Marsha terbangun dari tidurnya. Kedua matanya menatap langit - langit platfon kamar berwarna putih dengan ukirannya bergaya klasik. Jauh berbeda dengan langit - langi kamarnya terdahulu. Matanya mengerjap beberapa kali, mengembalikkan pandangannya yang kabur sejenak untuk bisa kembali normal. Tangannya meraba sensor on - off dari jam nakas yang berbunyi, alarm pagi yang mengusik ketenangannya.
Marsha tertidur lelap semalaman?
Tentu tidak! Semalaman kepala Marsha berdenyut kencang hingga tidak tertahankan.Langkah kaki yang bertelanjang tak mengenakan alas berlari ke arah dapur berharap bisa menemukan obat pereda sakit kepala yang di derita olehnya. Hingga akhirnya Marsha menemukan sebuah kotak obat yang berisikan obat - obatan umum untuk pertolongan pertama.
Efek samping obat - obatan yang di konsumsi oleh Marsha lah yang membuat perempuan berpostur ramping itu tertidur selama beberapa jam, istirahat yang cukup dan nikmat yang Marsha rengkuh setelah otaknya begitu keras berpikir.
Setelah Sekretaris Rafael meninggalkannya seorang diri di rumah mewah nan besar itu, Marsha kembali meratapi nasib dan keputusannya. Pada umumnya sepasang insan yang telah resmi menyandang status baru sebagai pasangan Suami - Istri pasti akan meluangkan waktu mereka untuk memberikan cinta, perhatian dan kasih sayang dan pastilah malam pertama yang berkesaan. Pun dengan keromatisan yang tiada tara yang di rengkuh oleh keduanya.
Namun, semua berbanding terbalik oleh Alvaro dan juga Marsha. Keduanya tak melewatkan malam pertama seperti lumrahnya pasangan yang baru saja menikah. Tak melewatkan malam pertama yang berkesan dengan segala keromatisan dan kehangatan yang istimewa. Kemarin malam terlewatkan begitu saja, sia - sia tanpa ada coretan cerita yang patut untuk di kenang, yang ada hanyalah keheningan malam yang sunyi dari rumah yang di peruntukkan untuk Marsha.
"Astaga! Apa yang aku harapkan dari semua ini?" Marsha tersentak akan lamunannya yang kembali mengingat malam dingin yang ia lewatkan semalaman.
"Sadarlah,Marsha. Semua ini hanyalah rasa tanggung jawabnya kepadamu! Ngaca, Marsha! Ngaca!" Marsha berucap seorang diri lalu bangkit dari rebahannya.
...******...
Marsha menapaki anak tangga untuk turun dari lantai atas ke lantai bawah . Rambutnya yang tergerai tak rapi menutupi punggungnya yang terekspose akan pakaian yang di kenakannya. Kedua kakinya yang bertelanjang tak mengenakan alas telah sampai menapaki lantai bawah dari bergaya elegan minimalis itu.
Kedua bola mata mengawasi keadaan ruangan bawah yang sama sepinya seperti kemarin malam.Hanya Marsha lah penghuninya seorang diri yang berada di rumah berlantaikan dua itu.
"Dia pasti tak akan datang sepagi ini, mungkin dia akan siang atau sore atau pun malam?" Marsha terhenti sejenak akan ucapannya yang sedikit ragu ia keluarkan namun ludahnya tak sabar untuk meneruskan. "Atau mungkin tak usah datang saja?" lanjut Marsha bersungut - sungut kesal.
"Tch! Bodo amat! Yang penting pagi ini aku merdeka!" Marsha berdecih dengan berucap seorang diri. "Lebih baik cepat - cepat mengisi perutku yang sudah keroncongan saat ini."
Marsha mengulas senyuman dengan langkah kaki berjalan menuju ruangan dapur. Mencari makanan yang bisa ia lahap dan mengenyangkan perutnya yang mengisap hingga ke ulu hati.
Bagaimana tidak, semalaman Marsha tak makan apapun di karenakan dirinya yang terlalu pusing merenungi nasib.
Marsha bersikap acuh tak waspada pada keadaan sekitar yang sunyi. Tubuhnya melenggang cepat menuju ke ruangan dapur dengan rasa yang sudah tidak sabar. Marsha bersikap seperti biasa seperti saat ada di rumah lamanya mengenakan hot pants berwarna merah muda yang membentuk kemolekan tubuh di bawah pinggulnya. Keseksian Marsha semakin menggoda dengan crop top berwarna sama dengan belahan bagian depan menunjukkan padatnya dada Marsha miliki.
Marsha membuka lemari pantry untuk mencari makanan yang ada di dalamnya. Kedua matanya langsung tertarik pada bungkusan biskuit dengan selai bluberry yang menggoda lidahnya untuk mencicipinya.
Telapak kaki yang bertelanjang tak mengenakan alas itu berjinjit agar tangannya bisa menjangkau biskuit roti yang ingin di raihnya. Namun, tinggi tubuhnya dengan agak ke dalamnya keberadaan biskuit berselaikan blueberry tersebut membuat Marsha kesusahan menjangkaunya.
"Kenapa tak bisa minta bantuan? Kau tak punya mulut untuk berbicara?"
Tubuh Marsha tersentak saat merasakan kehangatan tubuh seseorang yang menguar dari belakang tubuhnya. Suara bariton yang begitu familiar Marsha dengar membuat tubuhnya semakin menegang.
Alvaro? Kapan lelaki itu sudah ada di rumah aset pribadi miliknya? Bukankah tadi Marsha sudah benar - benar menilisik ruangan bawah bahwa tidak ada orang lain selain dirinya sendiri.
Jantung Marsha berdebar dengan kencang. Tubuhnya gugup dan menegang. Kedua matanya membelalak setelah otaknya menelaah jika di belakang tubuhnya saat ini adalah Alvaro Samudera, yang telah menjadi suaminya dan yang kemarin telah menikahi dirinya secara sirih.
Tangan Marsha yang ingin merosot turun dari jangkauan biskuit tertahan oleh tangan Alvaro yang mencengkramnya lembut. Lalu membimbing tangan Marsha untuk turun dan berlabuh di permukaan perutnya yang luput dari pakaian.
Alvaro seolah setengah merangkul Marsha dengan tubuhnya yang semakin mendesak tubuh Marsha hingga membentur meja pantry. Bibir Alvaro mendekat dan mengecup helaian rambut Marsha yang tergerai tak rapi. Sementara hidungnya mengedus - endus keharuman rambut Marsha. Satu tangan Alvaro yang terbebas tak tinggal diam. Segera mungkin tangan itu bekerja, menyingkap rambut Marsha untuk Alvaro bisa menyapa kemulusan kulit punggung, bahu serta leher jenjang Marsha.
"Sejak kapan anda ada disini?" tanya Marsha yang sedikit gemetar ketika Alvaro mengecupi punggungnya.
"Ini rumahku kau tak punya hak untuk melarangku," Alvaro berucap angkuh dengan menandakan kepemilikannya.
"Tapi ini masih pagi dan saya belum man....," ucapan Marsha terhenti ketika sentuhan bibir Alvaro begitu terasa sensual di kulit bahunya.
Sebuah erangan kecil lolos keluar dari mulut Marsha yang menganga kecil, ketika Alvaro begitu bernafsu pada secuil kemulusan kulit bahu Marsha. Menggigit kecil hingga membuat Marsha bergerak gelisah dan merangsang bulu - bulu halus pada sekujur tubuhnya yang menegang, bergidik akan sentuhan Alvaro yang membuat Marsha mengeluarkan lenguhan sensual yang menggoda.
"Ahh...." lenguhan terakhir yang membuat otak sadar Marsha tak berdaya.
Alvaro tak menggebu mencumbui kulit bahu Marsha. Lelaki itu begitu pintar seolah sudah paham akan gerakannya mematikan lawannya bertekuk lutut akan sentuhannya. Alvaro begitu membuat Marsha lunglai jatuh terduduk pada titik kesadarannya hingga perempuan itu jatuh pasrah di pelukkan tubuh Alvaro. Tali tipis yang ada di bahu Marsha pun sudah bergeser posisi, merosot hingga ke lengan ramping Marsha.
"Kau begitu menggoda Marsha. Apa kau sengaja memancingku di karenakan jadwalku hari ini yang datang mengunjungimu?" tuduh Alvaro yang keluar dari bibirnya yang terbenam pada bahu Marsha.
Bibir Alvaro merayap ke atas dengan sensualnya. Melanjutkan keinginannya menikmati leher Marsha yang entah mengapa memiliki magnet kuat yang menariknya. Seolah Alvaro akan merugi jika tak menyapa leher jenjang yang menggoda pandangan serta hasratnya.
Leher Marsha di tuntun oleh Alvaro untuk memiring dan berlabuh di bahu Alvaro yang lebar. Bersandar di sana hingga memudahkan Alvaro untuk menjelajah bebas tanpa penghalang.
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca.Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Jasmine
breakfastnya jd hareudang gitu ya thor
2022-05-20
0
Allfan Nur Muhammad Ramadhan
lanjutannya mana nihhhh kok ditunggu tdk up juga , lanjutttt 😁😁🤭💪💪
2022-05-19
1
Allfan Nur Muhammad Ramadhan
kok ... jd merinding sih 😁😁🤭
katanya ga suka ehhh tiba tiba nongol tuh Alvaro 🤣🤣🤣 lanjutttt 👍
2022-05-18
1