Viona melenggang anggun dengan sejenak menyapa Rafael yang membalasnya dengan senyuman yang ramah dan sopannya. Perempuan itu juga tidak berlaku angkuh pada Marsha yang berdiri terpaku mengagumi kecantikannya. Viona melemparkan senyuman manisnya saat berjalan melewati Marsha hingga akhirnya perempuan cantik itu lenyap dari sudut ruangan.
"Siapa dia?" tanya Alvaro angkuh dengan mata tajamnya memperhatikan Marsha.
"Dia pegawai hari ini yang di pecat bersama dengan empat orang tersangka dalam kasus penggelapan dana nasabah itu, Tuan" Rafael dengan sigap menjawab pertanyaan dari Tuannya.
"Oh!" Alvaro berucap singkat. "Suruh dia masuk, sepertinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan kepadaku langsung," sambung Alvaro dengan seringai penuh arti.
Rafael sontak terkesiap akan keputusan Tuannya yang tak terduga. Lelaki itu bahkan membelalakan kedua matanya dengan mulutnya menganga kecil.
Bukan hanya Rafael. Marsha juga ikut terkesiap yang sama dengan sosok sekretaris yang tadi memperlakukannya dengan tegas. Marsha belum lah menyampaikan maksud dan tujuannya datang pada tempat terlarang bagi pegawai rendahan seperti dirinya.
Namun perempuan itu menyambutnya dengan rasa bahagia seperti mendapatkan angin segar akan keadilan yang ia ingin ia sampaikan nanti di dalam ruangan tanpa adanya berpikir kemungkinan lain terjadi di dalam nanti.
Kini Marsha sedang berdiri di hadapan meja kerja Alvaro dengan pemiliknya sudah duduk di kursinya. Sibuk dengan lembaran dokumen yang tadi di tinggalkan sejenak karena kedatangan perempuan cantik yang tadi ramah menyapanya.
Alvaro bersikap acuh bukan berarti lelaki tampan yang berkulit putih itu tak merasakan kehadiran Marsha di ruangannya. Sesekali Alvaro mencuri pandang pada Marsha yang gugup di hadapannya hingga sebuah guratan senyum tipis tertarik di bibir merah muda alaminya.
"Aku orang yang super sibuk. Kau sudah menyia - nyiakan lima menit waktu berharga ku dengan terbuang begitu saja. Kau tahu? Setiap detik waktu adalah berharga bagiku. Bahkan di setiap detiknya aku bisa menghasilkan pundi - pundi rupiah bahkan dolar. Jika kau masih merapatkan bibirmu itu, enyah saja dari ruanganku. Aku bukanlah orang yang memberikan belas kasih pada pegawai rendahan seperti mu."
Alvaro memecahkan keheningan dengan kalimatnya yang begitu tajam, bagaikan sebuah belati beracun yang menyayat hati Marsha seketika.
"Pak Alvaro pasti tahu siapa tersangka dalam kasus penggelapan dana nasabah," Marsha akhirnya mengeluarkan suaranya hingga menghentikan pergerakan pena Alvaro yang ingin mengukir pola tanda tangan dirinya.
"Saya adalah korban bukan tersangka. Siapa pun pasti tak akan percaya dengan pengakuan saya yang sudah jutaan kali saya suarakan. Tapi karena bukti dan pernyataan saksi yang tak adil, mengharuskan nama baik saya menjadi tercoreng." Marsha tak ragu membela diri di hadapan Alvaro.
"To the point saja." Alvaro menyahut cepat dengan tak ingin basa - basi.
"Saya tidak ingin di pecat karena semua tuduhan itu tak pernah saya lakukan." Marsha menyambut cepat keinginan Alvaro dengan mengutarakan maksud dan tujuannya.
"Apa timbal balik yang aku dapatkan jika kau kembali bekerja?" Alvaro menatap Marsha dengan tajam dengan matanya yang awas.
"Ma...maksud Pak Alvaro, apa?" Marsha terkesiap mendengar pertanyaan Alvaro hingga membuatnya tergagap.
"Bagaiamana kalau pelayanan? Ah, maksudku special service seperti malam itu. Apa kau masih ingat, malam hangat yang kita lalui bersama empat tahun yang lalu? Saat kau memohon - mohon minta ingin di sentuh dan di tiduri olehku. Pasti akan sangat menyenangkan rasanya jika kita bisa melakukan reuni hangat itu lagi." Alvaro mengajukan keinginannya dengan mengajak memori ingatannya dengan Marsha malam itu.
Marsha begitu kaget setelah mendengar ucapan dari presdirnya itu. Ia pun mulai bergerak mundur, ingatan akan kenangan empat tahun yang lalu itu ternyata terjadi di antara mereka berdua.
"Selihai apapun kau menutupi identitas aslimu itu, aku tak bisa kau berdaya seperti orang lain. Hai cantik... senang bisa bertemu denganmu lagi, setelah sekian lama tak berjumpa. Takdir yang aneh bukan?" Alvaro menyeringai setelah melanjutkan kalimat sindiran akan penampilan Marsha saat ini.
...******...
Marsha menatap langit - langit kamar tidurnya yang berwarna flat, putih tanpa adanya ukiran atau pun warna lain yang mempercantik. Tubuh rampingnya terlentang pasrah di atas ranjang tidur dengan kedua tangannya yang membentang. Tatapan Marsha sama flatnya dengan warna langit - langit kamar tidurnya. Riasan make up yang tadi ia kenakan telah lenyap di karenakan perempuan itu yang telah menghapusnya.
Marsha memejamkan matanya. Ingin rasanya tertidur pulas di karenakan malam yang telag menyapa walaupun rasanya masih terlalu cepat ia ingin beralih kedunia mimpi.
Seketika kelopak mata Marsha kembali terbuka. Tak bisa memejamkan mata karena uapan Alvaro yang sore hari tadi masih terngiang jelas di kedua telinganya. Ajakan Alvaro yang membuat Marsha memaksa mundur ingatannya pada peristiwa empat tahun yang lalu yang membawa luka perih hingga merubah kehidupannya yang masih belum Marsha lupakan begitu saja.
Bagaimana tidak?
Kedua orang tuanya meninggal di saat Marsha tengah bermandikan kehangatan dengan lelaki yang ternyata merupakan Bos besar di tempatnya bekerja.
Marsha memang tak mengingat jelas apa yang ia lakukan malam itu bersama dengan Alvaro yang menolongnya dari bringasnya pria paruh baya yang bernafsu kepadanya saat itu. Tetapi sesaat mendapati dirinya bertelanjang di bawah bed cover putih dengan pakainnya yang tak lagi layak untuk di kenakan, membuat Marsha yakin jika mahkota keperawanannya telah di renggut oleh Alvaro.
Kesialan belum berheti di situ saja. Nakula, kekasih yang sudah dua tahun ia pacari memutuskan hubungan di antara mereka. Belum lagi uang belasungkawa kematian kedua orang tuanya dan harta peninggalan kedua orang tuanya di bawa kabur oleh pamannya Yudha.Rumah dan harta satu - satunya dari peninggalan kedua orang tuanya pun sudah di jual tanpa sepengetahuan Marsha.
Hanya Liora lah yang mau menolong Marsha saat keterpurukkan menghampiri hidupnya dan adik semata wayangnya. Walaupun Liora telah mengkhianati dirinya,Marsha terpaksa menelan bulat - bulat permintaan maaf dan bantuan dari Liora di karenakan Marsha yang tak memiliki lagi bahu sandaran.
Marsha tidak ingin Rania yang cerdas harus putus sekolah hanya karena tingginya ego dan harga diri yang perempuan itu junjung.Dengan cucuran air mata dan ketegaran hati, Marsha merendah dengan kembali menerima Liora sebagai sahabatnya kembali.
Kali ini kejadian itu kembali terulang lagi. Marsha kembali di hadapkan pada keputusan yang rumit yang membuatnya frustasi berat dan membuat kepalanya di landa migran hingga Marsha tak sanggup untuk berpikir keras. Marsha yang di jebak dalam kasus penggelapan dana nasabah tak ingin menerima pemecatan yang di lakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja selama ini.Mengais rejeki untuk membiayai pendidikan Rania sekolah di Inggris.
Sore tadi saat berada di ruang kerja Alvaro, Marsha mendapatkan tawaran yang membuatnya ingin melayangkan tamparan keras pada lelaki yang memiliki kuasa itu.Tetapi seketika Marsha sadar dan tahu diri akan siapa jati dirinya yang sebenarnya.Marsha yang tengah memohon dan tak memiliki banyak pilihan di berikan tawaran untuk menemui Alvaro Samudera di sebuah hotel berbintang milik lelaki itu dan memberikan pelayanan yang Alvaro inginkan.
Marsha ingin menolak. Tapi, masa depan Rania kini bergantung penuh pada dirinya. Marsha adalah kepala keluarga, Ayah sekaligus Ibu bagi adik tercintanya. Menjadi tulang punggung yang harus mengenyampingkan ego dan harga dirinya.
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Jasmine
sungguh tragis nasibmu marsha...
namun alvarolah menjadi pahlawanmu...jgn gentar jika itu mjd keputusan yg terbaik utkmu agar bisa memenuhi kebutuhan adikmu lakukan dgn ikhlas...
2022-05-16
0
surati wahyuono
lanjut thur
2022-05-13
0