Maya merasa kalau minuman dan camilan yang dia makan sudah turun ke pencernaan, setelah istirahat beberapa saat, ia pun segera pergi melanjutkan lari pagi yang sempat terjeda. Maya masih semangat untuk lari pagi melewati desa sebelah karena matahari masih enggan muncul dan suasana masih sejuk.
"Maya?" Sapa seorang laki-laki.
"Maya kan? Kamu lari pagi sampai sini? Rumahmu disebelah mana?"
Maya menoleh dan melihat seorang laki-laki yang dia kenal mengikutinya dengan naik sepeda. "Kak Marco? Kok sepedaan di sini?"
"Loh, kok balik tanya sih?" Marco masih mengikuti Maya.
"Aku tadi sedang bersepeda dengan beberapa temanku, tapi aku memisahkan diri karena melihatmu. Ternyata benar kamu!" Marco mengayuh sepedanya dengan pelan agar sejajar dengan Maya.
"Oh..." Sahut Maya singkat.
"Kok gitu? Kaya nggak suka gitu ketemu sama aku. Apa takut dimarahi Randy?" Tanya Marco.
"Nggak kok! Buat apa takut dimarahi, kalau cinta beneran harusnya nggak gampang cemburu buta. Lagian kamu kan temannya!" Maya sebenarnya malas menanggapi Marco.
"Apa benar dia cinta sama kamu? Apa kamu yakin? Sebaiknya kamu hati-hati dengannya." Marco mencoba mengingatkan.
"Hahaha... Kenapa harus hati-hati? Dia kan pacarku, dia juga mencintaiku. Apa Kak Marco mencoba menakuti aku? Atau ingin memisahkan aku dengan Mas Randy?" Maya mencoba memancing Marco. Jelas saja Maya penasaran kenapa Marco salah satu anggota geng Don Juan justru mengingatkan dia untuk hati-hati dengan Randy, padahal di kehidupan lalu dia juga ikut andil menghancurkan masa depan Maya.
"Aku hanya bisa bilang, sebaiknya kamu hati-hati. Aku tidak bisa menceritakan detailnya, yang jelas Randy bukan laki-laki yang baik untukmu." Marco tidak bisa dan tidak berani mengatakan detailnya karena posisi keluarganya di bawah Randy, Vino dan Ferdy.
"Kalau Mas Randy bukan laki-laki yang baik untuk ku, terus Kak Marco adalah laki-laki yang baik untuk ku, begitu?" Cecar Maya.
"Bu-bukan gitu maksud ku. Aku pun sadar aku juga bukan laki-laki yang baik, aku hanya bisa mengingatkan mu saja. Terserah kamu mau percaya padaku atau tidak!" Marco gelagapan, takut keceplosan. Sebenarnya Marco juga menyukai Maya dan tidak rela jika Maya dijadikan bahan taruhan oleh gengnya.
Maya menghentikan larinya. "Apa mungkin Kak Marco juga hidup kembali sama seperti aku?" Ucap Maya dalam hati.
"Kenapa berhenti? Apa kamu capek? Mau aku bonceng nggak?" Marco reflek memberikan tumpangan, namun Maya hanya menggeleng.
"Kenapa nggak mau?" Paksa Marco.
"Kakak nggak liat sepeda mu bentuknya kaya apa? Mana mungkin bisa buat boncengan!" Ucap Maya kesal.
"Bisa kok! Dibonceng depan kan bisa, ayok!" Marco ngotot ingin boncengin Maya.
"Ogah!" Otak Maya berpikir cepat dan mengira Marco akan mengambil kesempatan dekat-dekat dengannya. Saat Marco bilang dibonceng depan, ia langsung teringat drama Korea kesukaannya dimana sang pemeran utama wanita dibonceng kekasihnya dengan sepeda.
"Dari pada kamu capek lari, mending aku boncengin. Aku pasti mengantar kamu pulang dengan selamat." Marco tak ingin melewatkan momen romantis dengan Maya.
"Nggak mau, ya nggak mau! Kenapa mesti maksa sih kak?" Maya kesal dengan Marco yang terus-terusan membujuknya.
"Apa kamu benar-benar takut Randy akan cemburu? Percuma kamu menjaga jarak dengan laki-laki lain demi menjaga perasaan Randy. Saat ini pasti dia masih tidur nyenyak setelah bertempur semalaman, entah dengan wanita mana lagi."
"Kalau kamu sedang di sini, berarti bukan kamu yang sedang satu ranjang dengan Randy sekarang." Marco kesal karena Maya menolak untuk dibonceng, padahal dia juga cukup ganteng tapi mungkin tak setenar dan sekaya Randy.
"Jangan asal ngomong deh kak! Mas Randy sedang jaga rumah karena orang tuanya pergi dinas luar kota. Sengaja menjelek-jelekkan Mas Randy di depanku, sebenarnya apa yang Kak Marco mau?"
"Ingin aku putus dengan Mas Randy?" Maya masih berlagak sok cinta sama Randy, padahal dia cuma berakting saja.
"Iya, aku ingin kalian putus." Tegas Marco.
"Hah? Kak Marco beneran ingin aku dan Mas Randy putus? Padahal kalian berteman dan satu geng."
"Aku tadi sudah bilang kan! Dia bukan laki-laki yang baik, aku cuma tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu. Sebaiknya kalian putus, itu demi kebaikanmu sendiri!" Marco berkata penuh keseriusan, dia tidak ingin Maya dipermainkan oleh Randy.
"Lalu aku harus putus dengan alasan apa? Karena Mas Randy bukan laki-laki yang baik? Terus kalau ditanyain aku tahu dari mana, aku akan jawab kalau aku tahu dari Kak Marco, gitu?"
"Kak Marco mau dicap sebagai penghianat?" Jleb... Kata-kata terakhir Maya mengingatkan bahwa dia masih berada di bawah Randy untuk urusan kekuatan dan kekuasaan.
"Aku tahu aku tidak bisa memberitahumu lebih detail, posisiku sulit. Maaf karena aku tak berdaya di antara mereka." Marco tiba-tiba jadi melo, Maya bisa merasakan ketulusannya.
"Kenapa Kak Marco nggak pelan-pelan mencoba mengingatkan atau mencegah jika mereka melakukan hal yang tidak baik?" Maya mencoba memberi saran.
"Apa bisa?" Marco ragu apakah itu akan berhasil.
"Kalau tidak dicoba mana tahu, Kak? Jangan menyerah dulu!" Maya memberi semangat.
"Benar juga sih. Apa kamu percaya pada ucapanku?" Marco semangat karena merasa mendapatkan dukungan dari Maya.
"Tidak 100 % percaya! Aku perlu bukti, masa aku percaya orang lain dibanding pacarku sendiri?" Maya tidak mau Marco curiga, bagaimanapun juga dia adalah teman satu geng Don Juan, jadi Maya harus bertindak dengan hati-hati.
"Okay, aku akan mencoba saranmu, aku akan cari bukti biar kamu percaya. Ayok aku bonceng!" Marco masih ingat ingin mengantar Maya pulang.
"Kenapa sih ngotot banget? Gini aja deh!"
"Kalau Kak Marco nggak mau aku capek, bagaimana kalau Kak Marco yang lari terus aku yang bawa sepedanya? Tawar Maya.
"Kamu sengaja ngerjain aku ya?" Marco malah gemas dibuatnya.
"Habisnya, ngotot banget sih!" Maya cuek aja.
"Lagian aku juga nggak minta dibonceng, aku tadi niatan lari pagi, aku juga nggak capek." Maya benar-benar tidak mau dibonceng.
"Ya udah deh! Yang penting aku bisa nganterin kamu." Jawaban Marco di luar dugaan.
"Seriusan? Ntar capek loh!" Maya masih belum yakin.
"Nggak akan! Lebih baik aku yang capek, dari pada kamu yang capek."
"Ck... Kak Marco sama aja dengan Mas Randy, manis banget kalau ngomong. Mungkin karena satu geng kali ya!" Awalnya Maya melihat ketulusan Marco, kini jadi ragu lagi.
"Aku serius! Apa kamu tidak bisa membedakan yang serius dan yang gombalan?"
"Tampang Kak Marco tuh tampang play boy. Hahaha..." Maya tertawa mencairkan suasana.
"Kamu ya!" Marco hendak mengelus kepala Maya tapi Maya langsung menghindar.
"Kalau Kak Marco ingin aku percaya, jangan melakukan kontak fisik sedikitpun!" Tegas Maya.
"Okay, aku terima syaratnya. Ayok pulang!" Marco memberikan sepedanya pada Maya. Mereka pun pulang dengan posisi Maya mengendarai sepeda dengan pelan di samping Marco yang sedang berlari. Orang-orang yang melihat akan mengira mereka pacaran.
Mereka terkadang istirahat sebentar agar Marco bisa ambil nafas dan tidak kelelahan berlari. "Kak Marco mau minum? Tapi ini bekas ku sih!"
"Mana?" Marco langsung mengambil botol minuman yang Maya pegang, tanpa ragu dia langsung minum.
Marco mengantar Maya sampai di depan rumahnya, untuk orang tua Maya tidak melihatnya. "Kak tolong jangan berkunjung ke sini, aku tidak mau membuat orang tuaku khawatir. Aku harus serius belajar demi masa depan yang lebih baik."
"Apa Randy juga tidak pernah ke sini?" Marco penasaran.
"Tidak, meskipun suatu saat dia ingin main ke sini, aku juga tidak mengijinkannya. Jadi tolong rahasiakan pertemuan kita hari ini!" Maya berharap Marco benar-benar berbeda dengan teman-temannya itu.
"Baiklah, aku janji tidak akan mengatakan pada siapapun. Tapi ku harap kita bisa berteman, apa aku boleh minta nomormu?"
"Hanya untuk memudahkan komunikasi saja, aku tidak akan menggangu mu. Aku janji!" Marco buru-buru menjelaskan, takut jika Maya tidak memberikan nomornya.
"Baiklah, mana ponsel Kak Marco, biar aku tulisin!" Maya mengulurkan tangannya meminta ponsel Marco.
Marco langsung memberikan ponselnya, ternyata ponselnya tidak dikunci. Maya langsung menulis nomor teleponnya dan menyuruh Marco segera pergi sebelum orang tuanya mengetahui kehadirannya. Setelah Marco pergi Maya duduk-duduk di teras dan masih kepikiran, mengapa dia bertemu Marco hari ini, sangat berbeda dengan hidupnya yang telah lalu.
"Apa mungkin Kak Marco juga hidup kembali? Apa mungkin Kak Marco juga ingin merubah takdir yang telah lalu?" Maya bergumam sendiri.
"Lebih baik aku ke perguruan Macan Emas nanti sore, aku lupa kalau sore ini aku ada janji memberi jawaban pada Nyi Yanti. Kalau aku tidak datang, bisa-bisa aku tidak jadi diangkat sebagai muridnya." Maya masuk ke rumah dan membantu ibunya bersih-bersih sekalian minta ijin nanti sore masih pergi berlatih lagi. Orang tua Maya heran kenapa Maya akhir-akhir ini lebih suka berlatih silat, tapi itu lebih baik daripada Maya pacaran terus-terusan.
...***...
Apa mungkin Marco juga hidup kembali seperti Maya?
Jangan lupa ikuti update cerita selanjutnya ya…
Jangan lupa jempol, komentar, vote dan tambahkan ke favorit ya… Terima Kasih 😘💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Nurhayati
ketahuan Randy gak ya....Marco mengantarkan Maya pulang....
2022-05-13
2
Umi Abi
jadi penasaran
2022-04-30
1
Mommy Aldito
Marco manis juga jadi cowok ☺✌
2022-04-29
2