Dafa pamit undur diri setelah ngobrol panjang lebar dengan papa Joana. "Om, Dafa pamit dulu. Makasih sudah banyak dikasih ilmu. Dafa jadi lebih antusias nih" ujar Dafa sambil berpamitan.
"Sering-sering aja main ke sini. Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu. Apalagi putri om satu-satunya sangat senang berteman denganmu" seloroh papa Joana.
"Baik Om, kalau gitu Dafa permisi dulu. Selamat malam" Dafa keluar dari kediaman Joana.
"Fa, hati-hati ya. Sori nggak bisa nganted balik" ujar Joana yang mengantar Dafa sampai gerbang depan.
"Santai aja Jo, nggak lucu lagi kalau laki dianter ma cewek" gurau Dafa.
"Bye" Joana melambaikan tangan dan secepat kilat balik badan setelah mencium Dafa.
"Wah...pipiku ternoda. Hiks" Dafa mengulum senyum. Bukan karena ciuman dari Joana, tapi jalan terang sudah tampak di depan mata.
Dafa bersiul saat memasuki taksi online yang dipesannya. "Habis apel ya mas? kok senyum-senyum sendiri?" tanya sang sopir. "Wah...mas nya kepo amat" ulas Dafa tertawa. Sesampai di kafe Dafa disambut oleh Rani yang berada di meja kasir, "Darimana aja, kasihan Rangga tuh sendirian. Kafe rame lagi" gerutu Rani.
"Percuma ada kamu dong, kalau nggak mau bantuin...wekkkkk....." ledek Dafa santai berjalan menuju dapur kafe nya. Rani hanya bisa menghentakkan kakinya bergantian. "Ha....ha....ha.....kalau mau bantuin yang ikhlas dong" tawa Dafa semakin keras melihat reaksi Rani.
"Kak Dafa...." teriak Rani hendak mengejar, saat seseorang memanggilnya dari belakang.
"Ran, kopi pahit dong" suara orang itu dan duduk di dekat meja kasir.
"Eh...kakak. Wait" seru Rani tersenyum sumringah. Beda reaksinya saat Dafa yang datang barusan. Rani berlalu hendak membuatkan kopi. Karena terlalu buru-buru Rani menabrak punggung Dafa. "Kak, lihat-lihat dong" Rani mencelos. Dafa yang tak terima menjitak kepala Rani, "Enak aja aku disalahin..Bukannya kamu yang nabrak duluan?" Rani hanya manyun saja berlalu ke belakang ngambil kopi.
"Eh, kak Bima. Kapan datang?" Dafa menghampiri seseorang yang duduk dekat meja kasir. Ternyata seseorang itu adalah Bima. "Barusan, terus kamu tabrakan sama Rani tadi" jelas Bima. Dafa hanya garuk-garuk kepalanya.
"Kakak nggak praktek malem ini?" tanya Dafa. Dijawab gelengan Bima.
Rani datang membawa secangkir kopi pahit untuk Bima, "ini kak kopinya?". "Oke, makasih ya" kata Bima datar.
"Ran, buruan pulang sana. Sudah malam ini. Ntar kalau prof. Bambang mencarimu aku yang disalahin lagi" terang Dafa.
"Enak aja ngusir-ngusir. Bukannya kakak yang buat aku telat pulang" ucap Rani sedikit ngegas.
"Loh, kok aku yang salah????" Dafa menunjuk dirinya sendiri.
"Ya iyalah...pinginnya aku pulang sore tadi. Tapi aku kasihan lihat Rangga nggak ada yang bantuin. Mana kafe lagi rame. Nggak tegalah aku ninggalin dia" seloroh Rani.
"Emang kamu darimana Fa?" Bima menatap Dafa.
"Adalah kak. Nggak harus cerita semua kan?" Dafa berteka teki. Bima menatap tajam Dafa.
"Terang aja kak Bima. Kak Dafa pasti nggak mau cerita" sela Rani.
"Tentang?????" Bima penasaran.
"Kak Dafa itu barusan nganter cewek ke mana gitu lho kak. Kak Dafa juga nggak cerita kemana tujuannya. Tapi yang pasti kak Dafa habis nganter cewek kegatelan" terang Rani jelas.
"Oooooooooo....." beo Bima membulat. Dafa hanya terkekeh mendengar penuturan Rani.
"Tidak seperti yang kau pikirkan kak Bima" seloroh Dafa.
"Emang aku mikir apa?" Bima bertanya balik. Dafa hanya tersenyum.
"Hayo kak, sekarang kamu tanggung jawab" Rani menarik lengan Dafa.
"Tanggung jawab apa, aku kan ngehamilin kamu Ran" Dafa belum bergeser dari tempat duduknya.
"Nganterin pulang kak" ucap Rani kesal.
"He...he....kirain tanggung jawab buat nikahin kamu..Berat Ran, aku belum punya modal" seloroh Dafa tertawa.
"Yeeee....emang aku mau sama kakak? Ogah" Rani meledek Dafa. Bima hanya menatap kedua orang itu, kalau berkumpul bagai kucing dan tikus.
"Kak Bima....please....." Dafa menangkupkan kedua tangannya. "Untuk????" tanya Bima.
"Untuk mengantar Rani lagi. Plisssss ya kak" rajuk Dafa. Waduh, kena umpan lagi nih aku, batin Bima. "Aku nggak ada mobil Kak, masak nganter cewek naik taksi online" Dafa mencari alasan.
"Halah, bilang aja tak mau mengantarku" teriak Rani di samping telinga Dafa.
"Mau, kuantar naik becak?" seloroh Dafa. "O...g...a....h...ogah" sarkas Rani.
"Ya sudah, ayo Ran kuanterin. Lihat kalian lama-lama capek juga" sela Bima menengahi.
"Tuh, sang pangeran dambaan hati mau ngantar tuh" Dafa masih sempat menggoda Rani yang bersiap. Alhasil timpukan tisu mengenai wajahnya. "Wekkkkkk" Rani berlari menjauh sambil menjulurkan lidahnya. Rani mengikuti langkah Bima yang terlalu cepat.
"Ayo, lelet amat" Bima sudah bersiap di belakang kemudi. "Sabar dikit napa? Cepat-cepat juga nggak akan merubah jarak bulan ke bumi" kesal Rani. Bima melajukan mobilnya perlahan. Di tengah perjalanan ponsel Bima berdering. "Malam, dengan dokter Bima" Bima meloudspeaker ponselnya, karena sambil menyetir.
"Baik dok, ijin lapor pasien yang post operasi dengan luka tusuk tadi pagi" suara dokted Anisa di seberang.
"Oke, silahkan dokter Anisa" ujar Bima ramah. Rani yang duduk di samping Bima, melihat ekspresi Bima menjawab telpon konsulan itu. Ramah sekali wajahnya padahal yang nelpon juga kagak lihat, gerutu Rani. Dokter Anisa melaporkan keadaan pasien post operasi itu.
"Baik dokter, tranfusi dimasukkan sampai kadar hemoglobin minimal delapan. Untuk terapi antibiotik dilanjut saja sampai dua puluh jam" advis dokter Bima lewat telpon.
"Baik dokter Bima. Terima kasih. Selamat malam" dokter Anisa menutup panggilannya.
"Sesama dokter kalau konsul pasiennya emang harus mesra gitu ya kak?" Rani yang tidak betah terdiam akhirnya bertanya juga ke Bima.
"Mesra gimana, biasa aja" seloroh Bima.
"Lha itu tadi buktinya" Rani sedikit gusar. Tapi juga nggak tahu apa yang menyebabkan dia gusar. Cemburu kali.
"Itu namanya sopan Rani, bukan mesra" Bima tetap menyanggah tentang versi mesra menurut Rani. Rani bertambah manyun. "Bibirmu mau kuiket???" seloroh Dafa. Rani pun tersenyum. "Nah, begitukan cantik. Dari tadi manyun terus" Bima mengusap kepala Rani. Wah gunung es mulai mencair nih, batin Rani.
Bima turun dari mobil, saat sudah sampai kediaman prof. Bambang. "Darimana saja, malam baru pulang" selidik ayah ke sang putri.
"Rani nggak kemana-mana. Tadi itu cuma di kafenya kak Dafa" Rani pun berlalu masuk. "Kak, aku masuk duluan. Mau mandi, badanku lengket semua" pamit Rani. Dijawa anggukan Bima.
"Apa kabar Bim? Rama juga gimana kabarnya?" prof. Bambang mengajak duduk Bima
"Baik Om, kalau ayah Om tahu sendiri gimana ayah sekarang?" Bima terkekeh.
"Rama pasti tau kemampaunmu Bim, makanya semua diserahkan ke kamu" terang prof. Bambang. Prof. Bambang menepuk bahu Bima, "Hati-hati, target terdekatmu serigala hitam kan? Sepak terjangnya bahkan lebih mengerikan daripada sebelumnya" prof. Bambang mengingatkan. Bima hanya mengangguk tanda setuju.
#bersambung#happy reading👌🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Rani cocok deh sama Bima
2023-03-16
1