Elana dan Riri kaget, mereka melepas rangkulanmya dan berdiri sambil menunduk, tak lama keduanya kembali ke tempat kerjanya masing-masing.
Sang bos pun mendekat dan bertanya pada keduanya kembali.
"Kaliam tadi kenapa? Kok sepertinya habis menangis?" tanya bos Marta menatap Elana dan Riri secara bergantian.
Riri melirik ke arah Elana begitu juga Elana.
"Kenapa kalian jadi lirik-lirikan seperti itu?" tanya bos Marta lagi.
"Elana bos, dia tadi dapat telepon dari gurunya kalau hari ini dia tidak berangkat sekolah, padahal hari ini pengumuman nilai ujian nasional." jawab Riri masih melirik Elana.
Elana hanya menunduk dan memainkan tangannya merasa tidak enak hati.
"Oh, itu. Kenapa kamu ngga ke sekolah Elana? Bukankah ini hari terakhir kamu sekolah, apa lagi pengumuman hasil nilai ujian." kata perempuan berwajah paruh baya dan bertubuh agak gemuk itu.
Meski perempuan, dia terlihat sangar namun baik meski kadang logat dan gaya bicaranya itu terdengar kasar. Itu logat orang suku sana.
"Dia tidak mau berangkat bos, mungkin kecewa dengan sekolah di sana." jawab Riri sekenanya.
"Kecewa? Kenapa?"
"Maaf bos, apa boleh saya tidak cerita sekarang?" jawab Elana dengan pertanyaan.
Karena dia tidak ingin pertanyaan demi pertanyaan akan muncul lagi, sedangkan dia sedang tidak baik-baik saja. Dan bos Marta pun menghela nafas panjang, dia menatap Elana yang masih menunduk lemah.
"Ya sudah, tapi saya tidak mau lagi ada tangis-tangaisan seperti tadi jika saya tidak boleh tahu apa yang kamu alami Elana." ucap Bos Marta lagi.
"Baik bos, terima kasih atas pengertiannya. Mungkin lain kali saya bisa ceritan sama bos." ucap Elana lirih.
"Ya sudah, sekarang kalian kerja lagi. Ingat, kalian kerja itu cari uang. Makanya bekerja dengan baik." ucap bos Marta.
"Iya bos!"
Teriak keduanya, lalu bos Marta pun pergi lagi dari tempat pencucian itu. Sedangkan Elana dan Riri kembali bekerja. Elana merasa lega, Riri tidak seperti teman-teman di sekolahnya yang menjauhi karena dia siapa.
Ada kesamaan nasib antara dirinya dan Riri, jadi dari situ mereka kini memahami satu sama lainnya.
_
Mourin berjalan menuju sebuah kantor besar, yang dulu pernah dia kunjungi setiap kali bertemu dengan klien atau melakukan kunjungan. Penampilannya kini seperti orang kantoran, memakai baju kerja dengan rok span selutut dan blazer warna senada dengab roknya hijau toska. Tak lupa juga berhak setinggi lima senti meter.dan kecil tali mendarat di pundaknya.
Mourin berdandan ala kantoran lagi sambil menenteng berkas di tangannya. Dia beradu nasib mengajukan proposal bantuan sponsor untuk anaknya, dia tahu dari sekolah tidak mendapatkan beasiswa karena di sabotase oleh anak seorang donatur sekolah.
Ketika dia tidak sengaja bertemu ibu Sinta, dan bercerita pada Mourin. Hatinya benar-benar sedih mendengar guru Elana bercerita semua keputusan sekolah kalau Elana tidak mendapatkan beasiswa karena dirinya.
Benar-benar Mourin sakit hati, tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak bisa berbuat banyak, dan yang dia lakukan sekarang adalah mencari sponsor untuk beasiswa anaknya yang bercita-cita kuliah di Rusia.
Sebuah perusahaan besar yang dulu adalah langganan bank yang di kelola Mourin dulu. Sang direktur perusahaan itu adalah nasabah setia sejak bank masih di pimpin oleh ayahnya dan direkturnya juga masih sama, selama puluhan tahun. Meski anaknya sudah besar, namun tidak ada yang mau meneruskan perusahaan itu, mungkin nanti anak perempuannya yang masih kelas tiga SMA.
Pak Drajat namanya, dia berusaha meminta bantuan pada pak Drajat itu. Dan pernah melayangkan proposal pengajuan pinjaman. Dia menjual proposal pada perusahaan pak Drajat dan di terima. Hasilnya tidak seberapa, namun lumayan untuk bekal Elana pikir Mourin.
"Mbak, pak Drajatnya ada di kantornya" tanya Mourin.
Dia sebelum berangkat ke perusahaan, telah meminum obat lebih dulu. Karena dia takut batuknya kambuh, meski kadang batuk juga.
"Ada bu, hari ini beliau di kantor saja. Memangnya ibu siapa? Dan perlu apa sama pak Drajat?" tanya resepsionis itu sopan.
"Saya kliennya, dan ingin bertemu beliau di ruangannya." jawab Mourin.
"Oh, sebentar saya hubungi bagian sekretaris beliau." ucap resepsionis.
Lalu resepsionis menghubungi seseorang di sana, Mourin menunggu dengan sabar resepsionis itu selesai menelepon.
"Bisa bu, ibu langsung ke ruangannya saja. Di lantai lima ya." kata resepsionis itu.
"Baik, terima kasih mbak."
Mourin pun bergegas, wajahnya memerah karena menahan batuk sejak tadi. Ketika di dalam lift dan dia sendirian, Mourin batuk sepuasnya. Dia mengambil tisu dalam tasnya untuk menutupi mulutnya.
Dia kaget, kenapa batuknya semakin lama dan keras. Dia terus terbatuk sampai berjongkok, tubuhnya lemas.
"Tidak, jangan di sini ya Tuhan. Uhuk uhuk uhuk!"
Mourin terus terbatuk-batuk hingga pintu lift terbuka, dengan sempoyongan dia keluar dari lift dan berlari memcari toilet. Kebetuan dia melihat toliet di belakang bagian tangga darurat. Dia masuk dan kembali batuk dengan bebas. Wajahnya memerah dan air mayanya keluar.
Setelah beberapa menit batuknya pun mereda, dia mengelap mulutnya dengan air di wastafel. Ada adarah keluar dari hidung. Cepat-cepat Mourin mengelapnya. Benar-benar dalam hatinya berdoa agar sekarang dia baik-baik saja.
Mulut, hidung serta wajah yang terkena darah sedikit dia lap dengan air. Setelah di rasa cukup, Mourin segera mengelapnya kembali dengan tisu. Dia berdiri bersandar di westafel, mengumpulkan tenaganya yang serasa hilang. Sepuluh menit dia kembali tegak, lalu mengambil bedak dan lipstik di tasnya untuk merapikan penampilannya lagi.
Kemudian dia buang semua tisu dan mengguyur westafel dengan air, lalu dia keluar lagi dengan penampilan kembali semula. Tak lupa dia juga meminum obat lagi untuk menahan batuknya.
Mourin berjalan menuju ruang pak Drajat, dia bertemu dengan sekretaris.
"Ibu Mourin ya?" tanya sekretarisnya itu.
"Iya, pak Drajat ada di dalam?"
"Iya, silakan masuk bu."
"Baik, terima kasih."
Mourin masuk ruangan, sebelumnya dia mengetuk pintunya agar pak Drajat tahu ada tamu. Pintu terbuka dan di sofa terlihat pak Drajat sedang memeriksa berkas.
"Selamat siang pak." sapa Mourin.
"Siang Mourin, wah kebetulan. Coba kamu bantu bapak memeriksa berkas ini." kata pak Drajat sambil menyerahkan.
Mourin menerima berkas dari tangan pak Drajat, dia duduk lalu memeriksa secara teliti. Hanya sebentar, dia berikan lagi berkasnya. Pak Drajat heran, kenapa sebentar sekali.
"Ini sebagian palsu pak laporannya, bapak bisa minta bagian administrasi untuk membuatnya kembali." kata Mourin.
Dia tahu pak Drajat heran dengannya, lalu tersenyum puas. Jika Mourin mau bekerja di perusahaannya, dia sangat senang. Tapi Mourin tidak mau, di samping dia adalah mantan narapidana tapi keadaannya tidak bisa menudkung, dia sakit dan butuh istirahat total dan pengobatan. Apa jadinya jika bekerja harus santai dan duduk-duduk saja. Pak Drajat tahu semua tentang Mourin, makanya dia membebaskan Mourin datang meminta bantuan padanya, pun sebaliknya.
Hanya saja, Mourin tidak pernah datang dan hanya sekali waktu itu saja. Lalu Mourin pun mengeluarkan berkas yang dia bawa tadi.
"Apa ini Mourin? Berkas lamaranmu?"
"Bukan, aku mengajukan perusahaan pak Drajat menjadi sponsor beasiswa anak saya. Dia ingin kuliah keluar negeri tapi dari sekolah tidak mendapatkannya, karena dia anak saya." ucap Mourin.
"Keterlaluan sekali sekolah itu, lalu maksud kamu perusahaan saya memberi sponsor anakmu?"
"Ya, makanya saya mengajukan proposal pada pak Drajat." jawab Mourin.
"Hemm, memang ada yang mengajukan. Tapi belum saya terima, boleh nanti saya pertimbangkan proposal kamu. Oh ya, kenapa kamu tidak bekerja di perusahaanku saja Mourin?"
"Tidak pak."
"Sayang sekali kemampuanmu. Ya sudah tidak masalah, baik berkas nanti saya terima dulu. Nanti sekretaris yang periksa, lalu saya juga akan meminta bagian keuangan untuk mencairkannya. Tunggu satu bulan lagi, karena sekarang pembukuan memang sedang di audit. Dan kamh sangat pandai sekali, berkas tadi memang palsu sebagian." kata pak Drajat lagi.
Setelah berbincang lama, kini Mourin berpamitan pada pak Drajat. Dia sudah memastikan anaknya sudah mendapatkan sponsor beasiswa keluar negeri dari perusahaan pak Drajat, tinggal tunggu satu bulan lagi.
_
_
_
😊😊😊😊😊😊😊❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Athallah Linggar
walaupun kehidupannya dlu bebas,maurin ttp pinter sklh aja smpe S2,pantesan elana jg pinter kr ibunya jg pinter. Ada segi positif dr mourin yg dititiskan sm anaknya
2022-10-31
0
NandhiniAnak Babeh
semoga emak sehat yeee kasian tuh bocah masih kecil.klo.ditinggal emak
2022-04-14
0
Zully
ya ampun Thor, sedih bener ceritanya..
2022-04-12
0