“Benar kata Fi, mama takkan bisa menghalangi kemauan ku!” ucap Asir.
Alisyah dengan berat hati, membiarkan cucunya di bawa oleh Asir dan Dewi.
Setelah Asir dan Dewi keluar dari rumah, Alisyah meneteskan air matanya.
“Akan ku balas perbuatan mereka, akan ku jebloskan keduanya ke penjara!” dendam Alisyah kian membara kepada kedua pasangan tak beriman itu.
“Ma, jangan, nanti mama malah jadi sasaran empuk mereka, Dewi takkan membiarkan mama hidup tenang kalau sampai ibu macam-macam, kalau mama memang berhasil memenjarakan mereka bagus, tapi ku rasa itu tak mungkin tejadi, karena mama juga tahu, ayah dan mas Asir memiliki koneksi dengan pejabat sini, dan... mana mungkin mereka berpihak pada mama, saat mas Asir bisa membereskan segalanya.” Kissky memperingati mertuanya, karena bahaya yang akan datang akan lebih besar dari yang mereka terima sekarang.
“Kau hanya wanita bodoh, jangan ajari aku, aku tahu langkah apa yang harus ku lalukan!” Alisyah yang merasa bisa mengatasi segalanya, memutuskan untuk ke rumah sakit melakukan visum.
“Mama mau kemana?” tanya Fi, sebab Alisyah buru-buru keluar rumah.
“Bukan urusan mu, sebaiknya kau kemas barang mu, dan angkat kaki dari rumah ku!” Alisyah yang marah pada Dewi, malah membenci Fi juga.
Fi yang tak bisa mencegah kemauan mertuanya memilih diam.
Setelah Alisyah pergi dengan supirnya Fi kembali ke kamar anak-anaknya. Tak ada yang harus ia bawa, kecuali dompet kosong yang tak ada isinya.
Fi pun meninggalkan rumah orang mertuanya, sebelum ia pulang ke rumah orang tuanya, Fi meminta uang pada Art yang bekerja di rumah itu.
Namun Fi yang tak tega bila meninggalkan mertuanya dalam keadaan sakit memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi.
Tak apalah di marahi mama, toh itu memang hobi mama, tak marah sehari pasti hatinya sakit, batin Fi.
______________________________________
Di kediaman Asir, mereka yang baru tiba turun dari dalam mobil.
Sedang Emir dan Andri masih terus menangis meminta pulang.
Meski Asir ingin mencekik anak-anaknya yang bising, namun ia tak dapat melakukannya, sebab keduanya adalah aset untuknya.
“Bawa anak-anak ke kamar mereka.” Asir menyerahkan Andri yang ia gendong pada Dewi.
“Baik mas.” Dewi pun menggendong Andri yang masih menangis kencang.
“Aku ke kamar duluan, aku sangat pusing, kau mandikan mereka, setelah itu kasih susu, usahakan agar mereka tidur, kau tak boleh meninggalkan anak-anak sebelum mereka tidur.”
“Tapi aku juga lelah mas.” Dewi sungguh tak sudi bila jatah tidurnya di sita para keponakannya.
“Bersabarlah, hanya untuk hari ini, sebelum dapat pengasuh,” ucap Asir.
Dengan perasaan berat, Dewi mau menurutinya permintaan abang iparnya.
Ia pun membawa ke ponakannya menuju kamar.
Sesampainya dalam kamar, Dewi membuka baju Emir. Karena ia ingin memandikannya.
Suara tangis keduanya yang tak mau mereda membuat Dewi tertekan.
“Diam! Kalian berdua keterlaluan ya!” Dewi yang emosi, meremas bibir Emir.
Andri yang menyaksikan abangnya di perlakukan kasar makin menangis kencang.
“Hiks... huah!!!
“Astaga! Kau lagi!”
Plak! Dewi menampar bibir Andri yang telah mencong ke kiri karena tamparan sang ayah.
“Tante jangan pukul ade... hiks...” Andri menangis ketakutan.
“Makanya diam! Kalian berdua aneh tahu! Bukannya bersyukur di tampung lagi! Kau hentikan tangis mu itu, agar adik mu diam juga!” Dewi mencubit bibir Emir.
Dengan bibir bergetar menahan tangis, Emir memeluk dan membujuk adiknya.
“Ade, jangan nangis ya, nanti tante Dewi memukul kita lagi.” Emir yang polos mengatakan situasi yang akan terjadi.
“Astaga... belum tentu aku melakukannya, masih kecil sudah tahu cara memitnah orang lain.” Dewi geleng-geleng kepala. “Ayo!” Dewi menuntun kedua anak kakaknya menuju kamar mandi.
15 menit kemudian, ketiganya keluar dari kamar mandi. Dewi pun mengambil baju yang akan di pakai Andri dan Emir.
“Nih, pakai sendiri Mir, oh ya, tolong bantu adik mu memakai baju, karena tante mau ke dapur membuat susu.” Dewi yang ingin menyingkat waktu pekerjaannya meminta pertolongan Emir untuk mengurus adiknya.
“Iya tante.” sahut Emir.
Lalu Dewi beranjak ke dapur. Emir yang belum bisa memakai bajunya dengan benar membuat adiknya yang tak memakai baju masuk angin.
Dewi yang telah selesai membuat susu melihat Emir yang masih memakai celana.
“Ya Allah Emir! Apa saja yang kau kerjakan? Kau hanya memakai baju, tapi lambat minta ampun! Kau sengaja ya?” Dewi memarahi Emir.
“Aku enggak bisa pakai baju tante,” ucap Emir dengan jujur.
“Ya, aku tahu itu, dan semua kebodohan mu, menurun dari ibu mu, yang selalu memanjakan dirimu. Harusnya anak seusia mu sudah bisa pakai baju dan makan sendiri! Ini!” Dewi yang lelah menyerahkan susu Andri pada Emir. Kemudian Dewi membantu Andri untuk menakai baju.
Setelah selesai, Dewi menyerahkan Andri pada Emir.
“Jaga adik mu dengan baik!”
“Iya tante Ayo dek, tiduran.” Andri yang sayang abangnya, mengikuti kata-kata apa yang di katakan abangnya.
Setelah Andri merebahkan tubuhnya di atas bantal, Emir memberi susu pada adik kecilnya.
”Nah, begitu baru benar, harus habis Ndri! Awas kalau ada sisa!” Dewi yang meras lelah merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang.
“De, ayo di minum.” Andri yang tak suka susu formula meminta asi ibunya.
“Tutu.. tutu mama, mau tutu mama.”
Dewi yang mendengar rengekan baru keponakannya menjadi geram.
“Enggak ada susu mama mu disini!” suara melengking dari Dewi membuat Andri kejut.
“Tutu!! Mau tutu mama!! Hiks...” Andri kecil menangis kembali.
Dewi memijat pelipisnya, ia yang tak sanggup mendengar tangisan keponakannya lagi memutuskan untuk membuka botol susu milik Andri.
“Kau sudah bisa minum di gelas kan?” Dewi yang tak sabaran duduk di atas ranjang, “Buka mulut!” titah Dewi, namun Andri tak mau membuka mulutnya.
“Nakal kau ya!” Dewi menekan keras rahang keponakannya, yang membuat Andri membuka mulutnya.
Selanjutnya Dewi memasukka paksa susu itu ke dalam mulut keponakannya.
Saat susu telah sampai ke tenggorokan Andri. Andri yang tak suka memuntahkannya.
Dewi merasa pusing seketika, ia yang lelah ingin segera tidur.
“Sekarang terserah kau mau bagaimana Andri! Tante enggak mau tahu lagi!” Dewi yang marah keluar dari kamar keponakannya. Tak lupa ia mengunci pintu agar keduanya tak pergi kemana-mana.
Retek!
Setelah itu, Dewi menuju kamar iparnya. Kriett!! Dewi membuka pintu dengan wajah kusut.
“Apa mereka sudah tidur??” tanya Asir. Dewi yang ingin segera istirahat memilih berbohong.
“Sudah mas. Hufff!!” Dewi merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
“Baguslah kalau mereka sudah tidur. Tak ku sangka, kau pandai merawat anak-anak.” Asir memuji kekasihnya.
“Itu mudah mas, walau begitu, segera cari pengasuh untuk mereka, karena aku enggak akan mau mengurus snak-anak mu, bukankah kau sendiri yang berkata, aku tak boleh punya anak? Jadi aku juga meminta pada mu mas, jangan buat aku mengurus mereka.” Dewi mengeluarkan isi hatinya.
“Baiklah sayang. Ayo sayang.” Asir mencium pundak Dewi.
Setan! Dia enggak tahu apa, kalaubaku lelah! Dewi berteriak dalam hatinya.
“Mas, tunggu 1 jam lagi, aku perlu meluruskan otot-otot ku.” Dewi meminta untuk mengulur waktu.
“Tidak bisa, aku mau sekarang, lagi pula Besok aku ada kerajaan penting di kantor, jadi aku harus bangun lebih awal.” Asir tak menerima penolakan, apabila itu soal ranjang.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
ani nurhaeni
ga suka sama tokoh utama nya lemaaahhhh
2022-11-16
3
Ilan Irliana
aq bc'y lompat2 k...tp wlo lompat2..napa Vi ttp lmah y karakter'y...
2022-09-28
3
Liana Yuberta
aku kurang suka ceritanya mu Thor,Masa si fi perempuan lemah banget,udah tahu anaknya akan disiksa Masi ja mau memberikan anak nya
2022-08-02
2