Bima pamitan setelah dirasa cukup berbincang dengan om Bambang. Om Bambang, teman seperjuangan sang ayah. Yang merintis macan putih. Om Bambang yang seorang dosen jurusan informatika sangat lihai menyembunyikan identitasnya. Di kampus itu hanya Bima dan Dafa lah yang tau siapa sebenarnya prof. Bambang. Bahkan sang putri, Rani juga tidak tau aktivitas orang tuanya di luar kampus. "Salam buat ayahmu ya Bim" Om Bambang menepuk bahu Bima.
"Kan kita sama Om. Aku juga jarang ketemu ma ayah. Kalau kangen nelpon aja Om, kalian kan sahabat tak terpisahkan" gurau Bima. Om Bambang hanya terkekeh.
Bima melajukan mobilnya ke apartemen yang ditinggalinya. Bima masuk setelah akses pintu terbuka. Terdengar ponselnya berbunyi, Dafa calling. "Halo Fa, ngapain nelpon tengah malam?"
"Rani sudah kau antar dengan selamat kan kak?" Dafa terkekeh menggoda Bima. "Jangan bilang tadi acara nganternya berganti lamaran" Dafa tertawa di ujung telpon.
"Mau kututup atau lanjut?" ancam Bima. "Bentar...bentar...bos. Nggak sabaran amat sih" Dafa buru-buru menyela ucapan sang bos.
"Bos, aku telah mendapatkan jalan yang terang" ulas Dafa. "Aku tau" jawab singkat Bima. "Yaelah Bos, sekali-kali pura-pura nggak tau gitu loh. Biar adikmu ini senang" terang Dafa ngeles.
"Aku tau, lanjutkan. Hati-hati. Yang kau hadapi sekarang punggawanya serigala hitam" jelas Bima. "Siap bosque" Dafa terkekeh sambil menutup telponnya.
Bima visite di ruang bedah. Pasien post operasi dengan luka tusukan pun sudah mulai mobilisasi. Pasien lebih banyak terdiam ketika Bima menghampiri. "Pagi pak. Ada keluhan?" sapa Bima ramah. "Sudah baikan dokter" malah dijawab istrinya. Bima menoleh ke asal suara. "Suamiku memang jarang ngomong dokter, kalau bersamanya saya serasa jadi jubirnya" seloroh sang istri.
"Maaf bu, luka bapak kemarin sangat dalam. Bahkan hampir saja terkena hatinya. Untung hanya menyerempetnya saja. Kalau usus besarnya ada beberapa bagian yang saya potong dan jahit karena luka tusukan yang tidak beraturan" jelas Bima. Bima juga tak menanyakan kronologi bagaimana sampai terjadi tusukan, karena itu sudah ranah kepolisian.
Tapi malah sang istri yang nyerocos di depan Bima. "Iya dok, kemarin suami saya itu ada selisih paham sedikit dengan teman kerjanya. Jadilah mereka berantem. Suami saya ini sebenarnya jagoan lho dok, nggak tau kenapa kok bisa kalah dengan temannya itu. Malah temannya juga terkapar dokter, tapi tidak dibawa ke rumah sakit ini" cerita istrinya tanpa titik koma. Ceritanya terhenti ketika pelototan tajam sang suami mengarah ke arahnya. "Maaf....maaf dokter, malah saya yang banyak bicara" si istri menatap takut ke suaminya.
"Iya nggak papa. Pak saya pamit dulu, kalau ada keluhan silahkan lapor ke perawat jaga. Untuk sementara dietnya yang halus-halus dulu. Biar usus besarnya adaptasi" Bima menepuk pelan bahu pasiennya.
"Baik dokter, terima kasih" ujar pasien itu menunduk. Bima memperhatikan tangan sang pasien, dan tersenyum penuh arti.
Selepas visite sambil berjalan ke ruang dokter di ruangan bedah Bima menelpon Anton. "Bang, aku ada sedikit kerjaaan" kata Bima begitu tersambung dengan Anton.
"Perlu aku datang ke tempatmu atau cukup kau bicarakan by phone" tanya Anton.
"Tunggu di tempat biasa aja. Ntar aku nyusul" sergah Bima sambil keburu menutup ponselnya, karena ada panggilan masuk. IGD calling. "Halo, dengan dokter Bima" ucap Bima setelah menekan tombol hijaunya.
"Baik dokter, ijin saya dokter jaga hendak konsul pasien baru" kali ini bukan dokter Anisa yang jaga.
"Iya silahkan. Kasus apa?" suruh Bima.
"Baik dok, "Nyonya A, dengan luka tusukan di area umbilikalis dokter. Perdarahan mengucur deras karena senjata telah tercabut. Keadaan umum pre syok, tekanan darah delapan puluh palpasi. Nadi 130 kecil dan cepat. Sementara guyur infus kanan kiri, dan mencoba menghentikan perdarahan sementara dokter. Mohon advisnya" dokter jaga itu menjelaskan secara rinci dan berurutan. "Pertahankan keadaan umum dan cairan masuk, oksigenasi, siapkan whole blood 5 kantong, kirim ke bedah sentral sekarang" Bima bergegas belok ke Instalasi Bedah Sentral.
Bagus juga berada di IBS, selesai mengerjakan pasien appendix. "Bim, kok buru-buru?" tanyanya sambil cuci tangan.
"Iya, ada luka tusuk lagi. Area abdominal kayak kemarin" Bima masuk ke ruang ganti baju. "Kayaknya kamu bakat dengan orang-orang korban kekerasan Bim" Bagus tertawa. Bima hanya tersenyum sinis menanggapi. "Ya sudah aku mau ke poli. Lanjutkan dan semangaatttttt" Bagus berlalu keluar dari ruang dokter itu.
Bima bergegas masuk ke ruang operasi dan bersiap cuci tangan. "Gimana dok, pasien ini? tanya Bima ke dokter Anesthesi.
"Perdarahannya cukup banyak dok, ini coba saya masukkan cairan hest dulu. Semoga bisa mengangkat tekanan darahnya. Darah juga sudah disiapkan" jelas dokter anesthesi.
"Baik dok, bisa saya mulai?" ijin Bima. Bima mempimpin doa untuk memulai operasi setelah mendapat persetujuan dari dokter anesthesi itu.
Bima mulai melakukan insisi, untuk memperluas lapangan operasi. Setelah melakukan eksplorasi abdomen didapatkannya beberapa robekan di usus halus pasien. Robekan juga mengenai vena besar.
"Dok, pasien mengalami henti jantung" teriak dokter anesthesi. "Mas, mulai pijat jantung" perintahnya ke perawat aneathesinya. Detak di monitor menyala kembali. "Ijin dok, pasien saya intubasi. Tolong percepat penghentian darahnya" ujarnya.
Bima fokus ke lapangan operasi, semua sumber perdarahan telah berhasil dia tangani. "Selesai dok, bagaimana keadaannya?"
"Pasien masih saya intubasi, sebaiknya setelah selesai pindah di ICU dulu. Saya yang akan mengawasinya" jelas sang dokter sejawat Bima itu. Bima pun mengangguk.
Bima keluar ruang operasi dan mencuci tangan. Di ruang dokter, Bima melengkapi berkas rekam mediknya. Karena sendirian Bima malah tertidur di sana. Bima terjaga kala dering ponselnya berbunyi keras di bawah telinganya. "Halo, ya bang" jawab Bima.
"Kau suruh aku nunggu berapa jam lagi bos? Aku sudah jamuran ini menunggumu" Anton menggerutu di panggilannya itu. Bima melihat jam dinding di depannya. "Hah, jam tiga sore. Jelas saja bang Anton menggerutu. Ternyata lama juga aku tidur..he...he...." gumam Bima sendirian.
Bima meluncur ke tempat yang Anton kirimkan. Dijumpainya Anton yang manyun karena lama menunggu sang bos. "Maaf....maaf...aku telat" Bima cengegesan seperti anak kecil yang ketahuan salahnya.
"Ayo, kerjaan apa yang mau kau perintahkan" Anton sudah tak sabar.
"Oke...oke....bang. Minum dulu, baru aku ceritain" Bima minum es jeruk yang sudah tidak dingin itu. Bima pun bercerita tentang pasien dengan luka tusukan yang ditanganinya. "Tolong kau cari siapa dia sebenarnya dan dengan siapa dia berkelahi? Menurut keterangan yang disampaikan istrinya, dia saling serang dengan temannya. Kalau memang benar kedua-duanya anggota serigala hitam akan lebih mudah kamu mengadu domba bang" ujar Bima sejelas-jelasnya. Anton mengangguk tanda mengerti. "Oke bang, lebih cepat lebih baik" Bima beranjak dari kursinya berlalu pergi. Anton pun keluar dari tempat itu, pergi berlawanan arah dengan Bima.
#Bersambung#happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Bima the best lah 👍👍👍👍👍
2023-03-16
1