“Ibu tidak mau, memberi ku uang bu.” suara Fi kian redup, ia bingung harus membayar dengan apa.
Kemudian Yuri terpikir dengan cincin emas yang ada di jemarinya.
“Jual ini saja nak,” ucap Yuri.
“Jangan bu, itukan perhiasan ibu,” Fi menolak pemberian Yuri.
“Tidak apa-apa nak, maaf ibu tidak bisa membantu banyak, tapi semoga ini cukup, karena hanya ini yang ibu miliki.” Yuri melepas cincin emasnya, lalu meletakkan ke telapak tangan putrinya.
“Apa maksud ibu mengatakan satu-satunya? Bukannya aku selalu rutin memberi ibu dan Dewi uang selama ini? Aku juga memberi banyak ibu perhiasan, apa ibu menjualnya?” Fi makin penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.
“Ibu hanya dapat uang makan pas-pasan dari Dewi, dan perhiasan yang kau beri, ibu berikan pada adik mu, karena dia bilang, kebutuhan kuliahnya sangat besar.” Yuri pun menjelaskan situasi yang sebenarnya.
“Apa? Pada hal aku selalu membayar uang kuliah dan kebutuhannya yang lain, tega sekali dia tak memberi uang yang ku titipkan pada ibu!” Fi sangat menyesal karena pernah mempercayai adiknya.
“Sabar Fi, semua sudah terlanjur, kau tunggulah disini, ibu akan menjual cincin ibu dulu.” meski merasa tak enak, namun Fi tak bisa berbuat apapun, sebab ia sendiri tak memiliki apa-apa.
30 menit kemudian, Yuri kembali dengan membawa uang sebesar 12 juta rupiah.
“Hanya ada 12 juta, bagaimana Fi?” tanya Yuri.
“Ya sudah bu, kita bayar seadanya saja.” kemudian Fi dan Yuri menuju kasir.
“Maaf bu, kami hanya punya uang 12 juta, apa kekurangannya bisa menyusul?” tanya Fi dengan polosnya.
“Maaf bu, itu tidak ada dalam prosedur rumah sakit ini,” terang petugas kasir.
“Jadi gimana enaknya bu? Kami benar-benar tak punya uang lagi.” Fi meminta solusi dari si petugas kasir.
“Begini saja. Ibu bayar biaya rawat inap ibu saja, totalnya 11.959.000 rupiah, untuk obat, ibu bisa tebus nanti kalau sudah punya uang, atau di apotik lain juga bisa bu, yang jelas, sebelum ibu pulang, biaya kamar harus lunas.” Fi menghela nafas panjang mendengar penjelasan sang petugas kasir.
“Sudah, bayar saja, lagi pula memang kau wajib bayarkan?” ucap Yuri.
“Iya bu.” akhirnya Fi membayar biaya rumah sakitnya.
Setelah itu, mereka keluar dari rumah sakit tersebut tanpa membawa obat untuk Fi minum sesuai anjuran dokter. “Bu, aku akan pulang ke rumah ibu mertua.” Fi meminta izin pada ibunya.
“Iya nak, titip salam pada bu Alisyah.” sebelum berpisah, Yuri memeluk putrinya.
Kemudian Fi berangkat ke rumah sang mertua dengan menggunakan angkutan umum.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, ia pun sampai di depan gerbang rumah mertuanya.
Ia pun turun dari dalam angkot, kemudian menyebrang jalan dengan sangat lambat. Karena kakinya yang sakit belum sembuh.
Satpam penjaga gerbang yang mengenalinya langsung membuka gerbang dan mempersilahkannya masuk.
“Assalamu'alaikum.” Fi mengucap salam saat memasuki rumah sang mertua yang pintunya terbuka lebar.
Emir yang sedang berada di ruang tamu melihat kehadiran Fi.
“Mama! Hiks!” Emir dengan berlari kencang mendatangi Fi yang berada di pintu.
“Emir!” Fi pun berlutut untuk memeluk anaknya.
“Mama kok pulangnya lama? Emir rindu, hiks...” Emir memeluk Fi dengan sangat erat.
“Maaf ya sayang, mama baru datang sekarang.” Fi menepuk-nepuk punggung Emir.
“Akh, jangan pegang ma, sakit!” Emir meringis menahan nyeri di punggungnya.
“Maaf ya sayang.” Fi yang penasaran akan tubuh Emir menyingkap bajunya.
“Astagfirullah.” Fi syok ketika melihat lebam di punggung Emir.
“Mama tahu enggak?” Emir melepas pelukannya dari sang ibu.
“Apa nak?” sahut Fi dengan menahan air matanya.
“Andri, bibirnya mencong ke kiri ma.” penurutan dari Emir membuat Fi ingat saat suaminya menampar si kecil Andri.
Apa mungkin sistem sarafnya jadi terganggu? batin Fi.
Kemudian Alisyah datang dengan menggendong Andri.
“Dia sudah ku bawa ke dokter syaraf, nanti juga sembuh,” ucap Alisyah.
“Terimakasih banyak bu.” Fi sangat bersyukur, setidaknya mertuanya masih perhatian pada anak-anaknya.
“Untuk apa kau kemari?” tanya Alisyah dengan memendam rasa kesal pada menantunya.
“Aku ingin tinggal disini bu.” karena anak-anaknya berada di rumah mertuanya, Fi pun memutuskan untuk menatap disana.
“Enak saja, tidak bisa! Kembali kau ke rumah suami mu, urus rumah tangga mu dengan benar, memangnya kau dan Asir sudah cerai?”
“Tapi bu, bukankah ibu sudah dengan sendiri, kalau mas Asir telah mengusir ku dan tak menginginkan aku lagi?” Fi mengingatkan sang mertua akan kata-kata suaminya satu hari yang lalu.
“Aku tak perduli, itu bukan urusan ku, kalau masalah Andri dan Emir, biar ku tangani, tapi kalau soal dirimu, maaf saja ya! Keluar dari rumah ku, kau dan adik mu hanya akan membawa sial untuk ku, kalau kalian lebih ama disini!” Alisyah mengusir menantunya dengan kasar. Ia terlanjur benci pada kedua kakak beradik itu, karena Fi dan Dewi memiliki kekurangan masing-masing di mata Alisyah.
“Nenek, jangan usir mama, mama enggak boleh pergi!” Emir menangis saat tahu ibunya akan pergi.
Oek... Andri pun ikut menangis saat melihat abangnya menangis.
“Tutu, tutu!” Andri kecil menangis seraya membuka lebar tangannya pada Emir.
Kemudian Fi pun bangkit dari dari lantai, dan berjalan menuju Andri.
Alisyah yang melihat kaki menantunya pincang tersentak.
“Sekarang kau cacat? Ya Tuhan, apa yang bisa di lihat darimu kalau begitu Fi? Wajah mu hancur, kaki mu pincang, ini sih sudah jelas kau akan di ceraikan, sebaiknya kau kembali ke rumah mu, jual barang-barang yang bisa menghasilkan uang, kemudian lalukan operasi plastik, dan juga berobat ke spesialis khusus, agar kaki mu normal, ku ingat dulu aku memberi mu emas yang banyak sebagai hadiah karena telah melahirkan Emir, ayah mertua mu juga membelikan mu berlian dengan harga milyar, ku rasa itu cukup menyulap wajah mu, agar cantik kembali, dan juga lupa, operasi kulit juga, agar Stretch mark mu hilang! Ku yakin kalau kau cantik lagi, Asir masih mau menerima mu, andaikan tidak, kau masih bisa mencari pria lain di luar sana yang lebih baik dari anak kurang ajar itu!” Meski Alisyah membenci menantunya, tapi ia juga tak membela anaknya yang memiliki sikap buruk.
“Tapi bu...” Fi masih trauma jika kembali ke rumah suaminya.
“Keluar kau! Selesaikan urusan mu dengan Asir!” Alisyah terus mendesak Fi agar pergi dari rumahnya.
“Baiklah, tapi biarkan aku menyusui Andri bu.” Fi tak tega melihat si bungsu yang menangis karena meminta asinya.
“Nanti saja, lagi pula Andri baru saja minum susu formula, kau pergilah!”
“Tutu... tutu... hiks..” tangis Andri semakin keras, saat keinginannya tidak di penuhi.
“Nenek! ade nangis! Dia mau susu mama!” Emir begitu marah pada neneknya, yang bersikap kasar pada ibunya.
”Reni! Bawa Emir ke kamarnya.” titah Alisyah pada Art nya.
“Baik nyonya. Ayo tuan, kita ke kamar.” Reni pun membujuk Emir untuk ke kamar.
“Nenek jahat! Emir benci nenek!” putra sulung Fi pun menangis seraya kembali ke kamarnya
“Dasar cucu enggak tahu diri, makin lama sikapnya mirip seperti ayahnya, si kurang ajar itu!” pekik Alisyah.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
N Wage
itu si merrua lucknut juga ya...
gak kasihan apa lihat kondisi menantunya.dia kan juga perempuan masa gak ada simpati dan empati sedikitpun.
ya ampun😢
2023-01-13
0
Ghiie-nae
semuanya gak ada akhlak... huhft
2022-07-26
5
Lestari
keluarga g ada ahklak semua g anak g ibu aama sama bengis
2022-07-06
2