Saat pulang dari imunisasi Chika, aku melihat didepan kamar berbaris kulkas, rak piring juga mesin cuci yang masih terbungkus kotak kartonnya.
"Untuk kalian disana nanti, ayah kamu maunya kalian tidak akan kesulitan lagi. Dan kamu bisa lebih tenang mengurus anak."ucap ibu mertuaku menunjukkan barang - barang pemberiannya. Aku bukan senang, mendapatkan barang itu. Lebih seperti beban yang kami emban.
Kenapa?? Karena aku tahu sekali, itu adalah beberapa barang sogokan agar aku dan suamiku mau memberikan Chika pada mereka dengan dalih bahwa kami tidak repot - repot mempunyai harta lagi. Tinggal memikirkan bagaimana memiliki rumah sendiri, karena harta benda sudah disediakan oleh mertua.
Bukan itu juga yang aku mau, dan bukan beruntung ataupun berterima kasih sudah disediakan. Tapi aku berharap dari nol benar - benar nol. Kami tak memiliki apa - apa dan berjuang memiliki apa yang akan kami mau. Jika masih dibantu orang tua begini, kapan kami akan dewasanya. Apalagi Lana juga anak yang sangat manja dengan ibunya.
Seminggu kami berada di Kota S, ibunya sudah menjemput kami. Lana juga tidak keberatan akan hal itu. Masih saja kami dipantau dan menjadikan kami seperti anak yang tidak sanggup mengurus kehiduoan sendiri. Hingga Lana masih bersikap seperti anak kecil saja. Tak bisa mengambil sikap karena orang tuanya masih mengetekinya.
"Kenapa kulkas ditaruh disitu." Tegur mertuaku saat akan mengambil Chika dariku. Aku tak menghiraukan dan membalasnya dengan senyuman.
"Itu mesin cuci jangan disimpan di kamar mandi. Nanti kalo basah, bisa cepat rusak. Mending rak piring hadap sini, masa mengahadap ke sana..."ucap ibu mertuaku sembari menunjuk barang - barang yang ku tata dirumah.
Setiap apa yang aku kerjakan, apa yang aku lakukan dan yang ku pakaikan ke Chika juga ditegur. Tak bisakah membiarkan apapun yang aku mau, kenapa selalu ikut campur dalam hal bahkan memakaikan baju Chika.
"Yank, kapan kita balik ke kota S ?" Tanyaku pada Lana yang masih sibuk dengan gadgetnya. Tidak saat pacaran, menikah dan punya anak. Lana tak pernah lepas dari gadgetnya, bahkan sering mengabaikan tangisan anaknya yang minta susu saat aku sedang masak.
"Lusa lah, baru sehari disini." Sahutnya cuek sambil terus menatap layar handphonenya. Ada sedikit kekesalan dihatiku, betapa ia lebih sering pegang handphone ketimbang anaknya.
Dirumah mertua tak banyak yang ku lakukan, hanya menyapu dan mencuci baju. Aku belum mau untuk masak, bukan tidak mau tapi aku tak berani untuk membuatnya. Pernah suatu ketika aku masak, dan semua bersin - bersin. Sejak itu ak tak pernah lagi mau masak. Aku juga tak tahu selera mertuaku. Kami seperti ada jarak, tak seperti Tante Mira yang selalu terbuka. Bahkan aku tak segan bercerita dan memeluk tubuhnya yang tambun. Tapi dengan ibu mertua, aku sangat tak berani.
"Kamu cari kerja juga di kota S, biar Chika disini saja." Ucap mertuaku saat diruang tamu seraya menonton televisi.
"Iya." Sahutku sekenanya, meskipun dalam hati aku sangat menolak. Aku memang lulusan sarjana, tapi aku tak berkeinginan untuk kerja lagi. Hanya ingin menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Sehingga aku bisa merawat Chika sepenuhnya. Dan keinginan itupun aku utarakan pad suamiku.
"Yank, aku nggak mau kerja. Aku maunya dirumah, mungkin sambil jualan online dan merawat Chika..!" Ucapku saat kami sedang berada dikamar.
"Terus bank kamu, suruh aku yang bayar.."
Ahhh, lupa. Aku tak ingat masih ada tanggungan bank saat masih bujang. Apa mau dikata, aku juga tak bisa berharap gajih Lana. Apalagi gajihnya tak cukup untuk bayar angsuran bank dan kebutuhan rumah. Ok, baiklaaah..
Akhirnya kami kembali ke Kota S, betapa senangnya hatiku jika sudah meninggalkan kota A. Seperti hatiku sudah tenang berada di kota S. Hanya saja aku tak mengunjungi orang tuaku meski aku ke kota A.
"Kak Fanya, ini ada sedikit uang. Minta tolong sampaikan ke mamak. Maaf nggak bisa berkunjung.." aku mengirimkan sedikit uang dari tabunganku sebelumnya.
"Iya, Jane. Nanti kakak sampaikan. Kamu hati - hati ke sananya. Ingat sholat, mengaji dan bersedekah. Itu yang akan merubah hidup lebih baik.." pesan kak Fanya.
Sesampainya di Kota S, aku langsung menidurkan Chika dikamar. Berharap Lana akan menungguinya saat aku beberes barang - barang kebutuhan yang kami bawa dari kota S. Namun nyatanya jauh dari harapan. Lana duduk diruang tamu dengan gadgetnya lagi. Aku hanya bisa mengelus dada, menyabari diri sendiri. Kapan dewasanya ia, ya Allah.. Batinku gundah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments