Ridho yang telah selesai dengan urusannya, bangkit dari duduknya.
“Saya akan menelepon bu Fi langsung, agar dia juga mengetahui isi surat ini.” sebelum pergi, Ridho mengambil kembali surat warisan yang di lempar Asir ke lantai.
Setelah itu, sang pengacara setia itu pun keluar dari rumah Asir.
“Sial!!” teriakan Asir menggelegar ke seluruh ruangan yang ada di rumah itu.
“Sabar mas...” Dewi mengusap punggung Asir.
“Sabar kau bilang? Hah?! Ini masalah gawat, kau tahu!” Asir membentak Dewi.
“Aku tahu mas, tapi kau tak perlu marah-marah, kita pikirkan baik-baik, apa yang harus kita lakukan.”
“Haah! Ini juga karena mu yang tak bisa melihat situasi, asal umbar kemesraan dimana-mana.” karena merasa putus asa, Asir melimpahkan semua kesalahan pada Dewi.
“Mas! Kenapa kau jadi menyalahkan ku? Bukankah itu salah ku? Karena merokok di mobil? Dan juga papa mu saja yang lebay, hanya karena melihat kita bermesraan, dia jadi buruk sangka, harusnya dia tanya, kenapa kau mencintai ku, bukan malah memutuskan hal besar dengan gegabah!” Dewi menyalahkan Reno atas kesalahan yang mereka perbuat.
“Kau benar, papa dari dulu memang tak sayang pada ku, dan sekarang di malah membuat ku jadi gembel, dasar orang tua jahanam! Mama juga begitu, tak pernah membela dan mendukung apapun yang ku lakukan! rasanya aku ingin sekali menghajar mama, tapi sayang, dia orang tua yang telah melahirkan ku, makanya aku tak bisa memberinya pelajaran.” Asir mengatakan keinginan hatinya yang ingin menyiksa sang ibu.
“Iya, aku juga tak suka pada ibu mu, dia cerewet, kalau bicara selalu sembarangan, dia tak pernah menghargai mu atau aku, kalau aku jadi kau mas, ya kalau mau hajar, ya tinggal hajar, toh tante memang salahkan? Kalau kau terus membiarkan dia, dengan apa yang menurutnya benar, dia akan semakin kurang ajar dan melunjak! Ku yakin, tante ada campur tangan soal warisan ini mas.” Dewi mempengaruhi Asir yang pikirannya tak stabil.
“Apa menurut mu begitu?” Asir bertanya untuk memastikan.
“Kalau tante tak kasih dukungan, mana mungkin om bisa melakukannya dengan mudah, om juga takkan meneruskan, jika tante melarang. Orang tua mu memang luar biasa mas, ini sih yang untung istri buruk rupa mu itu mas.” Dewi terus mengipas bara api dalam hati Asir.
“Kau benar, lalu aku harus bagaimana?” Asir meminta solusi pada Dewi.
“Jemput anak-anak mu kembali mas. Kalau bisa, sebelum kakak tahu isi surat warisan itu, kita harus menahan anak-anak. Dan saat ini kau kan presiden direktur, dan kau masih bisa mengolah keuangan kan? Untuk mereka dewasa itu masih lama, perlahan kita bujuk mereka untuk mau menyerahkan kembali seluruh harta itu menjadi atas nama mu mas.” solusi dari Dewi, masuk akal bagi Asir.
Asir merasa lebih tenang, karena telah memiliki bayangan, untuk melakukan langkah apa.
“Ayo!” Asir bangkit dari duduknya.
“Kemana mas?” tanya Dewi seraya mendongak.
“Ke kamar, bercinta adalah solusi dari segala masalah!” Asir menarik tangan Dewi.
Keduanya pun menuju kamar untuk menyalurkan hasrat mereka yang telah memuncak.
________________________________________
Fi yang baru selesai makan menuju teras, dengan menggendong Andri.
Ia pun menyapa mertuanya yang baru keluar dari kamar dengan pakaian rapi.
“Ibu mau kemana?” tanya Fi.
“Mau ketemu teman-teman SMA ku, tolong jangan terlalu liar di rumah ini, karena kau tahu sendirikan, setiap sudut ruangan ada cctv? Jadi jangan coba-coba mencuri barang-barang yang ada di rumah ini.” Alisyah sungguh takut, jika menantunya yang miskin, mengambil barang-barang mahal dari dalam rumahnya.
Fi sendiri sangat tersinggung dengan apa yang di katakan mertuanya. Namun apa daya, ia sendiri menumpang di rumah mertuanya, jika membantah atau membelah diri, hanya akan membuatnya merugi.
“Iya ma, saya tidak akan jauh dari kamar anak-anak.”
“Baguslah, awas ya! Kalau ada yang hilang, berarti pelakunya adalah dirimu!” pekik Alisyah.
”Iya ma.” Fi tak bisa berkata lain selainnya iya.
“Mama pergi.”
“Baik ma, hati-hati di jalan.” setelah mertuanya pergi, Fi menghela nafas panjang.
Sungguh ia merasa tercekik, tiap kali ada di sebelah mertuanya.
Fi yang ingin ke teras mengurungkan niatnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar.
Sore harinya, Asir datang ke rumah orang tuanya bersama Dewi.
Asir yang melihat Emir bermain mobil-mobilan di ruang tamu, mendatangi anaknya.
“Nak, apa kabar?” suara Asir yang begitu familiar di telinga Emir. Membuat si kecil Emir berteriak.
“Mama! Tolong Emir!” Emir yang takut pada ayahnya langsung bangkit dari duduknya dan berlari ke dalam kamar.
Ceklek!
Dengan tergesah-gesah, Emir membuka pintu. Sebelum anak tampan itu sempat mengunci pintu, Dewi mendorong pintu kamar Emir dan Andri dengan keras, sehingga Emir terjatuh ke ke lantai.
“Emir!” Fi yang baru keluar dari kamar mandi bersama Andri, melihat anaknya yang menangis seraya terduduk di lantai.
“Apa kabar, kakak buruk rupa?” Dewi melambaikan tangannya pada Fi.
“Untuk apa kau kemari?” tanya Fi dengan mata membelalak.
“Untuk menjemput anak- anak mu.” sahut Asir yang datang menyusul ke kamar.
Fi merasa panas dingin dengan kehadiran Keduanya yang begitu tiba-tiba, terlebih mertuanya tak ada di rumah.
”Cepat, pakaikan baju Andri, karena kami harus segera pulang,” ucap Dewi.
”Tidak bisa! Untuk apa kau mengambil anak ku?!” pekik Fi.
Emir yang bangkit dari lantai, berniat menuju ibunya, namun Dewi yang cekatan memegang bahu Emir.
“Mau kemana nak? Ikut tante ya... nanti tante beli mainan yang banyak.” Dewi membujuk Emir agar mau ikut dengannya.
“Enggak mau! Tante jahat! Papa juga jahat!” Emir menolak keras ajakan Dewi.
“Ya ampun, sejak kapan kau melawan pada tante?” Dewi mencubit pipi Andri.
”Hentikan!” Fi memukul tangan Dewi yang sedang mencubit anaknya.
Lalu Fi menyembunyikan Emir di belakangnya. “Anak-anak akan bersama ku, kalian pergilah, nikmati Kebahagiaan kalian!” Fi mengusir pasangan yang telah berhasil menghancurkan hidupnya.
“Kami akan pergi, kalau Emir dan Andri ikut!” Asir mengambil paksa Andri dari gendongan Fi.
“Jangan mas!” Fi berusaha merebut Andri kembali.
Andri yang ingat akan Asir, mulai menangis kembali.
“Hiks... mama... tatut nda mau (takut enggak mau), hiks...” Andri menangis ketakutan.
“Ini papa nak, ikut papa ya.” suara Asir yang begitu dekat dengan telinga Andri, membuat Andri makin ketakutan.
Andri menangis semakin histeris. “Mas! Tolong kembalikan Andri.” Fi memohon seraya menahan air matanya.
”Merawat dirimu saja kau tak bisa, bagaimana kau akan merawat mereka? Apa kau bercanda?” Asir menatap jijik pada istrinya.
“Tapi mas lihat sendirikan? Mereka tak mau ikut.” Fi kembali mengambil Andri dari gendongan Asir.
Dewi yang marah kakaknya tak bisa di ajak kerja sama menampar keras wajah kakaknya.
Plak!! Tenaga penuh yang Dewi berikan membuat Fi merasakan pegal di pipinya.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
cerita yang lembab lagi membosankan dengan sikapnya Fi yang lemah lagi goblok. benci banget Aku sama Thor.
2023-01-31
1
Sukma Yanti
memang ni manusia 2 latnut bener.
2022-12-20
0
lina
😍
2022-08-05
1