, siang-siang kok takut?"tanya Rahmi sambil mengusap lembut pundak Ryan.

Mak Timah tersenyum mengeringai melihat bocah kecil tersebut berlari, "Kalau begitu saya pamit dulu ya Bu," pamit mak Timah, ia pun berlalu dari rumah itu.

Bu Rahmi dan Ryan menatap punggung wanita tua tersebut hingga menghilang di balik pintu.

Pak Riko meraih kunci yang ada di atas buffet.

"Ayo Bu, kita belanja dulu," ajak Rico pada Rahmi.

Mendengar ucapan ayahnya Ryan menegadahkan kepalanya melihat kearah wajah Rahmi.

"Ayah sama Ibu mau kemana?" tanya Ryan.

"Ayah sama Ibu pergi belanja dulu ya Nak,.kamu tunggu di sini bersama kakek," ucap Rahmi sambil mengacak acak rambut putranya tersebut.

Karna Ryan termasuk anak yang mandiri, ia tak pernah merengek untuk meminta ikut.

"Iya Bu, tapi belikan Ryan kue yang banyak ya," pintanya dengan wajah yang menggemeskan.

"Iya sayang, kamu bantuin kakek beres-beres barang kamu dan kakek ya, yang lainya biarkan saja ayah dan ibu yang bereskan," ucap Rahmi.

"Iya Bu." Ryan mengangguk.

***

Pak Karto melihat-lihat sekeliling rumah dan saat melihat perkarang belakang ia menemukan gundukan tanah yang mencurigakan, namun hati kecilnya melarang untuk mendekati gundukan tersebut.

Rahmi dan Riko sudah berada di dalam mobil, Ryan melambaikan tanganya kearah kedua orang tuanya, setelah melihat mobil orang tuanya berlalu dari halaman rumah, ia kembali merinding karna seperti ada suara langkah kaki mendekatinya, ia pun langsung berlari menuju halaman depan rumahnya sambil berteriak memanggil kakeknya.

"Kakek!" teriak Ryan, suaranya tersebut membuyarkan lamunan pak Karto yang sedang memperhatikan gundukan tanah tersebut.

Bersambung

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!