Fi pun beranjak ke ruang makan, setelah wanita malang itu selesai makan, ia menuju ke kamar kedua putranya.
Pintu kamar yang terbuka membuat Fi dapat mendengar suara tangisan Andri, ia pun bergegas masuk ke dalam kamar.
“Nak, anak mama...” Fi meminta anaknya dari gendongan suster.
“Sstt sstt.. mama disini nak, mama disini...” Fi memeluk putranya dengan erat.
Namun karena wajah bengkak Fi belum sembuh, Andri tak dapat mengenali ibunya.
Hiks..!!
Tangis bayi kecil itu pecah, karena takut pada wajah Fi yang menakutkan.
Lalu Emir yang terlelap bangun dari tidurnya. “Mama sudah pulang?” Emir pun bangun dari ranjang.
“Iya sayang.” sahut Fi yang sibuk memberi Andri asinya, namun Andri kecil terus mendorong tubuhnya.
Emir, sang abang yang begitu menyayangi adiknya membuka kedua tangannya.
“Berikan Andri pada ku ma, aku akan memeluknya biar enggak nangis lagi.” karena Fi tak dapat menenangkan putranya, ia pun memberikan Andri ke pelukan Emir.
“Ade... jangan nangis lagi ya, mama kan sudah disini, ini mama.” Emir menunjuk ke arah ibunya yang duduk di atas ranjang.
“Nda... bukan mama... mimi... Mimi... hiks... mimi mama...” Andri kecil menangis seraya meminta susu ibunya.
“Ini mama ade, ade enggak boleh gitu, rindu mama kan? Mama lagi pakai masker, makanya wajahnya jadi jelek.” kemudian tangis Andri pun mereda. Dan melihat ke arah Fi.
“Mama?” ucap Andri.
“Iya, mama, ayo kita peluk mama.” Emir pun menyerahkan kembali adiknya pada Fi, kemudian Emir memeluk ibunya, begitu pula dengan Andri.
“Mama... Andli lindu..” suara lucu yang keluar dari mulut putranya membuat Fi menangis, pasalnya, bibir mungil putranya mencong ke kiri.
“Ayo de, minum susu ya.” Berkat bujukan dari Emir, Andri mau meminum asi Fi.
Andri yang menghisap susu ibunya begitu rakus, seolah tak di beri minum selama 1 bulan.
”Mama, papa masih marah ya pada kita?” pertanyaan dari Emir membuat Fi bingung untuk menjawab apa.
“Ehm, itu... ya, papa masih marah.” dengan berat hati Fi mengakuinya.
“Papa kok jadi jahat ya ma? Pada hal dulu baik sama kita, apa mungkin ini karena tante Dewi?” ucap Andri yang seolah tahu sesuatu.
“Enggak kok nak, ini karena papa lagi kacau saja pikirannya.” meski suami dan adiknya berbuat jahat padanya, namun Fi tak ingin, jika putranya membenci sang ayah dan adiknya. Fi juga tak ingin membebani pikiran putranya yang mungkin saja trauma pada apa yang ia lihat kemarin.
“Mama pasti enggak tahu kalau tante tertawa saat mama di pukul papa, dan aku juga pernah lihat papa dan tante tidak pakai baju di kamar, mereka main kuda-kudaan.” pengakuan Emir membuat mata Fi membelalak.
“Nak, kapan kau lihat itu?” tubuh Fi bergetar, ia tak menyangka putranya tahu banyak mengenai adik dan suaminya.
“Dari kapan ya ma? Emir lupa soalnya, papa dan tante bilang pada ku, kalau mereka hanya main-main, papa juga bilang, kalau tante sedang mengobati papa, karena mama enggak bisa memijat papa kalau masuk angin.” Fi hampir pingsan mendengar penjelasan Emir.
Di usia putranya yang masih dini, sudah melihat sang ayah bercinta dengan saudari ibunya sendiri.
Fi tak tahu harus berkata apa pada Emir, sebab yang Emir lihat bukanlah hal yang bisa di jelaskan secara gamblang.
“Oh, begitu ya nak.” Fi memijat pelipisnya yang terasa pusing.
“Mama, Emir enggak mau lagi ketemu papa, Emir takut kalau nanti papa memukul ku atau Andri lagi.” ternyata Emir merasa traumal dengan apa yang ayahnya lakukan.
“Iya nak.” tak ada yang dapat Fi katakan pada anaknya. Karena menjelaskan yang sebenarnya pada Emir hanya percuma, sebab Emir belum mengerti perihal orang dewasa.
Malam itu, Fi dan kedua anaknya tidur bersama.
Keesokan harinya, Fi bangun dari tidurnya, kemudian ia membersihkan kamar anaknya. Setelah itu, ia memandikan Emir dan Andri secara bergantian.
Setelah kedua anaknya rapi, ia pun keluar dari dalam kamar.
“Cucu nenek sudah ganteng...” Alisyah yang kebetulan di ruang tamu menggendong Andri.
“Kami sudah mandi nek, nenek sudah mandi belum??” tanya Emir.
“Belum, nenek mandinya itu siang, bukan pagi, hehehe...” Alisyah mencium kening Emir.
“Jangan cium! Nenek bau!” Andri meledek neneknya.
Meski masalah menimpah dirinya, namun Fi masih bisa tersenyum berkat anak-anaknya yang lucu.
_____________________________________
Dewi dan Asir yang sedang bersantai di datangi pengacara pribadi mendiang ayahnya.
“Permisi tuan, pengacara mendiang ayah tuan ada disini,” ucap Wina.
“Benarkah?” Asir pun berdiri dari duduknya, untuk menyambut tamu penting tersebut.
“Selamat pagi pak Asir.” Ridho sang pengacara pribadi Reno, menjabat tangan Asir.
“Pagi juga pak.” Asir menerima jabatan tangan Ridho.
“Maaf pagi-pagi datang mengganggu waktu luangnya.” mata Ridho beralih pada Dewi yang duduk santai tak menjabat dirinya.
“Tidak masalah pak, silahkan duduk.” Asir mempersilahkan Ridho duduk.
Ridho pun duduk di sofa yang ada di hadapan Asir dan Dewi.
“Bu Fi mana pak?” tanya Ridho, karena ia tak menemukan nyonya rumah tersebut dimana-mana.
Dewi yang tak suka pengacara itu menanyakan kakaknya memutar mata malas.
“Dia lagi pulang ke rumah mertua ku pak,” ucap Asir.
“Oh, lalu, siapa wanita ini?” Ridho sangat penasaran dengan Dewi.
“Dia...”
“Saya calon istrinya!” Dewi memotong perkataan Asir yang belum selesai.
Sang pengacara menatap aneh dan tak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Bukan pak, ini adik ipar saya.” pengakuan dari Asir membuat netra Dewi membelalak. Ia sungguh tak suka Asir menyembunyikan hubungan mereka.
“Begitukah pak?” Ridho mengangguk penuh makna.
“Oh ya, ada perlu apa bapak kemari?” Asir merasa penasaran akan kedatangan sang pengacara yang begitu tiba-tiba tanpa memberi tahu apapun.
“Saya kemari, untuk membacakan dokumen surat warisan dari mendiang pak Reno.” Dewi dan Asir mengernyitkan dahi bersamaan, pasalnya, setahu mereka, Asir adalah pewaris utuh dari semua harta yang di miliki ayahnya.
“Maksudnya bagaimana ya pak?” tanya Asir.
“Maka dari itu, saya butuh bu Fi dan kedua anak bapak disini, agar sama-sama mendengar putusan yang di buat mendiang sebelum ia meninggal, dan surat-surat ini sudah di notariskan dan juga sudah di sahkan dalam pengadilan,” terang Rhido.
“Bapak bacakan saja sekarang, nanti saya akan memberitahu anak dan istri saya,” pinta Asir.
“Sebaiknya bu Fi dan anak-anak di suruh pulang saja pak, saya bersedia menunggu,” ucap Ridho.
“Tapi istri saya baru pergi, bapak bisa memberitahu saya terlebih dahulukan?” Asir semakin penasaran dengan isi surat tersebut.
“Betul, bacakan sekarang apa susahnya pak? Nanti kalau mereka datang, ya tinggal bacakan ulang.” Dewi begitu kesal dengan pengacara mendiang mertua kakaknya.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Liana Yuberta
kalau aku jd fi kubalas laki 2seperti itu,itu bukan manusia tapi lebih dr binatang🤬🤬🤬 masa darah daging sendiri dibuat seperti itu,
2022-08-02
2
Ghiie-nae
aku bacanya kesal banget Mak...
sadis ceritanya...mungkin di dunia ini juga ada orang yang kejam seperti mereka.
2022-07-27
1
Lestari
hartanya jatuh ketangn fi dan anak anknya, mamvus kau asir
2022-07-06
2