“Di ladang siapa?” tanya Fi.
“Pak RT, dia memetik cabai, katanya lumayan, selain dapat upah, dapat cabai gratis 2 kg perorang.” terang Dewi.
“Oh, begitukah?” kemudian Fi masuk ke dalam kamar yang di tempati mereka bertiga untuk menaruh tasnya.
Setelah itu ia keluar dan duduk di sebelah adiknya yang sedang bermain handphone jadul tanpa kamera dan internet.
“Apa kau sudah masak?” tanya Fi, sebab hari sudah mendekati senja.
“Belum, tunggu dia pulang,” ujar Dewi.
“Astaga Wi, kau masih saja malas, kasihan ibu, sudah kerja harian di ladang orang, kau malah tak bisa membantunya, harusnya kau masak Wi, kalau ibu sudah pulang, bisa langsung makan, kalau ibu sampai sakit, kau juga yang rugi, karena enggak bisa pergi sekolah.” Fi menasehati adiknya yang tak mau mengerjakan pekerjaan rumah.
“Aku malas kak, pulang sekolah aku lelah, aku juga harus mengerjakan PR, lagi pula biarkan dia yang melakukan semuanya, itukan perannya seorang ibu?” Dewi yang nakal tak pernah merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan.
“Astaghfirullah, kau ini!” Fi yang malas berdebat bangkit dari duduknya menuju dapur yang tak punya sekat dari ruang tamu sempit yang mereka miliki.
Fi pun melihat ke dalam baskom kecil tempat biasa mereka menyimpan nasi setelah di masak dalam panci.
“Kosong.” ia pun melihat ke arah sang adik yang masih sibuk mengutak-atik handphonenya.
“Dasar nakal, tak pernah berubah,” gumam Fi.
Ia yang masih lelah dari perjalanan panjangnya menguatkan diri untuk memasak nasi.
Ketika ia membuka toples berukuran 5 kg yang jadi penyimpanan beras, ternyata isinya bersih, tal tersisa satu biji beras pun.
“Ya Allah.” melihat kemelaratan kelurganya, ia semakin yakin untuk menerima lamaran Asir. Fi berharap setelah menikah, ia dapat menyisihkan sedikit uang belanja untuk keluarga kecilnya.
Kemudian Fi mengambil dompet yang ada dalam sakunya.
“Ck, sisa 20.000, hanya cukup ongkos ke kampus. Tapi kalau aku enggak beli beras, kami enggak akan makan.” setelah penuh pertimbangan, Fi pun memutuskan untuk membeli berasal 1 kg dengan harga yang paling murah, yaitu Rp 8500.
Setelah itu, si gadis cantik mulai memasak dengan menggunakan tungku berbahan bakar kayu.
Karena tak ada lauk yang akan di masak, Fi beranjak ke belakang rumah untuk memetik daun ubi.
Fi tak pernah mengeluh akan kehidupan keluarganya, namun bukan berarti ia tak ingin merubah takdirnya.
Gadis cantik itu pun merebus daun ubi yang baru saja ia petik.
Pukul 19:00, Yuri pulang, “Assalamu'alaikum,” ucapnya seraya masuk ke dalam rumah.
“Wa'alaikum salam.” sahut kedua putri sambungnya.
“Ibu sudah pulang?” Fi menurunkan tas berbahan karung milik ibunya.
“Iya nak, ibu pikir kau tak pulang.” ucap Yuri seraya duduk untuk mengambil nafas.
“Alhamdulillah, aku di kasih libur 2 hari bu dari restoran tempat ku bekerja,” terang Fi.
“Tumben kau libur 2 hari, ada apa nak? Apa kampus mu tak ada pelajaran?” tanya Yuri penuh selidik, karena tak biasanya Fi libur kerja selama itu.
“Aku memang sengaja minta libur dua hari, karena kalau ibu mengizinkan, teman ku akan berkunjung kemari bu.”
“Teman? Siapa itu?” Yuri terengah, karena tak biasanya Fi membawa siapapun ke rumah gubuk mereka.
“Pacar ku bu.” ucap Fi.
“Hah?!" Yuri dan Dewi tercengang, pasalnya mereka tak menyangka, seorang Fi anak miskin yatim piatu yang selama ini di bully karena tak memiliki apapun di cintai seorang pria.
“Kau serius nak? Memangnya ada yang suka pada mu?” tanya Yuri memastikan, sebab ia sungguh tak percaya dengan yang di katakan putri sambungnya.
“Iya, apa itu benar? Mana mungkin dia menyukai mu kak? Atau kau berbohong, mengatakan kau anak orang kaya?” timpal Dewi.
“Mana mungkin aku begitu, dia datang kesini untuk melamar ku, jika ibu mengizinkan.” Yuri dan Dewi syok, kabar baik itu terlalu mengejutkan bagi mereka.
“Pacar mu ingin melamar mu?” netra Yuri membelalak.
“Kau yakin kak? Jangan-jangan dia itu cuman bercanda lagi,” ujar Dewi.
”Dia serius bu, Wi, aku sudah cerita tentang kondisi keluarga kita, tapi dia terus memaksa, agar aku menerima lamarannya, makanya aku pulang sekarang, ingin meminta pendapat ibu,” terang Fi.
”Siapa dia? Darimana asalnya, dan apa agamanya?” Yuri bertanya dengan detail.
“Namanya Asir, alumni dari universitas ku, kami bertemu saat dia datang ke kampus untuk mengambil izajah, usianya 25 tahun, tinggi 175 cm, dan dia berasal dari kalangan orang kaya, agama Islam.” mendengar kata kaya Dewi langsung antusias.
“Terima.” ucap Dewi yang ingin menikmati kekayaan kakaknya bila jadi menikah dengan Asir.
“Tunggu, biarkan Fi menyelesaikan ceritanya,” ucap Yuri.
“Apa sih kau! Jangan coba-coba untuk menghentikan kakak ku menikah dengan laki-laki itu!” Dewi memarahi ibu sambungnya.
“Wi, kenapa harus emosi sih? Kau harus gunakan sopan santun mu pada ibu!” Fi menegur adiknya yang sangat kasar.
“Dia bukan ibu ku, melahirkan anak saja tak bisa, apa pantas di panggil I-bu?!” ucap Dewi.
“Sudah-sudah, lanjutkan cerita mu.” Yuri mencegah Fi untuk memarahi Dewi, karena jika di ladeni, Dewi takkan mau kalah debat.
“Dia anak tunggal, dan ingin segera menikah.”
“Ibu tidak setuju, karena kau masih kuliah, pikirkan masa depan mu nak, dan kau juga masih sangat muda, cita-cita mu masih panjang.” Yuri tak memberi restu pada putri sambungnya.
“Jangan dengarkan dia kak, lagi pula setelah kau lulus kuliah, kau juga harus menikah dan mengurus anakkan? Kalau kau menolak pacar mu, ku yakin kau akan menyesal, karena kau takkan menemukan lelaki kaya bila kau berniat mencarinya, rezeki yang datang pada mu, namanya kebetulan, jika di tolak, kau takkan mendapatkannya untuk kedua kalinya.” Dewi mempengaruhi sang kakak agar mau menerima lamaran Asir.
“Kaya juga belum tentu baik, apa lagi setelah dia melihat rumah kita, yang ada dia akan seenaknya berbuat dan merendahkan kita,” terang Yuri.
Dewi yang emosi menarik rambut ibu sambungnya, “Jangan berburuk sangka mandul!”
“Dewi! Kau makin hari semakin menjadi-jadi, kalau tak ada ibu, kau takkan bisa apapun! Jangan sampai ibu meninggalkan kita karena tingkah kasar mu!” pekik Fi.
“Pergi saja, aku juga tak butuh wanita tua pembawa sial ini!” Dewi melepas rambut Yuri.
”Astaghfirullah.” Fi mengelus dada atas perbuatan adiknya.
“Sudahlah nak, ibu tak apa-apa, kalau kau tanya pendapat ibu, sebaiknya kau tolak, lanjutkan kuliah mu nak, baru kau cari kerja, kalau ada yang melamar mu dengan orang sederhana seperti kita terima saja, karena berjuang bersama lebih baik, dari pada datang terima beres, tapi kalau kau tetap ingin, ibu tak bisa mencegah, karena bisa jadi, pendapat ibu juga salah.” terang Yuri.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Alanna Th
ooo, memang sjk lama tuh dewi kurang ajar. aq paling sabar nunggu azab thd tokoh" nt yg jahat 👍😘😍😂🤣
2023-06-05
0
Arni
pengen ku cekek ja dewi ni kurang ajar skali
2023-03-05
0
Ghiie-nae
bagus Mak...lanjuut ya...
2022-07-25
1