Sepasang kaki Rafael menapaki ruang kerja Alvaro setelah meminta ijin terlebih dahulu kepada sang pemilik ruangan untuk masuk ke dalam ruangan. Langkah kaki yang singgap dengan raut wajah yang datar dari Rafael mencuri perhatian Alvaro yang tengah sibuk dengan beberapa dokumen di atas meja kerjanya. Pena yang ada di genggaman jemari Alvaro pun terabaikan begitu saja. Membuat pemiliknya tak ingin lagi memyentuhnya.
"Ada apa?" tanya Alvaro lagi penasaran.
"Ada yang ingin bertemu dengan anda, Tuan muda," ucap Rafael menyampaikan seseorang yang tengah menunggu di luar ruangan kerja.
Ucapan yang keluar dari mulut Rafael, rasanya tak menarik di hati lelaki yang terkenal sama kejamnya seperti Papanya dalam di dunia bisnis. Alvaro kembali mengenggam pena yang tadi ia acuhkan untuk mendatangani dokumen yang butuh tanda tangan dari dirinya.
"Siapa? Jika bukan orang penting aku tidak mau menemuinya. Bilang saja aku sedang sibuk dan tidak bisa di ganggu."
Alvaro begitu acuh dengan tatapannya yang masih fokus pada dokumen di atas meja kerjanya.
"Nona Viona sedang menuggu ijin masuk dari anda, Tuan muda. Saat ini Nona Viona sedang menunggu di luar," Rafael menundukkan tatapannya setelah memberitahukan keberadaan perempuan yang pasti akan menarik perhatian Alvaro Samudera.
Pena yang baru saja ingin mencoret kolom kosong untuk mengukir pola tanda tangan seketika terhenti. Telinga Alvaro yang dengan jelas Rafael menyebutkan nama perempuan yang telah ia kenal semasa kecil itu mengadu pada otaknya untuk bekerja dan menghasilkan sebuah reaksi serta keputusan yang telah Alvaro tetapkan. Alvaro mengangkat tatapannya kepada sekretaris pribadinya yang tertunduk.
"Persilahkan dia masuk," Alvaro menyampaikan ijin dari dirinya untuk Viona masuk ke dalam ruangannya.
"Baik Tuan," Rafael menyahut dengan sigap dan langsung membalikkan tubuh dan melangkah keluar untuk segera mempersilahkan nona kesayangan Tuannya masuk ke dalam ruang kerja yang berukuran lima kali lipat dari ukuran sebuah kamar normal.
Alvaro beranjak dari duduknya. Meletakkan kembali pena yang tadi ia genggam di atas dokumen yang sudah di tutup olehnya. Tangannya mengaitkan kancing jas yang tadi ia lepaskan selama duduk. Lalu kedua kaki menggunakan pantofel hitam mengkilap dari merk ternama melangkah menuju pintu masuk ruangan kerjanya. Ingin menyambut Nona muda berparas cantik yang datang ingin menemuinya.
"Kak?" suara Viona menyapa Alvaro dari balik pintu yang terbuka.
"Ada keperluan apa? Rindu?" tanya Alvaro yang melangkah menghampiri Viona dengan nada yang menggoda.
"Tcch! Aku kesini karena lelah menghubungi Kak Alvaro," Viona bersungut - sungut kesal.
"Menghubungiku? Ah! Maaf. Hari ini aku sibuk. Jadi aku sibuk mensilent kan Handphone ku. Kau tahu sendiri, kan? Aku jarang - jarang bisa kesini. Sekalinya ke sini, aku langsung di serbu pekerjaan yang tak ada habisnya," Alvaro menjelaskan keadaannya hari ini yang cukup menguras perhatian dan pikirannya.
Alvaro meraih pergelangan tangan Viona. Menarik perempuan yang menampakkan wajah masamnya itu ke sudut ruangan yang terdapat di sofa empuk untuk mereka duduki.
"Jangan marah, oke?" Alvaro merayu Viona dengan mengulas senyuman manisnya.
"Kak Alvaro, nggak lupa acara nanti malam, kan? Papa dan Mama sudah mewanti - wanti untuk kita berdua datang bersamaan. Jangan sampai kejadian sebelumnya kembali terulang. Bisa - bisa aku enggak di ijinkan lagi untuk tinggal sendirian di apartemenku." Viona mengingatkan dengan mewanti - wanti Alvaro agar tak mengingkari janji yang telah ia ucapkan.
"Iya, schedule - ku malam nanti hanya untukmu, cantik. Hanya dua jam saja kan kita di acara itu?" tanya Alvaro yang memastikan.
"Iya Kak. Setelah itu Papa dan Mama akan kembali dan bersiap - siap langsung ke bandara. Kak Alvaro juga tidak usah mengantarkanku pulang karena Saga yang akan menjemputku," Viona memberikan kejelasannya mengenai skenario mereka berdua untuk malam nanti secara mendatail.
"Kau lebih mau di jemput oleh Sepupuku Saga dari pada aku tunanganmu?" Alvaro memincing tajam penglihatannya ke arah Viona.
"Sudahlah Kak. Jangan bicara ngawur! Pokoknya malam nanti Kak Alvaro enggak boleh menjemputku di apartemen!" Viona yang mulai malas meladeni Alvaro dengan kembali menekan Bos muda itu untuk tak melupakan janjinya.
"Untung saja kau cantik. Kalau tidak...."
"Kalau tidak apa, Kak? Kak Alvaro jangan macam- macam denganku ya?" Viona menyela dan sekaligus mengancam Bos kejam itu.
...****...
Marsha menarik nafas dalam - dalam saat pintu lift terbuka pada lantai yang ia tuju lalu menghelanya perlahan. Menenangkan ke gugupan hati dan jiwanya akan keputusan yang sangat berani ia ambil saat ini.
Kedua tangan Marsha menjalin erat seolah tersimpan ketakutan yang menyelimuti diri. Kedua kelopak mata dengan bulu mata cantiknya mengerjap - ngerjap beberapa kali. Lidahnya bahkan keluar sejenak untuk membasahi bibirnya.
Dengan keberanian yang telah terkumpul, Marsha keluar dari dalam lift dan menuju ke ruangan yang ingin dia tuju. Stilletto hitam yang Marsha kenakan menghentak lantai granit yang ia pijaki. Menimbulkan suara hingga mencuri pandangan orang yang sedang duduk di ujung ruangan.
"Ada keperluan apa?" tanya Rafael yang tercuri perhatiannya oleh kedatangan Marsha.
"Apakah Pak Presdir ada di tempat?" tanya Marsha dengan gugup saat mulai mencoba bersuara untuk menyampaikan maksud hatinya.
Mata Rafael yang awas memperhatikan Marsha yang berdiri di hadapannya. Matanya jelinya juga tidak melewati id card yang menggantung di lehernya dan jatuh di bawah dada Marsha.
"Anda salah satu pegawai yang terkena masalah baru - baru ini, kan? Bukankah hari ini seharusnya anda merapikan meja kerja anda dan meninggalkan perusahan ini? Ada keperluan apa anda ingin menemui pemilik perusahaan ini?" Tanya Rafael bagaikan seorang paspampres untuk menyeleksi siapa saja tamu yang datang ingin menemui Tuannya.
Memberlakukan protokoler super ketat pada Marsha hingga membuat nyali perempuan berpenampilan culun itu menciut.
"S...saya... saya...."
Ucapan Marsha yang tergagap terhenti akan daun pintu ruangan yang terbuka dengan dua insan yang keluar dari dalam ruangan. Pandangan Marsha dan Rafael teralihkan pada sosok pemilik perusahaan keuangan itu yang tengah di rangkul mesra lengannya oleh sosok perempuan cantik yang ada di sebelahnya.
Marsha pastilah tau siapa sosok lelaki yang tengah di rangkul mesra oleh perempuan yang ada di sebelahnya. Lelaki itu adalah pemilik perusahaan ini dan Bos besar dari tempatnya bekerja. Seketika tatapan Marsha tertunduk ketika tatapannya bersibobrok dengan mata Alvaro yang awas mengarah kepadanya.
"Keputusanku untuk pergi sekarang tepat. Pokoknya jangan lupa nanti malam. Aku pergi dulu, Bye." Viona mengedipkan sebelah matanya pada Alvaro lalu melepaskan rangkulan tangannya yang mesra dari lengan Alvaro.
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Jasmine
alvaro tdk ingatkah kejadian 4 thn yg lalu dgn marsha yg telah dtg ke kamarnya?
2022-05-16
0