“Sebelum kau menyelesaikan urusan mu, jangan kembali, aku juga tak akan memberikan mu biaya hidup!” pekik Alisyah.
Dengan terpaksa Fi yang malang meninggalkan anak-anaknya di rumah mertuanya.
“Apa aku harus kembali ke rumah itu? Tapi benar juga apa kata ibu, aku harus mengambil semua benda berharga ku yang ada di sana, karena itu jumlahnya tak sedikit, kalau aku memang di ceraikan oleh mas Asir, aku masih bisa bertahan hidup dengan ibu dan kedua anak ku, toh Emir dan Andri belum sekolah, jadi uang itu bisa ku pergunakan untuk biaya ku masuk kuliah lagi.” karena Fi sempat berhenti kuliah selama 4 tahun, beasiswa yang ia dapatkan pun di cabut. Fi berharap setelah ia lulus kuliah, ia mendapat pekerjaan yang lebih baik.
Setelah berpikir dengan matang. Akhirnya Fi berangakat ke rumah suaminya dengan menaiki angkot.
Karena jalanan yang macet, Fi baru sampai ke rumah yang pernah ia tinggali dan suaminya pukul 17:00.
Sang satpam yang berjaga pun melihat kehadiran Fi.
“Mau apa nyonya kemari? Sebaiknya nyonya pergi, karena sebentar lagi tuan akan pulang.” satpam itu khawatir, jika Fi ketahuan ada di rumah itu, maka Fi akan di siksa lagi.
“Aku hanya ingin mengambil barang-barang ku pak, setelah itu aku akan pergi, izinkan aku masuk, aku hanya sebentar pak, aku akan keluar sebelum mas Asir datang.” karena kebaikan Fi di masa lalu, satpam tersebut mengizinkannya untuk masuk.
“Nyonya harus cepat, kalau tidak, kita berdua akan sama-sama selesai.” satpam tersebut sangat berharap Fi tepat waktu.
“Baik pak.” setelah gerbang di buka, Fi dengan langkah tak seimbang masuk ke dalam rumah.
Ia pun melihat kesana dan kemari, ”Baru ku tinggalkan sehari, tapi perubahannya cukup pesat.” Fi cukup kagum pada adiknya, bagaimana tidak, Fi yang berjalan mulai dari pintu masuk sampai ke depan pintu kamarnya tak melihat satu pun photonya terpajang di dinding.
Bruk!
Tubuh Fi ambruk saat menabrak seseorang, saat ia mendongak, Ternyata itu adalah Wina Art baru di rumah itu.
“Anda siapa?” tanya Wina.
“Saya istri mas Asir.” kemudian Fi bangkit dari lantai.
Art itu pun melihat Fi dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Ehm!” Wina tertawa getir, sebab bila di lihat dari mana pun, tak mungkin seorang Fi yang cacat dan buruk rupa adalah istri majikannya.
“Dasar pencuri!” teriak Wina. “Keluar baik-baik atau ku seret!” netra Wina membulat sempurna, seolah memberi ancaman pada Fi.
“Jaga sopan santun mu! Dan jangan campuri urusan ku!” Fi yang terburu-buru ingin segera masuk ke dalam kamarnya.
“Hei, apa yang kau lakukan, itu kamar tuan dan nyonya!” Wina terus menghalangi langkah Fi untuk masuk ke dalam kamar.
“Ya, akulah majikan mu, minggir! Aku buru-buru!” pekik Fi.
Wina yang takut kena getah saat mengizinkan orang tak di kenal masuk, berdiri di depan pintu kamar majikannya.
“Aku tak punya waktu, menyingkir dari pintu!” Fi mendorong tubuh Wina yang tak mau beranjak dari pintu.
Wina yang melihat kehadiran Dewi pun langsung berteriak.
“Nyonya! Tolong, ada orang gila masuk ke dalam rumah, dia juga ingin masuk ke kamar nyonya dan tuan!!”
Lalu Dewi yang dapat menebak siapa orang tersebut, datang menghampiri.
“Ehm! Beraninya kau datang kemari, apa belum cukup, penyiksaan yang kau dapatkan kak?” ucap Dewi yang berdiri di belakang Fi.
Kemudian Fi membalik tubuhnya, sontak Dewi bergidik ngeri dengan wajah sang kakak yang banyak lecet dan juga bengkak.
“Apa ini? Kau siapa? Apa benar kau kakak ku?” Dewi yang jijik mundur satu langkah dari hadapan Fi.
“Dewi, jangan mengejek ku, dan jangan juga menghalangi ku, karena aku hanya ingin mengambil barang-barang ku!” Meski takut, tapi Fi berlagak tegar dan berani.
“Apa?! Aku tak salah dengar tuh?!” Dewi mendekatkan telinganya ke mulut Fi. “Barang-barang yang mana ya maksudnya manusia buruk rupa? Oh tidak, lebih tepat di panggil monster!” Dewi yang semakin berani mengambil sisir yang ada dalam tasnya.
Plak plak! Dewi memukul pundak kakaknya dengan perasaan jijik.
“Dewi, kau boleh ambil apapun yang kau mau, tapi jangan halangi aku untuk mengambil apa yang jadi milik ku!” pekik Fi.
Hoek! Dewi menahan perutnya yang tersisa mual, “Tolong diamlah, nafas mu sangat bau, dan wajah mu membuat aku ingin muntah, Wina, apa kau melihat tong sampah?” tanya Dewi.
“Ada di dekat tangga nyonya, tunggu biar saya ambil.” saat Wina ingin pergi, Dewi menghentikannya.
“Tak usah, karena aku baru ingat, disini ada tong sampah.” Dewi yang hanya pura-pura ingin muntah, malah meludahi wajah Fi dua kali.
“Cuih! Cium! Tidak tahu diri!” kaki Dewi yang memakai high heels 7 cm menendang dada Fi hingga tersungkur ke lantai.
Netra Wina membelalak, ia tak menyangka, majikannya begitu sadis.
“Akkhh!” Fi meringis kesakitan.
Saat Fi ingin bangkit, Dewi menginjak bahu kakaknya, “Barang mana yang kau maksud kak?! Kau tahu? Semua yang ada di rumah ini, milik ku! Jadi, apa masih ada barang mu, kalau semua punya ku, hah?!”
“Dewi, aku mohon, biarkan aku mengambil barang ku, aku hanya butuh itu, aku takkan mengambil barang lainnya.” Fi sungguh berharap adiknya mau berbaik hati padanya, karena itu adalah satu-satunya jalan untuk menyambung hidupnya dan anak-anaknya.
“Kau tak mengerti juga ya kak! Sejak kau pergi dari rumah ini, semua sudah jadi milk ku! Jadi, sebelum aku khilaf, segera angkat kaki dari rumah ku! Aku tak sudi, wanita miskin seperti mu, wara wiri mengotori rumah ku! Kalau tidak, ku bakar kau hidup-hidup!”
Fi yang takut akan ancaman adiknya, ingin segera keluar dari rumah itu.
“Baiklah, aku akan pergi, jadi tolong, turunkan kaki mu,” pinta Fi.
“Baiklah!” Dewi pun menurunkan kakinya dari punggung Fi.
Fi perlahan bangkit, harapannya pun pupus untuk mendapatkan uang.
Air matanya mengucur karena merasa hidupnya sangat menyedihkan. Meski begitu, Fi masih berusaha untuk yang terkahir kalinya.
”Wi, ku mohon, hiks... aku sangat butuh uang untuk biaya hidup ku, ibu dan juga keponakan mu, apa kau tak kasihan pada kami? Aku takkan melapor kemana pun jika kau mau bermurah hati Wi, hiks...” tangis kesedihan Fi pecah.
Dewi tertawa getir, “Jual saja dirimu kalau butuh uang, atau jual ginjal mu, lumayan kan, dapat milyaran, xixixixi!” Dewi tertawa cekikikan.
Karena tak mendapatkan apapun, Fi memutuskan untuk keluar dari rumah suaminya.
Ketika Fi mulai berjalan, Dewi melihat kaki kakaknya yang pincang. Dewi yang jahat mengikuti kakaknya yang akan keluar dari rumah Asir, dengan meniru cara kakaknya berjalan.
“Sekarang kau pincang kak? Ehm, sungguh malang nasib mu ya kak, dosa apa sih yang kau lakukan? Sampai-sampai Tuhan juga mengutuk mu? Lihat aku, meski kau bilang aku jahat ini dan itu, Tuhan masih memberkahi hidup ku, bukankah itu artinya, aku masih lebih baik di banding kau kak di mata Tuhan?”
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Ratna Ningsih
cerita ini ko jelek banget masa di siksa ga lapir polisi klu bikin cerita ga gini amat ko ada seorang adik dn suami kejam
2025-01-08
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Kasihan nasib Fi udh pincang
2024-07-21
0
Nikmah Nikmah
lanjut
2023-07-25
0