Setelah melakukan ujian nasional, Elana kini bebas belajar. Dia mencoba mencari pekerjaan di sebuah loundry, karena hanya itu yang dia lakukan untuk sementara belum dapat ijasah SMAnya.
Dia di terima bekerja sebagai tukang loundy, bekerja dari jam delapan sampai jam lima sore. Tidak apa, yang penting dia dapat uang dari bekerjanya. Meski dia khawatir jika meninggalkan Mourin seharian bekerja.
"Mama ngga apa-apa kan El tinggal bekerja?" tanya Elana.
"Ya, kamu jangan berat-berat bekerja El, uhuk uhuk." kata Mourin.
"Ngga apa-apa bu, kalau tidak ada kegiatan rasanya ngga enak." kata Elana.
"Apa sekolahnya sudah bebas?" tanya Mourin lagi.
"Udah ma, makanya El cari kerja jadi pegawai loundry." jawab Elana.
"Kamu yang kuat ya, maaf mama ngga bisa bantu kamu cari uang buat kebutuhanmu El." ucap Mourin lagi dengan sedih.
"Mama ngomong apa sih? El bahagia mama masih bisa menemani El setiap hari, lihat mama di rumah. El ngga minta apa-apa kok sama mama, kita hidup bersama. Mama jaga kesehatan aja, jangan kelelahan. Dan jangan lupa obatnya di minum ya." kata Elana lagi.
"Ya udah, kamu jaga diri baik-baik ya." ucap Mourin lagi.
Setelah berbincang seperti itu, Elana pamit untuk berangkat kerja di loundry untuk pertama kali bekerja. Tidak jauh dari kompleksnya, hanya saja lewatnya memutar jadi harus naik angkot satu kali baru sampai di tempat kerja.
Selama memunggu nilai ujian keluar, dia memang mau bekerja. Dan dia di terima di jasa pencucian baju, tempat loundry.
Di sana dia dapat teman sesama anak SMA yang baru lulus juga, dia tidak banyak bertanya tentang Elana. Elana senang karena ada juga akhirnya mau berteman dengannya teman sebaya dengannya. Karena selama ini tidak ada yang mau berteman dengannya.
"Saya Riri, sudah enam bulan bekerja di sini. Kamu siapa?" tanya Riri teman baru Elana di tempat kerja.
"Elana, biasa orang memanggil saya El aja." jawab Elana dengan tersenyum senang.
"Kamu orangnya pendiam ya?" tanya Riri.
"Ngga juga, kalau ada yang ngajak bicara saya jawab kok." jawab Elana dengan candaannya.
Riri tertawa, dia merasa lucu dengan Elana. Hanya terpaut satu tahun dengan Elana, lebih tua Riri dari Elana. Dan sekarang keduanya mulai akrab.
Elana bekerja di bagian mencuci, sedangkan Riri di bagian menyetrika. Sedangkan di bagian depan penerimaan ada Yola dan yang mengirimkan baju bersih ke rumah pelanggan ada Johan dan Deri.
Semakin hari Elana semakin akrab dengan pegawai loundry lainnya, dia merasa bahagia bisa bercanda dan tertawa yang selama ini tidak pernah dia lakukan di sekolah.
Hingga tidak sadar, Elana bekerja di tempat Loundry sudah satu bulan. Dan hari ini ada pengumuman kelulusan dan nilai ujian nasional.
"El, kamu ngga menghadiri kelulusan di sekolahmu?" tanya Riri.
"Ngga, Ri. Aku malas pergi ke sekolah, paling yang dapat nilai tinggi itu anak yang pintar juga kaya aja kok." jawab Elana sambil memasukkan baju-baju ke dalam mesin cuci.
"Tapi kan senang bisa melihat hasil kelulusan di sekolah, bisa mengucapkan salam perpisahan sama teman sekolah juga." kata Riri lagi.
Elana diam saja, dia tidak mau bercerita kalau semua teman di sekolahnya pada menjauh, tidak mau berteman dengannya. Akan ada pertanyaan lagi nantinya dia cerita tentang teman sekolahnya. Doa sudah merasa nyaman berteman dengan pegawai loundry. Dia juga takut jika cerita siapa dia dan kenapa teman-teman sekolahnya menjauh, karena dia anak mantan narapidana.
Yang tidak di mengerti adalah orang tuanya seorang mantan narapidana, keluar dari penjara sudah pasti berubah lebih baik. Tapi yang kena imbasnya adalah anaknya di jauhi, entah apa motifnya. Padahal anak seorang narapidana itu tidak semuanya buruk, bahkan lebih kuat mentalnya di banding anak yang mampu dari segala hal. Mereka tidak pernah berusaha keras dan berusaha menguatkan mentalnya.
Kriing
Suara telepon Elana berbunyi,
Ibu Sinta
Elana ragu menjawab teleponny, dia masih memegang ponselnya dan hanya menatapnya saja.
"El, siapa? Kenapa ngga di angkat?" tanya Riri.
"Dari ibu guruku." jawab Elana.
"Ya udah angkat aja, siapa tahu hal penting sampai meneleponmu."
"Tapi guru ini yang dekat denganku saja, yang selalu membantuku dalam belajar. Tapi aku sedang bekerja." jawab Elana.
"Kalau nelepon sih ngga masalah, cepat di angkat. Ngga enak mengabaikan telepon, apa lagi dari ibu guru." kata Riri mengingatkan.
Mau tidak mau Elana menjawab sambungan telepon ibu Sinta. Dia tahu pasti di suruh berangkat ke sekolah untuk mengetahui nila ujian nasional. Dia pikir buat apa nilai ujian itu, tetap saja yang mendapatkan beasiswa adalah anak orang kaya.
"Halo bu Sinta?"
"Kenapa kamu ngga berangkat El? Ibu cari kamu tadi?"
"Iya bu maaf, El sedang ada kesibukan jadi ngga bisa berangkat ke sekolah."
"Tapi apa kamu tidak mau melihat nilai ujianmu?"
"Ngga usah bu, yang penting El lulus dan dapat ijasah aja juga cukup. Nilai ujian tidak pentingkan bu?"
Ibu Sinta hanya diam saja, dia tahu Elana kecewa jika nilai ujiannya paling bagus tidak akan dapat beasiswa. Dan memang Elana nilai ujiannya paling bagus di sekolah, dan tidak ada yang membanggakannya selain ibu Sinta. Hanya saja ibu Sinta ingin Elana bangga sendiri, masih ada yang bangga dengan nilainya yang bagus itu meski tidak di beri penghargaan.
"Bu?"
"Ibu bangga sama kamu El, meski tidak ada penghargaan dari nilaimu yang bagus itu, ibu bangga sama Elana. Elana yang kuat dan mandiri, tidak lemah dan berjuang dengan gigih untuk mendapatkan nilai bagus. Ibu bangga sekali Elana, jangan lupa tidak semua di sekolah itu mengacuhkan Elana, tidak semua tidak peduli sama Elana. Jadi El jangan putus asa. Ada ibu yang selalu bangga pada anak narapidana seperti Elana. Jangan lupa itu Elana, hik hik.."
Suara tangis ibu Sinta membuat Elana tersentuh, dia pun ikut sedih dan terisak kecil Membuat Riri yang mendengarnya pun jadi aneh dengan Elana yang sedih karena menangis entah kenapa.
Setelah selesai menelepon, Elana pun terduduk. Dia memang kecewa pada pihak sekolah, meski dia berjuang mengikuti ujian dan belajar sungguh-sungguh dan tetap pihak sekolah tidak peduli padanya, tapi Elana merasa tenang dan bangga karena ada ibu Sinta yang selalu memberinya semangat
"El, kamu kenapa?" tanya Riri mematikan setrikaannya mendekat pada Elana yang sedang menangis.
"Ri, apakah seorang anak narapidana itu berhak punya teman dan berprestasi?" tanya Elana di sela isakannya.
"Apa yang kamu bicarakan El?" tanya Riri heran.
"Aku ini anak seorang narapidana, sejak kecil tidak pernah ada yang mau berteman denganku. Karena aku anak narapidana, dan di sekolah sekarang pun sama. Aku tidak punya teman di sana, hanya ibu Sinta wali kelasku sekarang yang selalu memberiku semangat. Aku senang di sini, selama satu bulan bekerja baru kali ini aku dapat teman yang bisa di ajak bicara dan bercanda Ri. Sekarang kamu tahu, aku ini anak seorang narapidana. Apa kamu masih mau berteman denganku? Apa nanti bos akan memecatku?" tanya Elana di sela tangisnya.
Riri pun tertegun, dia merasa kasihan pada Elana. Jadi sifat pendiamnya karena dia menyimpan banyak luka karena di jauhi oleh teman-teman sekolahnya hanya karena anak seorang narapidana. Sejak kecil sampai sekarang?
"El, aku tidak akan menjauhi kamu kok. Kamu berhak punya teman. Seorang anak narapidana bukan berarti dia juga jahatkan?"
"Tapi semua temanku tidak ada yang mau berteman denganku, Ri. Aku juga takut kamu akan menjauhiku juga."
Riri pun menceritakan tentang dirinya yang ibunya di fitnah telah mencuri uang di rumah majikannya ketika bekerja. Setiap tetangga bilang kalau ibunya pencuri, maka anaknya juga pasti akan jadi pencuri. Sama halnya dengan Elana, tidak semua anak dari seorang narapidana atau di tuduh mencuri akan sama dengan ibunya. Apa lagi Elana berprestasi di kelasnya.
"Jangan berprasangak buruk, aku tetap berteman dengan kamu kok El. Bos juga percaya aku tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan, aku membuktikan bahwa aku tidak seperti apa yang mereka bicarakan. Tetap semangat El, kita ini orang-orang yang bernasib sama." kata Riri.
Dia merangkul Elana dan memeluknya erat, dan Elana sangat senang Riri tidak seperti teman sekolahnya.
"Hei, sedang apa kalian?"
_
_
_
😊😊😊😊😊❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nur Aeni
ceritanya sedih kali thor
2022-04-08
1
Astuty Nuraeni
semangat kak💪💪😍😍
2022-04-08
0
NandhiniAnak Babeh
reader lagi baca karyamu ummi .. author ramah ku 🥰🥰🥰
2022-04-08
0