4 Tahun Kemudian....
Rombongan berjas resmi dan nan rapi itu telah bediri berjajar rampi membentuk satu barisan di sisi kanan dan kiri. Bersikap ramah dengan senyum merekah di bibir mereka masing - masing. Mau itu tulus atau pun terpaksa, mereka di wajibkan untuk menampilkan mimik wajah bahagia dan ramah demi menyambut tamu besar hari ini.
Tempat - tempat yang akan di lalui telah di sterilkan dari para pegawai kelas rendahan yang bagaikan butiran debu, menyakitkan mata dan mengotori pandangan kedua mata. Jalur itu telah bersiap di tapaki dan di lalui oleh sang pemiliknya yang baru saja tiba di depan gedung keuangan miliknya.
Sedan lexus berwarna dark silver mengkilap elegan baru saja berhenti di teras depan bangunan pencakar langit dari sebuah Bank, salah satu dari banyak bisnis milik keluarga Alvarendra yang di wariskan dari lelaki yang turun dari sedan mewah itu.
Alvaro Samudera adalah tamu besar yang harus di sambut oleh rombongan berjas resmi nan rapi yang sudah menunggunya sejak tadi. Wajah datar dengan tatapan dingin Alvaro sematkan di wajah tampannya. Bagaikan pinang di belah dua, karisma dan wibawa Alvaro begitu mirip dengan Papanya saat seusia degannya.
Yohanes Elvano Alvarendra adalah pebisnis handal yang cukup terkenal di kota B selain Alexander David Mahendra yang sudah terkenal dalam dunia bisnis manapun. Kini Elvano tengah menikmati masa tuanya bersama dengan Kanaya, Istri tercintanya. Resmi pensiun dari dunia yang sudah ia geluti.Elvano, kini sedang menikmati indahnya hari - hari penuh penuh cinta dan kasih sayang bersama dengan Istri kesayangannya itu.
Alvaro melangkah masuk ke dalam gedung pencakar langit miliknya dan dampingi oleh sekretaris pribadinya dan di ikuti oleh rombongan lain yang tadi menyambutnya. Bos besar itu melalui jalur yang di khususkan untuknya yang menuju lift khusus untuk para petinggi dan eksekutif seperti dirinya.
"Sudah di layangkan surat akan hasil keputusan terakhir?" tanya Alvaro dengan dingin kepada salah satu petinggi yang menemaninya masuk ke dalam lift.
"Sesuai perintah dari Tuan, sudah saya kirim surat itu pada departemen yang bersangkutan, Tuan. Dan mungkin atasannya sudah memanggil dengan yang bersangkutan." jawab petinggi itu dengan kata - katanya yang sudah tersusun dan penyampainnnya yang berhati - hati.
"Aku akan di sini hingga sore. Segera mungkin aku di beri kabar balasan dari departemen yang bermasalah itu." Ucap Alvaro dengan sikap angkuhnya memerintah.
"Baik Tuan, petinggi itu menyahut dengan cepat, mengiyakan permintaan Alvaro yang tidak ingin tertunda.
...*****...
Perempuan berkaca mata dengan rambut yang terikat rapi dan riasan make up tipis begitu fokus menatap layar monitor di hadapannya. Kesepuluh jemarinya bergerak lincah di atas keyboard, menari - nari lincah seolah sudah terbiasa menekan huruf - huruf hingga tersusun menjadi sebuah kalimat yang ada di otaknya.
Perempuan berkaca mata dengan penampilan culun itu adalah Marsha Anindya Putri, seorang banker yang bekerja selama 4 tahun di bank yang berada di bawah naungan Alvarendra Corporation.
Fokus Marsha pecah saat seorang sahabatnya menghampirinya di meja kerjanya. Mengalihkan kedua pandang matanya pada sahabatnya yang telah membantunya melewati masa - masa sulit selama empat tahun belakangan ini. Dia adalah Liora, sahabat yang sudah lama Marsha kenal semasa di bangku kuliah dulu hingga sekarang.
"Sha, kamu di panggil Pak Damar di ruangannya," Liora menyampaikan perintah atasannya.
"Keputusannya sudah keluar?" tanya Marsha dengan raut wajah cemasnya.
"Aku nggak tahu, Sha." Liora menggelengkan kepala dengan wajah polosnya.
Marsha menghela nafas. Sejenak mengerjapkan kedua kelopak mata dari balik kacamata yang menghalangi.
"Baiklah akan aku temui. Apapun hasilnya, pasti aku tak akan di salahkan dalam hal itu. Kesaksianmu sudah banyak membantuku, Liora." Marsha mengulas senyuman manis, menyampaikan rasa terima kasih kepada Liora yang telah berkali - kali membantunya.
Di mata Marsha, Liora adalah sosok sahabat sejati yang selalu membantu dirinya. Tanpa Marsha ketahui pasti kebenaran tersembunyi di belakangnya.
"Aku balik ke ruangku ya, Sha. Apapun hasilnya semuanya sudah di tetapkan. Kesaksianku tak menjamin," ucap Liora, kepanikan begitu nyata Liora perlihatkan hingga membuatnya membela diri dan kabur dari pandangan mata Marsha.
...****...
"Ini... ini apa, Pak?" tanya Marsha tak yakin setelah membaca judul besar dari surat yang ada di kedua tangannya.
"Palu sudah di ketuk. Keputusan sudah di tetapkan. Kau terbukti menyelewengkan dana nasabah ke rekening lain yang memiliki sangkutannya dengan dirimu. Bukti - bukti dan pernyataan saksi semuanya mengarah padamu. Kau tak bisa mengelak lagi, Marsha" Damar menjelaskan detail hasil ke putusan rapat kemarin yang di hadirinya olehnya sendiri.
"Tapi kan Liora bilang kalau....."
"Liora sendiri yang mengiyakan bukti - bukti itu," Damar menyela cepat hingga menghentikkan ucapan Marsha..
"A...apa, Pak? Liora?" tanya Marsha yang tak yakin akan ucapan kepala divisi bagiannya.
"Kau tidak tuli kan, Marsha? Jadi aku tidak perlu mengulangi perkataanku untuk ke dua kalinya," Damar menggelengkan kepalanya setelah berucap menyindir.
"Saya di jebak. Ini semua jebakan, Pak Damar tahu bagaimana jujurnya saya selama bekerja di sini, kan?" ucap Marsha yang tidak terima dengan keputusan yang tak adil ia terima.
Damar menatap tajam Marsha dan berkata, " Lebih baik berpenampilan liar dari pada polos tapi hanya berpura - pura,"
"Ma...Maksud Pak Damar, apa?" tanya Marsha dengan terkejut karena mendapat kalimat cibiran tajam dari Damar yang sudah menghina dirinya.
"Jika kau mau protes, Proteslah kepada Presdir Bank ini, agar kau puas, Marsha!" Damar berucap malas. "Lebih baik sekarang kau keluarlah dari ruanganku, jika sudah tidak ada yang di tanyakan lagi, karena aku masih banyak kerjaan. Dan segera kosongkan mejamu, karena besok akan di isi oleh penggantimu" sambung Damar mengusir Marsha dari ruangannya.
...****...
Marsha terduduk lemas di kursi dari meja kerjanya dengan surat pemecatan dirinya yang sudah berada di tangannya. Marsha hanya tak habis pikir, bagaimana Liora bisa memberikan pernyataan yang berbeda jauh? Liora kembali menghianati Marsha? Bukankah Liora telah berucap pada Marsha untuk membelanya.
Kepada Marsha, Liora berkata bahwa perempuan itu akan bersaksi membela Marsha pada kasus penyelewengan dana nasabah yang menyeret nama Marsha yang ada di dalamnya. Namun semua berbeda saat Damar berkata lain dengan surat pemecatan secara tak hormat yang telah Marsha terima.
Tak mungkin Damar berkata bohong, karena hasilnya akan berbeda jika apa yang di katakan Liora pada Marsha sejalan dengan yang Liora katakan pada sidang kesaksiannya.
Marsha merasa sakit hati di khianati oleh Liora berulang kali menorehkan rasa sakit hati di hati perempuan yang berpenampilan culun itu. Apalagi saat Marsha menemui Liora di mejanya. Liora mati - matian membela diri dengan mengatakan dirinya tertekan hingga salah berkata.
Marsha begitu frustasi. Rasanya ia ingin menangis. Marsha tak mungkin menjadi pengangguran di saat Rania, adik semata wayangnya sedang membutuhkan biaya yang lebih menjelang semester akhir dari pendidikan sarjananya di Inggris.
"Sekarang aku harus bagaimana? Haruskah aku naik ke atas dan memohon keadilan kepada Presdir pemilik Bank ini? Sungguh aku sangat bingung. Tapi di sisi lain Rania masih membutuhkan banyak biaya kuliah akhir semesternya di inggris," ucap Marsha dalam batin yang begitu frustasi dengan keadaanya saat ini.
Bersambung..
Terima kasih sudah membaca.Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote dan hadiahnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Jasmine
masa tak punya feeling ataupun firasat dgn teman yg berkedok dan ternyata musuh dlm selimut...bbrp kali buat kecurangan dan keculasan koq msh dipercaya
2022-05-16
0
Allfan Nur Muhammad Ramadhan
semangat lanjutttt 💪👍
2022-05-11
1