"Bos, ada serangan ke markas kita di Italia" lapor Anton menghampiri Bima yang duduk menghisap rokok. Bima menatap dingin orang kepercayaannya itu dan menoleh ke Dafa. Dafa mengangguk mengerti apa yang harus diperbuat. Dengan komputer canggihnya dia memperketat sistem keamanan otomatis di markas yang ada di sana. Musuh-musuh yang menyerang, terperangkap oleh pintu otomatis yang disiapkan Dafa. Senjata otomatis bermunculan di dinding ruangan itu. Sekali tekan senjata-senjata itu memuntahkan pelurunya ke musuh. Mereka terkapar tanpa ampun. Bima tersenyum sinis melihat monitor di depan Dafa. Berani sekali mereka, gumamnya. "Good job dafa" Bima meninju lengan Dafa.
Bima datang lagi ke markas selepas tugasnya di rumah sakit. Bara bagai serigala berbulu domba. Wajah yang ramah dan sabar akan dia tampakkan saat menjadi dokter. Sementara kebengisannya muncul saat menjadi seorang mafia. Bima menghempaskan pantatnya duduk di depan kedua orang kepercayaannya, Anton dan Dafa.
Bima adalah generasi kedua klan Macan Putih. Setelah ayahnya Rama memutuskan pensiun dari dunia Mafia dan hidup tenang sebagai seorang petani di desa. Bima mau tidak mau harus mempertahankan klan itu.
"Malam bos, baru datang. Kucel amat mukanya?" sapa Anton yang duduk bersama Dafa. Mereka adalah orang kepercayaan Bima. Anton dengan badan tinggi besar, garang sangat cocok menjadi anggota mafia. Sedangkan Dafa sangat bertolak belakang dengan Anton, dia cowok manis, tampan dan cenderung halus di setiap geraknya. Dafa sangat ahli di bidang IT. Sebagai seorang hacker, Dafa sangat disegani oleh musuh-musuhnya.
"Capek banget Ton hari ini" Bima berkeluh kesah. "Kalau capek pulang aja bos, ngapain juga tadi ke sini?" seru Anton.
"Bos, lihat pergerakan serigala hitam" tunjuk Dafa ke monitor komputer yang sangat canggih itu.
"Hah, mereka mau menyerang markas timur kita" Bima menatap Dafa. Dafa mengangguk pasti. Anton bergerak cepat untuk memerintahkan ketua markas timur bersiap menghadang serangan itu. Bantuan dari pusat meluncur ke sana. Anton dan Bima pun ikut serta.
Serigala hitam tidak menyangka, musuh yang diserang sudah siap menghadapi serangan mendadak mereka. Bahkan baku tembakpun tidak dapat dielakkan. Ketua kelompok serigala hitam memerintahkan mundur anggotanya yang sudah kocar kacir. Banyak korban berjatuhan dari pihak serigala hitam. Mereka melarikan diri sebelum Anton dan Bima datang.
"Mereka sudah berani mengganggu macan putih" gumam Bima.
"Sepertinya serigala hitam tak terima bos, saat kita menyabotase pengiriman narkoba milik mereka" terang Anton. "Serigala hitam mengalami kerugian yang cukup besar untuk itu, dan banyak juga anggota mereka yang ditangkap akibat ulah kita" lanjut Anton.
"Rupanya mereka mau bermain dengan kita" sarkas Bima.
Macan putih adalah organisasi mafia yang besar, puluhan ribu anggotanya yang setia tersebar di berbagai negara. Macan putih berbeda dengan organisasi mafia lain, banyak sudah donasi yang diberikan oleh macan putih lewat organisasi sosialnya. Usaha mereka juga berbeda, mereka tak melakukan transaksi narkoba dan senjata ilegal seperti yang lain. Macan putih malah banyak manyabotase pengiriman narkoba dan senjata ilegal serta aliran-aliran dana pencucian uang. Narkoba dan senjata ilegal yang didapat malah dihancurkan oleh macan putih. Banyak organisasi mafia lain yang ingin menghancurkan macan putih.
Bima dengan wajah ramah datang di rumah sakit. Rumah sakit yang sebenarnya miliknya sendiri, tapi dia pasrahkan ke dokter Brahma temannya untuk mengelola. Banyak aliran dana yang dimasukkan Bima ke rumah sakit ini. Dana diperuntukkan untuk pasien kurang beruntung yang kesulitan biaya rumah sakit.
Bima masuk ruang direktur tanpa ketuk pintu. Sekretaris keluar dari ruangan itu dengan malu-malu. "Kelakuanmu semakin menjadi saja pak direktur" Bima duduk di sofa. Brahma hanya tertawa. "Ayolah Bim, ini abad 21 kali. Jangan kau bilang kamu masih perjaka ya?". Dokter Brahma sahabat Bima, meski sama-sama tampan. Tapi kelakuan mereka bertolak belakang. Dokter Brahma sangat senang bermain wanita. "Jangan sembarang main celup, ntar kena azab kamu" Bima mengingatkan. "Jangan salah ya, aku main aman kali. Mereka sendiri lho yang pasrah, aku bahkan tak meminta" sergah Brahma.
"Sekarang aku nanya, sudah berapa banyak bukit yang kau daki?" Bara tersenyum mengejek sahabatnya itu.
"Ha....ha....ha.....nggak terhitung kali. Kamu nggak kepingin?" Brahma terbahak-bahak.
"Ayolah Bim, sekali-kali pakailah senjata kamu itu biar nggak karatan. Main aman saja, biar nggak dapat oleh-oleh" Brahma mulai meracuni otak sahabatnya.
Bima pergi begitu saja dari ruang direktur menuju ruang bedah.
Di ruang bedah, ponsel Bima berdering. IGD calling "Selamat pagi dokter, saya dokter jaga IGD ijin konsul. Pasien dengan luka tusuk di dada kanan dokter. Saturasi Oksigen sangat menurun, pasien nafas tersengal" ujar dokter.
"Langsung kirim ke kamar operasi saja, saya curiga ada pneumothorax" jawab Bima dengan padat singkat jelas.
"Mas, saya ke kamar operasi dulu ya. Visite habis dari sana" pamit Bima.
Dengan tim yang cekatan, tidak sampai satu jam Bima menyelesaikan pasien itu dengan sukses. Tak lupa Bima menyampaikan terima kasih ke tim yang membantunya kali ini. Ponsel Bima berdering lagi. Dokter Brahma calling, "Apa kamu mau kupecat, jam kerja dipakai telponan" gertak Bima.
"Ha...ha....di rumah sakit ini kamu bawahanku Bim, jangan mentang-mentang. Nanti malam kutunggu kamu di Club XXX jam sembilan.Tidak ada penolakan" Brahma langsung menutup ponselnya.
"Kamu nggak minum?" tanya Brahma saat Bima datang di ruang VIP club itu. Bima hanya geleng kepala. Bima hanya memesan sebuah minuman kemasan ringan. Brahma sudah ditemani dua orang wanita cantik dengan baju minim bahan. Bahkan belahan dadanya sangat nampak jelas, salah satu buah ceri sengaja disembulkan oleh salah satu wanita itu. Brahma bahkan memilinnya. Bima yang melihat hanya geleng-geleng melihat keabsurdan sahabatnya itu. Gelak tawa Brahma terdengar, saat melihat ekspresi Bima. "Ayolah Bim, mau kupanggilkan teman nggak? Gini-gini aku pelanggan VIP lho di sini" Brahma yang setengah mabuk mulai mengoceh. "Ayolah main aman saja" seru Brahma lagi. Tanpa malu dia menyesap gundukan salah satu wanita itu. Bahkan tanpa malu tangan wanita satunya mengelus benda yang ada di balik celana Brahma. Bima berlalu meninggalkan sahabatnya itu di club. Brahma sudah dewasa lebih tau dengan dirinya sendiri, pikir Bima. "Brahma aku duluan" pamit Bima.
"Enyahlah, kamu kayaknya nggak normal deh Bim" Brahma tertawa dan mendesah bersamaan. Bima keluar tanpa mengindahkan ucapan sahabatnya.
Bima menuju markas. Markas, rumah sakit, markas lagi. Begitulah kehidupan sehari-hari Bima. Apartemennya bahkan jarang dia tempati. Hanya sesekali saja Bima ke apartemen.
#jika suka tinggalin jejak#kalau nggak suka jangan dihujat# 🤗
happy reading
Bima Arsaka, seorang dokter spesialis bedah. Dokter tampan dan ramah. Banyak pasien yang suka dengannya. Di balik ketampanan dan keramahannya tersembunyi sifat bengis yang akan muncul saat Bima melawan musuh-musuh klannya.
Ponsel Bima berdering, Anton calling "Hallo ya bang?" Bima menggeser tombol hijau ponselnya.
"Nggak bos, hanya ingin dengar suaramu saja" terdengar Anton terkekeh. Pasti ada hal besar yang ingin disampaikan Anton. Hal yang tidak bisa disampaikan lewat telpon. Sebaiknya selepas jam poliklinik aku meluncur ke markas saja, batin Bima.
Sesuai ucapannya, selepas jam poliklinik. Bima meluncur ke markas. Bima melihat beberapa anggotanya terkena luka tembak. Anton menyambutnya. "Langsung masukkan ke ruangan seperti biasa" perintah Bima. Di markas, Bima menyiapkan suatu ruangan rahasia. Ruangan yang mirip dengan ruang operasi di rumah sakit, bahkan lebih canggih. Anton membawa anggota yang terluka ke ruangan itu.
Hampir satu jam Bima mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh anggota-anggota itu.
"Bagaimana bisa terjadi Ton?" Bima membuka mulutnya.
"Serigala hitam masih penasaran dengan kelompok kita bos. Mereka mencoba menyerang kembali markas timur. Ketua yang di sana sedikit terlambat menyadari. Tapi markas timur berhasil menghentikannya dan menangkap anggota serigala hitam" terang Anton. Bima mengangguk memahami situasi yang terjadi.
"Darimana Fa" seru Anton yang melihat Dafa baru datang ke markas.
"Biasa bang, healing" jawab enteng Dafa. Di luar markas, Dafa hanyalah seorang mahasiswa strata 2 jurusan informatika. Selain itu Dafa juga membuka sebuah kafe kecil-kecilan di depan area kampus. Di kafenya, dia sediakan beberapa unit komputer untuk disewakan. Terutama bagi yang hobi game online. Hanya Anton yang betah menunggu markas besar itu.
Bima menatap Dafa yang barusan duduk, " Fa, kutunggu laporanmu tentang pergerakan serigala hitam. Beberapa anggota kita ada beberapa yang terluka".
"Maafkan aku bos, yang sedikit terlambat memberi info ke markas timur" ujar Dafa jujur.
"Bos, sebaiknya kita juga hati-hati. Aku curiga serigala hitam mulai bekerjasama dengan kartel narkoba dari negara "C". Dalam waktu dekat akan ada pengiriman narkoba dalam jumlah besar ke negara ini" terang Dafa. Dalam hal ini informasi Dafa sangat bisa diandalkan. Bima manggut-manggut.
Serigala hitam pasti akan lebih berhati-hati dalam pengiriman narkoba kali ini apalagi ada back up dari kelompok mafia besar dari negara C, pikir Bima. Macan putih harus bisa menghentikannya. Dafa yang tau arah pikiran Bima, "Bos, bagaimana salah satu dari kita masuk serigala hitam?" usulnya.
"Itu terlalu berbahaya Fa" tolak Anton.
"Kita harus bermain cantik kali ini, jangan pakai kekerasan" tambah Dafa.
"Kebetulan aku tau sedikit tentang keanggotaan serigala hitam. Bahkan aku sering bertemu dengannya" jelas Dafa.
"Kok bisa????" sela Anton
"Makanya bang, sekali-kali nongkrong dong di kafeku" sergah Dafa. Dafa yang termuda di antara mereka bertiga.
"Serigala hitam mempunyai tanda sendiri bos, bang" bos untuk Bima, bang untuk Anton.
"Maksudnya?" tanya Anton. Sementara Bima yang sudah tahu hanya terdiam.
" Gimana bos, di acc nggak nih?" ulang Dafa menunggu persetujuan bos nya.
"Baiklah, bawalah satu anggota yang dipercaya. Sering-sering lapor padaku" pesan Bima.
Macan putih bertekad untuk menghambat peredaran narkoba di dunia. Sesuai misi yang diamanatkan oleh ayahnya, Rama. "Jadilah manusia yang setidaknya berguna bagi sesama. Hidup hanya sekali, lakukanlah hal-hal yang bermanfaat" begitu pesan yang berulang kali disampaikan ayahnya ketika Bima kecil. Rama yang sekarang mulai menepi dari kehidupan mafia, memilih tinggal sendiri di sebuah desa. Ibu Bima meninggal tertembak saat ayahnya dijebak oleh musuh-musuh yang bekerjasama. Ibu yang dulunya juga salah satu anggota mafia dari Italia, tapi berbelok arah mengkhianati klannya dan menikah dengan Rama. Salah satu kelompok yang ikut menjebak adalah serigala hitam. Sementara Bima yang masih kecil, hanya bisa melihat ibunya terkapar meregang nyawa. Mulai saat itulah jiwa kebengisan Bima muncul. Anggota-anggota macan putih banyak berasal dari anak-anak jalanan, yang dilatih sedemikian rupa sehingga menjadi anggota yang bisa diandalkan.
"Oke bos. Aku akan mengajak Rangga ikut serta" suara Dafa memecah lamunan Bima.
"Rangga yang membantumu di kafe itu?" Bima memperjelas.
"Iya bos. Selain pintar IT, ilmu bela dirinya sungguh TOP BeGeTe" gurau Dafa sambil mengacungkan jempolnya.
"Aku gimana, nggak diajak?" Anton memecah suasana.
"Ya nggak lah bang. Secara tampang, bang Anton itu bengis. Belum apa-apa musuh nyadar duluan kalau ada yang nyusup" Dafa menimpali ucapan Anton.
"Iya bener apa kata Dafa, sebaiknya abang nunggu markas aja dulu. Nunggu perintah dariku. Sementara kau Dafa, hati-hati. Aku tidak mau ada korban di kelompok kita" pesan Bima.
Anton dan Bima mengangguk bersamaan menyetujui ucapan bos nya.
"Mau kau mulai darimana Fa rencanamu?" selidik Bima.
"Menurut bos?" Dafa membalikkan pertanyaan bosnya.
"Kalian kok malah berteka teki" Anton menggaruk kepalanya. Bima dan Dafa terkekeh.
"Aku percaya sama kamu Fa" Bima menepuk bahu Dafa, yang sudah dianggapnya adik itu.
Dafa, anak jalanan yang ditolong Bima sewaktu dikeroyok gerombolan preman di sebuah gang gelap. Anak yang ternyata yatim piatu sudah tergeletak bersimbah darah. Mungkin nyawanya tak akan tertolong kalau Bima tidak datang di waktu yang tepat. Preman-preman itu memukuli Dafa kecil dengan sebilah kayu, hanya karena Dafa belum setor uang yang menurut mereka sabagai uang keamanan. Sekali tendang, Bima melibas mereka berlima. Padahal waktu itu Bima masih berada di sekolah menengah pertama. Dia bawa Dafa kecil ke rumah sakit. Sejak itulah Dafa bagai seorang adik bagi Bima. Usia mereka terpaut lima tahun. Dafa yang berbakat di bidang IT, Bima sekolahkan sesuai bakatnya. Jadilah Dafa yang sekarang, karena hobi dan bakatnya Dafa menjadi ahli IT. Bahkan para hacker dunia bertekuk lutut di hadapan Dafa.
Bima balik ke apartemennya. Apartemen yang jarang sekali disinggahi. Bima segera menyalakan pendingin ruangan. Dia rebahkan badannya di sofa. Sepi, itulah yang dirasakan Bima saat sendiri seperti ini. Semenjak Bima lulus kedokteran umum ayahnya menyepi ke desa. Bima sudah dianggap dewasa dan mampu untuk meneruskan apa yang dirintis Rama. Ibu yang meninggal di depannya, seakan menjadi trauma sendiri bagi Bima. Terutama untuk mendekati seorang wanita. Bima tidak mau merasakan hal seperti ayahnya, kesepian ditinggal orang yang sangat dicintainya.
Bima melamun, mengingat kembali masa kecil yang tak pernah kesepian. Kasih sayang lengkap orang tuanya menjadikan hari-harinya bahagia. Bima yang tak tahu menahu pekerjaan kedua orang tuanya, sangat syok saat melihat ibundanya bersimbah darah dengan luka tembak tepat di dada kirinya.
Flas Back On
Bima melamun, mengingat kembali masa kecil yang tak pernah kesepian. Kasih sayang lengkap orang tuanya menjadikan hari-harinya bahagia. Bima kecil yang tak tahu menahu pekerjaan kedua orang tuanya, sangat syok saat melihat ibundanya bersimbah darah dengan luka tembak tepat di dada kirinya.
Wajah bule ibunya sangat membekas di benak Bima. Ibu yang sangat mencintai Bima kecil. Bunda Margareth, nama ibu Bima.
"Bim, ayo lekas pakai seragamnya" teriak bunda Bima dari dapur. Bunda yang selalu telaten menyiapkan sarapan untuk Bima dan juga Rama ayahnya. "Iya Bun, bentar lagi selesai" janji Bima.
Lebih dari lima belis menit, Bima belum juga keluar dari kamar. Bunda Margareth masuk ke kamar putranya, "Bima putra bunda yang ganteng, kok belum selesai pakai seragamnya? Sini bunda bantuin". Dengan sabar bunda Margareth membantu putranya memakai seragam TK. "Hore sudah selesai. Sini cium pipinya bunda". Bima mendekat dan mencium pipi bunda. Bunda Margareth adalah bunda yang luar biasa bagi Bima. Sosok penyabar. Tiap malam selalu telaten membacakan cerita untuk Bima.
"Mau digendong apa jalan sendiri?" tawar bunda Margareth. Bima hanya menggeleng, "Anak laki masak digendongin terus" tolak Bima.
"Nah gitu dong, anak laki harus bisa jadi pelindung bunda juga" bunda Margareth terkekeh. "Siap bunda, love you" Bima menggabungkan jari-jarinya membentuk love. "Love you too" seru bunda. Mereka jalan beriringan ke meja makan . Di sana ayah Rama sudah menunggu, "Pagi semua" sapanya.
"Wah, apa nih bun. Kayaknya mantab?" Bima girang sekali melihat salad buah semangka kesukaannya dan juga telur ceplok setengah matang. Kalau ayah Rama selalu sarapan dengan nasi. Lidah orang Indonesia tulen, belum makan kalau belum ada nasi.
"Ayah antar ya habis sarapan, pelan-pelan makannya nggak usah buru-buru" ayah Rama mulai menyuap nasi dari piringnya. Dijawab anggukan oleh Bima. Ayah Rama dan Bunda Margareth selalu mengantar Bima bersama, setelah itu orang tuanya berangkat kerja.
Bima yang saat itu masih TK, usia lima tahun setiap pulang sekolah selalu ditempa dengan ilmu beladiri. Ayahnya khusus memanggil pelatih untuk menempa Bima. Memang Bima yang dasarnya sudah ada bakat, setiap gerakan yang diajarkan sang pelatih bisa Bima pahami dan tirukan dengan cepat. "Bagus Bima, perkembanganmu sangat baik" puji sang pelatih.
Di sekolahpun Bima sangat cerdas, meski usia TK. Pelajaran untuk kelas empat SD sanggup dia kerjakan. Bima ikut akselerasi waktu duduk di Sekolah Dasar.
Anton sudah ikut ayah Rama semenjak SD, Bima anggap sebagai kakak. Anton seorang anak tunawisma, ditemukan ayah Rama saat meringkuk sendiri di emperan sebuah toko kala hujan deras dan angin mengguyur. Karena kasihan, ayah Rama hampiri anak itu. Yang ternyata bernama Anton.
Rama ajak Anton pulang, dan dijadikan saudara untuk Bima. Ayah Rama tak membedakan antara Anton dan Bima. Bahkan bunda Margareth turut gembira karena anak semata wayangnya mendapat saudara. Sejak saat itulah Anton dan Bima selalu bersama. Usia yang hanya terpaut dua tahun, membuat mereka seperti adik kakak. Selalu sekolah dan latihan beladiri bersama. Bahkan Anton sangat berbakat pada ilmu bela diri
Malam itu hujan deras mengguyur komplek perumahan tempat tinggal Bima. Tiba-tiba listrikpun padam. Bima dan Anton yang masih terjaga keluar dari kamar untuk mencari sebuah lilin penerangan. Saat itu belum ada lampu LED yang masih menyala saat listrik padam.
Samar terlihat bayangan manusia memakai penutup wajah melintas di hadapan mereka. Anton dan Bima menahan nafas dan saling tatap agar tidak ketahuan. Tak sengaja Bima melihat punggung tangan orang yang membawa senjata itu.
Di kamar orang tua Bima sudah terjadi kegaduhan. Bima mendengar suara orang-orang berkelahi. Anton dan Margareth dengan sigap menghadapi kelompok itu. Tapi Rama dan Margareth kalah jumlah dengan mereka. Margareth keluar dari kamar dan menghadapi enam orang musuhnya. Dengan lincah dan gesit Margareth menangkis gerakan musuh.
Orang dengan penutup wajah yang sempat dilihat Bima tadi, memuntahkan senjatanya di belakang Margareth. Bunda Bima tak sempat untuk mengelak. Limbunglah Margareth dan terjatuh bersimbah darah. Orang-orang itu melarikan diri, saat melihat bunda Margareth telah jatuh.
Ayah Rama berlari menangkap badan istrinya sebelum menyentuh lantai. Dengan derai airmata, "Maafkan aku Margareth, aku tidak bisa menjagamu". Bunda Margareth menaruh telunjuknya di bibir sang suami, "Rama, aku bangga menjadi istrimu. Kamu orang yang sangat baik. Tolong jaga anak kita, jadikan Bima orang yang baik sepertimu" ucap bunda Margareth terbata-bata. Dipeluknya tubuh yang istri yang penuh noda darah. Bime mendekat ikut memeluk tubuh sang Bunda. "Bima, jadilah anak yang baik ya, Bunda juga titip ayah. Bunda sayang kalian" usai berkata, terkulailah tubuh Bunda Margareth. Seketika terdengar teriakan histeris Bima.
Ya, tembakan yang dilepaskan orang itu tepat mengenai jantung bunda Margareth. Bima paham setelah dia menjadi seorang dokter. Pasti orang itu sangat ahli menembak, dalam gelap pun sasarannya tepat sekali. Batin Bima.
Sepeninggal bundanya, ayah Rama lebih pendiam. Kasih sayang ke Bima dan Anton tidak berkurang sedikitpun. Kesibukan ayah Rama bertambah. Menyiapkan makanan dan segala kebutuhan Anton dan Bima ayah Rama siapkan sendiri. Bimapun begitu, menjadi anak yang lebih pendiam sama seperti ayahnya.
Bima yang biasanya sudah giat berlatih beladiri, saat ini lebih giat lagi. Tiap hari giat belajar dan mengasah instingnya.
"Bim, istirahat dulu. Ini minumnya" sodor Anton.
"Abang sudah selesai kah?" seru Bima menerima minuman dari Anton.
"Sudah dari tadi. Tadi abang makan duluan. Abis pulang sekolah, perut abang demo keroncongan" Anton cengengesan.
Bima dan Anton berada di kelas yang sama. Saat itulah Dafa hadir di tengah-tengah mereka. Dafa yang ditolong oleh Bima diajak pulang ke rumah, karena tau Dafa anak yatim piatu. Itupun tak lepas dari persetujuan Rama. Meski usia Bima lebih muda, Bima tak kalah kemampuan akademiknya dengan anak yang seusia Anton. Bima selalu mendapat juara kelas. Lomba-lomba alimpiade pun tak ada yang luput dari genggamannya. Sekolah Menengah Pertama dan Menengah Atas Bima lalui dengan program beasiswa dan juga akselerasi. Anton bisa mengikuti sekolah, meski dengan tertatih. Bima lulus duluan dari sekolah menengah atas.
Bima pun mendaftar ke fakultas kedokteran di sebuah kampus negeri ternama. Nilai yang bagus memudahkan Bima mengambil jurusan yang diinginkannya. Sementara Anton, selepas SMA tidak mau melanjutkan kuliah seperti yang disarankan ayahnya. "Aku latihan beladiri aja Yah, selain itu aku membantu ayah bekerja saja" tolak Anton dengan halus saat ditawari ayah Rama untuk melanjutkan kuliah.
Ayah Rama tidak memaksakan kehendaknya ke Anton. Karena Anton memiliki alasan yang kuat untuk itu. Anton sadar dengan kemampuan akademisnya. Saat SMA Bima dan Anton sedikit demi sedikit dijelaskan tentang pekerjaan ayah Rama.
🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗
bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!