“Jangan dengarkan wanita tua ini kak, yang berjuang bersama saja belum tentu setia, kakak pasti banyak dengar cerita, waktu gembel sama-sama, meningkat sedikit, suami cari yang baru. Enggak usah jauh-jauh deh, si Siti saja contohnya, awalnya suaminya hanya guru honorer, dia pun membantu jualan gorengan keliling, pas si Tono sudah di angkat jadi PNS, si Siti langsung di selingkuhi, hasilnya apa? Hah?! Si Siti syok, struk! Pas di rumah sakit, si Tono bawa selingkuhannya dan bilang pada si Siti, ini adalah penggantian mu, hahaha... lucunya si Siti langsung kejang-kejang dan berpulang ke Rahmatullah.” Fi menjadi ragu antara mau mendengar pendapat ibu atau adiknya.
“Wi... Dewi...” Yuri geleng-geleng kepala.
“Contoh yang paling dekat, ayah dan ibu kita, sama-sama miskin, mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi, tapi sampai akhir hayat, tetap menyedihkan, sudah di ganti dengan si mandul pun tak ada perubahan, malah makin parahkan kak? Hidup itu harus realistis, si mandul bisa ngomong ini dan itu karena tak punya anak, coba kalau punya, apa enggak stres mikirin susunya, makannya, popoknya dan lain-lain. Apa pendapat lu salah kak?” Dewi memegang pundak Fi.
“Tolong terima, aku juga rindu makan enak, walau hanya sekedar ikan asin, aku lelah, kalau mau makan ikan harus tangkap ke sungai, jika kau tak mau, biar aku saja yang menikah dengannya, aku rela putus sekolah, asal bisa hidup enak.” terang Dewi.
“Dewi, apa menurut mu aku harus terima? Aku baru mengenalnya 2 bulan, aku takut salah pilih,” ungkap Fi.
“Begini saja, untuk memastikan dia orang baik, telepon dia, katakan padanya, jika serius pada mu, dia kasih rumah layak untuk kita tinggali, dan jangan ia menghentikan mu kalau ingin memberi uang pada kami.” usulan dari sang adik jelas di tolak oleh Fi.
”Kau gila ya, belum nikah saja aku sudah minta itu? Aku enggak mau!”
“Benar, jangan Fi, kau terlihat matre kalau begitu,” ujar Yuri.
“Ku bilangkan untuk memastikan, kalau dia tak mau, berarti dia tak cocok di jadikan suami, aku pun takkan memaksa mu untuk menikah dengannya, lagi pula kau wajib mengujinya sebelum jadi.” Fi yang lugu akhirnya menyetujui usulan adiknya.
Ia pun mendial nomor sang kekasihnya dengan telepon genggam jadulnya.
Halo, assalamu'alaikum mas. 📲 Fi.
Walaikumsalam Fi, bagaimana, apa kau sudah cerita pada ibu mu? 📲 Asir.
Sudah mas. 📲 Fi.
Lalu? Apa kata mereka Fi? 📲 Asir.
Jika kau mau memberi kami rumah, serta tak menghentikan ku untuk membantu kebutuhan keluarga ku sehari-hari, maka mereka akan mengizinkan aku menikah dengan mu.📲 Fi.
Hanya itu? 📲 Asir.
Ya mas. 📲 Fi
Baiklah, ku penuhi, kirim saja alamat rumah mu, aku dan ayah ibu ku akan datang untuk melamar mu esok hari, serta akan ku bawa kunci rumah untuk ibu dan adik mu tempati. 📲 Asir.
Mendengar kemurahan hati calon Fi, Yuri dan Dewi merasa senang.
Baiklah mas, terimaksih banyak sebelumnya, akan ku kirim lewat sms. 📲 Fi.
Oke sayang, titip salam untuk ibu dan adik mu ya. 📲 Asir.
Iya mas, Assalamu'alaikum. 📲 Fi.
Walaikumsalam. 📲 Asir.
Setelah sambungan telepon terputus, Dewi tertawa girang.
”Hahaha... apa ku bilang, kalau tak mengatakannya, pasti kita sudah menyesal, sebagai tanda terimakasih ku pada mu kak, aku akan menangkap ikan di sungai pagi-pagi untuk mu besok. Agar mereka bisa makan hidangan yang sedikit enak,” ujar Dewi.
“Iya, terimakasih banyak.” ucap Fi. Setelah itu ia melihat ke arah ibu sambungnya.
“Tolong restui bu, ku lakukan demi keluarga kita, aku sayang ibu dan Dewi, mungkin ini adalah jalan untuk merubah nasib kita.” karena Fi tetap ingin menikah pria pilihannya, Yuri tak bisa berbuat apapun selain memberkati langkah putrinya.
“Baiklah nak, semoga kau bahagia dengannya.” Yuri mencium kening putri sambungnya.
Setelah itu, mereka pun makan bersama dengan hidangan seadanya.
Keesokan harinya, setelah sholat subuh, keluarga kecil itu sibuk membersihkan rumah mereka.
Setelah matahari menampakkan sinarnya, Yuri dan Dewi menuju sungai untuk menyerok ikan dengan jaring.
Sedang Fi membeli beras dengan harga yang cukup mahal baginya, yaitu Rp 10.000.
“Alhamdulillah, terbeli juga beras yang lebih pulen, semoga ada rezeki untuk ongkos pulang.” Fi pun kembali ke rumahnya untuk memasak nasi.
Pukul 13.25 siang, sebuah mobil BWM berwarna hitam berhenti tepat di halaman rumah Fi.
Para tetangga yang melihat ada mobil mewah parkir di kampung mereka langsung curi-curi pandang.
Fi, Dewi dan Yuri membuka pintu untuk menyambut calon besan mereka. Ketiganya memakai baju terbaik mereka hari itu, agar terlihat pantas di mata keluarga Asir.
Asir dan kedua orang tuanya pun keluar dari dalam mobil dengan setelan dari atas sampai bawah bernilai puluhan juta rupiah.
Fi dan keluarganya sontak jadi minder, mereka juga mendadak kikuk dan grogi saat ketiga orang besar itu telah berdiri di hadapan mereka.
Alisyah, membuka kaca matanya lalu mengucap salam pada keluarganya Fi.
“Assalamu'alaikum, benar ini dengan kediaman Fi Saeadat?”
“Be-bebar bu.” jawab Fi dengan suara bergetar.
Aura Alisyah yang begitu elegan dan berwibawa membuat mereka tak dapat menatap matanya.
“Oh!” kemudian Alisyah melihat gubuk yang telah reot itu dengan seksama.
“Hum...” sang calon ibu mertua geleng-geleng kepala.
Tak lama, Asir dan ayahnya membawa begitu banyak seserahan untuk Fi.
“Ibu takut, oleh-oleh yang kita bawa tak muat di rumah mereka," ujar Alisyah.
“Mau bagaimana lagi, tak mungkin kita bawa pulang atau membiarkannya di mobil.” ucap Reno, ayahanda Asir.
Dewi yang inisatif pun mengambil barang bawaan yang ada di tangan calon ayah mertua kakaknya.
“Biar saya bawa om.” setelah itu, Dewi masuk ke dalam rumah.
“Sialahkan masuk bu, pak, nak Asir barangnya biar Dewi saja yang ambil.” ucap Yuri.
Kemudian, keluarga Asir pun masuk ke dalam rumah Fi.
Raut wajah jijik terlihat jelas di wajah Alisyah saat menginjakkan kaki di lantai tanah beralaskan karpet merah.
“Rumahnya sempit, layak Asir meminta agar aku membeli rumah untul kalian.” penuturan Alisyah membuat Fi dan Yuri menundukkan kepala karena malu.
“Silahkan duduk bu, maaf kami tak punya tikar.” ucap Yuri, matanya tak mampu untuk melihat langsung wajah Alisyah.
Karena tak ada pilihan lain, keluarga Asir duduk di lantai tanpa sofa.
Kemudian Fi dan keluarganya duduk di hadapan keluarga Asir.
“Untung kita tak bawa rombongan, bisa repot kalau sampai duduk di halaman.” tutur kata tanpa penyaring dari Alisyah membuat Asir dan ayahnya malu.
“Sudah bu, jangan banyak bicara,” bisik Reno.
“Iya yah, ibu tahu. Oh ya Sir, yang mana calon mu? Kata mu dia cantik, tapi ibu melihat ada 2 gadis cantik di hadapan ibu sekarang, kau tak berniat untuk menikahi keduanya kan?” ucapan Alisyah mencairkan suasana tegang di antara mereka.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Rahma AR
🥰
2022-07-26
1
Ghiie-nae
wah...rendah hati itu papa Asir...
si Dewi mata duitan
2022-07-25
2
🎤🎶 Erick Erlangga 🎶🎧
karya othor memang the best 👍
2022-06-28
0