Terpaksa Menikah
Alvaro Samudera baru saja tiba di lounge bar hotel bintang lima yang berada di kawasan elite kota B. Lelaki tampan yang mengenakan setelan semi formal itu melemparkan senyum tipisnya kepada ketiga sahabatnya itu, yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Ya, sahabatnya telah tiba terlebih dahulu dari dirinya.
Dengan langkah yang elegan, Alvaro menghampiri ke tiga sahabatnya itu yang memiliki status yang sama dengan dirinya. Penerus atau pewaris dari kekayaan orang tua mereka masing - masing. Lelaki itu melayangkan tangannya pada uluran tangan ketiga sahabatnya itu yang terlebih dahulu menyambutnya, mengepalnya dengan memberikan sedikit hentakan yang khas. Jabatan tangan khas anak muda seusia mereka.
"Hai Tuan Muda Alvaro, tambah tampan aja nih Tuan muda yang satu ini." Andreas memberikan pujian pada Alvaro yang membanting tubuh gagahnya pada sofa kosong di sebelahnya.
"Gila kau, Andreas! Ya, pastilah! Alvaro gitu, loh!" Chris ikut menimpali pujian Andreas dengan nada menggoda.
"Sudah, sudah!" Demian menghentikkan kedua temannya yang menggoda Alvaro. Apa kabar Bro? Bagaimana enam tahun di Amerika?" lanjut Demian dengan penasaran.
"Sama seperti kalian yang juga menghambiskan pendidikannya di luar negeri. Enggak jauh berbeda lah!" Alvaro berucap santai seolah menyimpan rasa lelah. Terbukti dari jemarinya yang memijat dahinya.
"Sepertinya kau langsung terjun sesampainya di kota B?" Demian menebak akan keadaan sahabatnya yang terlihat jelas lelah malam ini.
Ya, Alvaro Samudera bahkan baru menginjak kakinya di kota B dua hari yang lalu selepas menyelesaikan pendidikan strata duanya di Universitas Harvad. Lelaki yang merupakan Putra sulung dari Yohanes Elvano Alvarendra itu harus merelakan waktu pribadinya untuk bersenang - senang dengan para sahabatnya.
Lelaki yang sudah di takdirkan menjadi penerus dan pewaris dari perusahaan raksasa orang tuanya itu langsung memikul tanggung jawab yang di emban oleh Papanya selama sepuluh tahun.Alvaro kini telah resmi menjabat sebagai pemilik dari perusahaan raksasa Papanya. Dimana Papanya tetap mengambil alih sebagai Dewan Pembimbing di perusahaan raksasa milik mereka.
"Kalian tahu jika Papaku sangat bergantung padaku, kan? Jadi aku tidak mau mengecewakan beliau," Alvaro menjawab dengan nada datar.
"Pastilah! Clara dan Keira memilih menjadi dokter. Sementara Bastian begitu tergila - gila pada dunia IT. Lalu Berlin, masih terlalu kecil," Demian menyahut cepat dan menjabarkan satu persatu dunia yang sedang di geluti oleh ke empat adiknya Alvaro Samudera.
"Ngomong - ngomong soal Berlin, kemarin sore aku nggak sengaja bertemu dengannya di sebuah toko buku. Berlin terlihat cantik aja ya?" Andreas begitu antusias menceritakan pertemuan yang tak sengaja dengan adik bungsu Alvaro yang saat ini masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
"Kau! Jangan macam - macam dengan adik bungsu kami! Aku tahu betul perangaimu, Andreas!" Alvaro menggeram kesal dengan sorotan mata tajamnya yang mematikan. "Kau mau aku hajar atau di suntik mati Clara atau pun Keira? Lalu seluruh akses komunikasimu di sadap oleh Bastian?" sambung Alvaro dengan rentetan ancaman yang menakutkan. Opsi pilihan yang di berikan oleh Alvaro kepada Andreas bagaikan sebuah bara api yang akan membuatnya sengsara.
"Ups, tenang, Bro! Aku hanya bercanda. Enggak salah dong aku memuji Berlin? Pada kenyataannya Berlin memang cantik kok," Andreas melemah namun ucapannya masih saja keras kepala memberikan pujian pada adik bungsu kesayangannya Alvaro itu.
"Dari pada ujung - ujungnya ribut. Lebih baik kita nikmati saja malam ini," Chris terpaksa mengambil alih dan menjadi penengah dari kedua sahabatnya. " Sangat di sayangkan jika tempat yang sudah aku reservasi ini hanya akan menjadi tempat kalian adu jotos nantinya," sambung Chris dengan mengulas senyum perdamaian.
"Benar apa kata Chris," Demian menuangkan 3 brendi ke dalam gelas yang berisikan es batu di dalamnya, "Lebih baik kita nikmati dan kendurkan otot - otot yang menegang dari rentetan pekerjaan hari ini, so cheers?" ajak Demian dengan mengangkat gelas miliknya kepada ketiga sahabatnya.
"Ngomong - ngomong gimana hubunganmu dengan Viona?" tanya Andreas dengan tingkat ingin tahunya yang akut.
"Kenapa hari ini Andreas bawel sekali, Bro. Haruskah aku mengirimkannya ke kutub utara atau selatan? Sehingga dia bisa mati di karenakan karena terkena Hipotermia?" Alvaro menggeram kesal akan kebawelan Andreas yang tak takut menyulut api dari Alvaro yang memiliki kuasa lebih dari Andreas.
"So... sorry Bro. Aku hanya bertanya tak salah kan jika aku menanyakan hubungan kalian yang...."
PLAK.
Ucapan Andreas terputus akan layangan tangan dari Chris pada kepalanya. Tak kuat memang namun masih menimbulkan rasa sakit hingga membuat Andreas meringis kesakitan.
"Diam! Apa mulutmu mau aku lakban!" Ancam dari Chris dengan kedua matanya yang melotot, mengintimidasi sahabatnya yang memiliki mulut lemes bagaikan mulut seorang penggosip.
...****...
Marsha baru saja keluar dari sebuah kamar hotel. Melarikan diri setelah usahanya yang kesekian kali untuk bisa keluar dari kamar hotel itu akhirnya membuahkan hasil. Di dalam sana terdapat seorang lelaki paruh baya yang begitu bernafsu pada perempuan cantik yang setengah sadar di bawah pengaruh alkohol dan obat lain yang membakar hasratnya.
Langkah kaki Marsha terhuyung - huyung dengan suatu rasa yang meledak di dalam dirinya. Tubuhnya begitu panas. Minta ingin di sentuh. Entah mengapa Marsha merasa begitu murahan bagaikan seorang ****** yang rela menyodorkan tubuhnya pada seorang lelaki.
"Ah, sialan efek obat itu sudah mulai bekerja! Seharusnya Liora tidak melakukan ini padaku tadi. Sialan!" Batin Marsha yang kesal.
Marsha bisa berakhir seperti ini karena ulah Liora, sahabatnya. Liora yang mengadakan pesta ulang tahun di salah satu kamar hotel bintang lima itu sengaja memberikan obat lain ke dalam cocktail milik Marsha yang mampu membakar hasrat perempuan cantik itu. Liora lalu memberitahu pada Marsha jika Nakula, kekasihnya, sedang terbaring lemah dan berada di dalam kamar yang tadi Marsha masuki.
Namun, sesampainya di sana, bukan Nakula yang berada di kamar itu. Bukan Nakula yang telah meringkuk sakit melainkan lelaki paruh baya yang begitu senang menyambut Marsha.
Entah apa yang membuat Liora begitu tega membohongi Marsha. Tapi saat ini Marsha belum mau memikirkan kekejaman Liora dalam menyesatkannya. Saat ini yang terpenting untuk Marsha adalah ingin selamat dari kejaran lelaki paruh baya yang bisa saja menggiringnya kembali ke dalam kamar itu.
Di depan matanya, Marsha melihat sebuah pertolongan yang bisa saja menyelamatkannya dari cengkraman lelaki paruh baya yang sudah keluar dari kamar hotel tadi. Kamar hotel yang berjarakkan beberapa pintu kamar dari langkah Marsha yang terhuyung.
"Tolong aku, Marsha mencengkram kuat lengan pria yang ada di hadapannya,"
"Siapa kau berani meminta pertolongan dariku?" ucap pria itu angkuh dengan melepaskkan lengannya dari cengkraman tangan Marsha yang semakin gelisah, tak terkendali.
"Aku mohon tolong aku. Aku akan membayar berapa pun kebaikanmu. Aku mohon!"
Visual Marsha dan Alvaro Versi Author hehehe
Bersambung....
Terima kasih sudah mampir dan membaca karya author yang ke 6 ini semoga suka ya. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa like, komen, vote, dan hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Tisan Fatimah
visualnya idola aku lagi 😻
2022-10-12
1
Salsa Bila
aku suka sama visual nya
2022-10-09
0
Jasmine
Alvaro ikut pergaulan bebas...dari masa anak2 sampai remaja tak mengenal dunia malam spt halnya elvano knp jd tragis perjalanan hidupnya...
berbanding terbalik dgn ajaran dan didikan ortunya ay dan el
2022-05-01
0