Bab 17

"Akan kupikirkan yang menjadi saranmu kak Bagus" tanggap Bima. "Jangan lama-lama memikirkannya, aku tau kamu juga ada rasa dengan Rani. Sebelum diserobot orang, cepet kamu bertindak" Bagus tertawa kembali. "Oh ya Bim, baiknya kita selidiki kejadian Rani semalam. Aku yakin kalau ada yang menjebaknya" lanjut Bagus. "Aku juga meyakini itu" Bima menanggapi.

"Brahma kuhubungi saja, dia yang kenal baik dengan pemilik club xxx itu" tandas Bagus. "Jelas aja Brahma kenal baik Kak, Brahma pelanggan setianya...ha...ha..." Mereka berdua tertawa. Bagus menghubungi Brahma, ucapan seriusnya membuat Brahma yang ditelepon tanggap. "Kutunggu kabar baikmu Brahma" ujar Bagus menutup ponselnya. "Habis ini rencanamu ke mana Bim??" tanya Bagus. Bima mengangkat kedua bahunya, karena memang masih kosong jadwal operasinya hari ini.

Di tempat lain, Anton berjalan di area pasar dekat komplek perumahan. Anton mampir di sebuah kedai kopi. "Bang Anton, lama tidak mampir ke sini" sapa bang penjual kopi. "Iya bang Mamat, lama juga aku nggak nongkrong. Kopi pahit seperti biasa ya" pesan Anton.

"Oke siap bang, wait" ujar bang Mamat. "Wah...wah...kemajuan nih. Baru dua Minggu nggak nongkrong, bahasa Inggismu lumayan..ha...ha...Ngomong-ngomong apa artinya wait????" tanya Anton.

"Wait...itu artinya tunggu. Makanya bang Anton sering-sering pesan barang di online shop. Pasti akan tahu bahasa gaul sekarang" saran bang Mamat. "Apalagi itu onlen sop, sayur sop?" timpal Anton. Mamat menepuk jidatnya, "Wis bang, tak gawekne disik kopi pesenanmu. Ditinggal ngobrol ae malah ra dadi-dadi kopine" (Sudah Bang, ku buatkan kopi dulu. Ditinggal ngobrol malah kopinya nggak jadi-jadi)" Mamat dengan bahasa daerah yang medok. "Lah..lah...malah keluar aslinya" Anton terbahak.

Di saat Mamat menuang kopi datanglah seseorang yang bernama Amar. Anton menggeser tempat duduknya, "Makasih bang" ucapnya. Anton mengangguk. "Hai, bang Amar. Sudah sehat aja. Apa kabar, kapan keluar rumah sakit? Baru juga keluar rumah sakit sudah nongkrong aja, emang luka operasmu sudah kering bang??" Anton memberondong tanya ke Amar. "Bosen di rumah Mat. Lagian kangen sama kopimu. Ini aja juga belum dibuka perbanku..ha..ha.." ulas Amar. "Yo bang Amar, lihat kondisimu saat kejadian nggak tega aku" seru Mamat sambil menyeduh kopinya. "Ha....ha....biasa aja" tanggap Amar. "Lagian Sarno kenapa tega amat sama bang Amar?" tanya Mamat lagi. Penjual kopi itu memang banyak bicara. Anton masih menyimak obrolan.

"Biasa, miskom" singkat Amar. "Apaan tuh miskom?" Mamat menyerahkan segelas kopi panas ke Amar. "Miss Komunikasi..artinya salah paham. Kayaknya begitu sih Bang Mat artinya..ha...ha.." Amar menerima kopi panas itu.

"Lagakmu bang Mamat, tadi aja bilang wait...wait...lha ini miskom aja kagak paham" ejek Anton. Amar ikut tertawa mendengar ejekan Anton. Sementara bang Mamat hanya garuk-garuk kepala. Sekilas Anton melihat tanda hitam di punggung tangan Amar yang mengambil cangkir kopi. Apa ini orang ini yang dimaksud bos Bima?, pikir Anton

"Operasi apa bang?" Anton pura-pura tidak tahu. Amar tidak menjawab, tapi malah bang Mamat yang menyerocos. "Tuh bang Anton, bang Amar itu kena luka tusuk di perut kanan atas. Pas kajadian nggak tega aku bang Anton, ususnya terburai" ujar Mamat hiperbola. "Halah bang Mamat, kau ini. Layak juga jadi jubirku" Mereka semua tertawa di sela-sela obrolan ringan di warung kopi. "Kalau gitu, doktermu pasti hebat bang Amar. Sukses sekali melakukan operasimu" Mamat penasaran.

"Dia dokter yang baik, tidak banyak kata tapi cekatan bekerja. Doktee Bima namanya. Ganteng dengam wajah bulenya" ujar Amar menerawang.

"Jangan bilang kau cinta padanya bang Amar" colek Anton yang mulai akrab dengan Amar. "Ah bang Anton bisa aja, masak tongkat dapatnya tongkat...ha...ha.." Mereka tertawa lagi.

"Aku sering ke sini, tapi kok nggak pernah tau bang Anton ya?" Amar mulai penasaran. "Belum jodoh kali" timpal Mamat. "Lagian bang Amar, bang Anton itu juga sering ke sini. Cuma hobi kalian aja yang beda. Bang Anton sukanya jam tiga sore kalau bang Amar jam lima sore" jelas bang Mamat sejelas-jelasnya. "Ooooooo...." beo Amar dan Anton kompak.

"Kalau hari ini baru jodoh namanya, karena kalian berdua kompak meramaikan warung kopiku. Kalian berdua adalah penglarisku hari ini" Mamat ganti tertawa.

"Penglaris? Berarti kita mau kau jadikan tumbal pesugihanmu Mat?" Anton menanggapi.

"Benar itu bang Mamat? Ngeri juga kalau itu terjadi..hiiiii.." Amar bergidik ngeri.

"Haduhhhhh, otak kalian di mana sih??????" Mamat menepuk kepalanya sendiri. "Menurut nenek moyangku, orang yang beli pertama kali membeli dagangan kita saat kita baru buka warung itu namanya penglaris bosssss" jelas Mamat serius.

"Menurut nenek moyang juga Mat, pembeli adalah raja. Sekarang siapkan gorengan hangat buat kita, tidak pake lama" titah Anton. Mamat ngedumel. "Jadi pedagang harus ikhlas Mat, nggak boleh setengah-setengah" gurau Amar. Mereka masih melanjutkan obrolan ringannya. Terasa sudah dua jam mereka duduk dengan betah di warung bang Mamat. "Bang Amar aku duluan ya, panas banget ni kursi kududuki" pamit Anton. "Aku juga mau pergi kok bang Anton" Amat ikutan berdiri. "Berapa semua bang Mamat?" tanya Anton. "Dua puluh lima ribu, itu sudah sama bang Amar ya" ucap Mamat setelah menghitung pakai kalkulator buluknya. "Eh, nggak keliru bang? nggak rusak tuh kalkulatormu? Murah kali" canda Anton menyodorkan uang lima puluh ribuan. "Kembalinya untuk anakmu bang Mamat, buat nambah uang sakunya" pesan Anton. "Makasih bang Anton, sering-sering aja" bang Mamat cengengesan.

Amar dan Anton keluar bersamaan, ternyata mereka menuju arah yang sama. "Bang Amar mau ke mana?" Anton berjalan menyusul Amar. "Mau pulang bang, kalau nggak lekas pulang jubirku yang di rumah pasti nyari" sergah Amar sambil tertawa "Mampir bang" ucap Amar saat dirinya belok ke pekarangan rumahnya. "Makasih bang Amar, di sini to ternyata rumahnya. Kalau ini mah sering aku lewati. Lain kali aku pasti mampir" Anton terkekeh. Anton melanjutkan jalannya menuju kost-nya. Hari ini merupakan keberuntungan baginya, bertemu dengan Amar.

Dafa sekarang sedang berada di sebuah ruangan dengan seperangkat pc canggih di depannya. "Gimana Fa, bagus nggak?" tanya papa Joana. "Wah ini hebat banget Om, semua data nasabah bank-bank ternama sudah ada genggaman" terang Dafa. "Kita akan kaya raya Fa" papa Joana terbahak dan merasa puas dengan program yang dikembangkan teman-teman IT di serigala hitam. Padahal di macan putih, sudah berlangsung lama. Cuma di macan putih selangkah lebih maju, karena hanya nasabah yang melakukan pencucian uang saja yang diretas. Aku harus bertahan dulu di sini, sampai apa yang kuinginkan kudapat. Pikir Dafa.

#bersambung#happy reading 😊

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

hati" Dafa 💪💪💪💪💪

2023-03-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!