Sang Mafia Ahli Bedah Top
"Bos, ada serangan ke markas kita di Italia" lapor Anton menghampiri Bima yang duduk menghisap rokok. Bima menatap dingin orang kepercayaannya itu dan menoleh ke Dafa. Dafa mengangguk mengerti apa yang harus diperbuat. Dengan komputer canggihnya dia memperketat sistem keamanan otomatis di markas yang ada di sana. Musuh-musuh yang menyerang, terperangkap oleh pintu otomatis yang disiapkan Dafa. Senjata otomatis bermunculan di dinding ruangan itu. Sekali tekan senjata-senjata itu memuntahkan pelurunya ke musuh. Mereka terkapar tanpa ampun. Bima tersenyum sinis melihat monitor di depan Dafa. Berani sekali mereka, gumamnya. "Good job dafa" Bima meninju lengan Dafa.
Bima datang lagi ke markas selepas tugasnya di rumah sakit. Bara bagai serigala berbulu domba. Wajah yang ramah dan sabar akan dia tampakkan saat menjadi dokter. Sementara kebengisannya muncul saat menjadi seorang mafia. Bima menghempaskan pantatnya duduk di depan kedua orang kepercayaannya, Anton dan Dafa.
Bima adalah generasi kedua klan Macan Putih. Setelah ayahnya Rama memutuskan pensiun dari dunia Mafia dan hidup tenang sebagai seorang petani di desa. Bima mau tidak mau harus mempertahankan klan itu.
"Malam bos, baru datang. Kucel amat mukanya?" sapa Anton yang duduk bersama Dafa. Mereka adalah orang kepercayaan Bima. Anton dengan badan tinggi besar, garang sangat cocok menjadi anggota mafia. Sedangkan Dafa sangat bertolak belakang dengan Anton, dia cowok manis, tampan dan cenderung halus di setiap geraknya. Dafa sangat ahli di bidang IT. Sebagai seorang hacker, Dafa sangat disegani oleh musuh-musuhnya.
"Capek banget Ton hari ini" Bima berkeluh kesah. "Kalau capek pulang aja bos, ngapain juga tadi ke sini?" seru Anton.
"Bos, lihat pergerakan serigala hitam" tunjuk Dafa ke monitor komputer yang sangat canggih itu.
"Hah, mereka mau menyerang markas timur kita" Bima menatap Dafa. Dafa mengangguk pasti. Anton bergerak cepat untuk memerintahkan ketua markas timur bersiap menghadang serangan itu. Bantuan dari pusat meluncur ke sana. Anton dan Bima pun ikut serta.
Serigala hitam tidak menyangka, musuh yang diserang sudah siap menghadapi serangan mendadak mereka. Bahkan baku tembakpun tidak dapat dielakkan. Ketua kelompok serigala hitam memerintahkan mundur anggotanya yang sudah kocar kacir. Banyak korban berjatuhan dari pihak serigala hitam. Mereka melarikan diri sebelum Anton dan Bima datang.
"Mereka sudah berani mengganggu macan putih" gumam Bima.
"Sepertinya serigala hitam tak terima bos, saat kita menyabotase pengiriman narkoba milik mereka" terang Anton. "Serigala hitam mengalami kerugian yang cukup besar untuk itu, dan banyak juga anggota mereka yang ditangkap akibat ulah kita" lanjut Anton.
"Rupanya mereka mau bermain dengan kita" sarkas Bima.
Macan putih adalah organisasi mafia yang besar, puluhan ribu anggotanya yang setia tersebar di berbagai negara. Macan putih berbeda dengan organisasi mafia lain, banyak sudah donasi yang diberikan oleh macan putih lewat organisasi sosialnya. Usaha mereka juga berbeda, mereka tak melakukan transaksi narkoba dan senjata ilegal seperti yang lain. Macan putih malah banyak manyabotase pengiriman narkoba dan senjata ilegal serta aliran-aliran dana pencucian uang. Narkoba dan senjata ilegal yang didapat malah dihancurkan oleh macan putih. Banyak organisasi mafia lain yang ingin menghancurkan macan putih.
Bima dengan wajah ramah datang di rumah sakit. Rumah sakit yang sebenarnya miliknya sendiri, tapi dia pasrahkan ke dokter Brahma temannya untuk mengelola. Banyak aliran dana yang dimasukkan Bima ke rumah sakit ini. Dana diperuntukkan untuk pasien kurang beruntung yang kesulitan biaya rumah sakit.
Bima masuk ruang direktur tanpa ketuk pintu. Sekretaris keluar dari ruangan itu dengan malu-malu. "Kelakuanmu semakin menjadi saja pak direktur" Bima duduk di sofa. Brahma hanya tertawa. "Ayolah Bim, ini abad 21 kali. Jangan kau bilang kamu masih perjaka ya?". Dokter Brahma sahabat Bima, meski sama-sama tampan. Tapi kelakuan mereka bertolak belakang. Dokter Brahma sangat senang bermain wanita. "Jangan sembarang main celup, ntar kena azab kamu" Bima mengingatkan. "Jangan salah ya, aku main aman kali. Mereka sendiri lho yang pasrah, aku bahkan tak meminta" sergah Brahma.
"Sekarang aku nanya, sudah berapa banyak bukit yang kau daki?" Bara tersenyum mengejek sahabatnya itu.
"Ha....ha....ha.....nggak terhitung kali. Kamu nggak kepingin?" Brahma terbahak-bahak.
"Ayolah Bim, sekali-kali pakailah senjata kamu itu biar nggak karatan. Main aman saja, biar nggak dapat oleh-oleh" Brahma mulai meracuni otak sahabatnya.
Bima pergi begitu saja dari ruang direktur menuju ruang bedah.
Di ruang bedah, ponsel Bima berdering. IGD calling "Selamat pagi dokter, saya dokter jaga IGD ijin konsul. Pasien dengan luka tusuk di dada kanan dokter. Saturasi Oksigen sangat menurun, pasien nafas tersengal" ujar dokter.
"Langsung kirim ke kamar operasi saja, saya curiga ada pneumothorax" jawab Bima dengan padat singkat jelas.
"Mas, saya ke kamar operasi dulu ya. Visite habis dari sana" pamit Bima.
Dengan tim yang cekatan, tidak sampai satu jam Bima menyelesaikan pasien itu dengan sukses. Tak lupa Bima menyampaikan terima kasih ke tim yang membantunya kali ini. Ponsel Bima berdering lagi. Dokter Brahma calling, "Apa kamu mau kupecat, jam kerja dipakai telponan" gertak Bima.
"Ha...ha....di rumah sakit ini kamu bawahanku Bim, jangan mentang-mentang. Nanti malam kutunggu kamu di Club XXX jam sembilan.Tidak ada penolakan" Brahma langsung menutup ponselnya.
"Kamu nggak minum?" tanya Brahma saat Bima datang di ruang VIP club itu. Bima hanya geleng kepala. Bima hanya memesan sebuah minuman kemasan ringan. Brahma sudah ditemani dua orang wanita cantik dengan baju minim bahan. Bahkan belahan dadanya sangat nampak jelas, salah satu buah ceri sengaja disembulkan oleh salah satu wanita itu. Brahma bahkan memilinnya. Bima yang melihat hanya geleng-geleng melihat keabsurdan sahabatnya itu. Gelak tawa Brahma terdengar, saat melihat ekspresi Bima. "Ayolah Bim, mau kupanggilkan teman nggak? Gini-gini aku pelanggan VIP lho di sini" Brahma yang setengah mabuk mulai mengoceh. "Ayolah main aman saja" seru Brahma lagi. Tanpa malu dia menyesap gundukan salah satu wanita itu. Bahkan tanpa malu tangan wanita satunya mengelus benda yang ada di balik celana Brahma. Bima berlalu meninggalkan sahabatnya itu di club. Brahma sudah dewasa lebih tau dengan dirinya sendiri, pikir Bima. "Brahma aku duluan" pamit Bima.
"Enyahlah, kamu kayaknya nggak normal deh Bim" Brahma tertawa dan mendesah bersamaan. Bima keluar tanpa mengindahkan ucapan sahabatnya.
Bima menuju markas. Markas, rumah sakit, markas lagi. Begitulah kehidupan sehari-hari Bima. Apartemennya bahkan jarang dia tempati. Hanya sesekali saja Bima ke apartemen.
#jika suka tinggalin jejak#kalau nggak suka jangan dihujat# 🤗
happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
seru nih kayaknya 😊😊😊😊😊
2023-03-16
1