keputusan Bang Akhri

Hari-hari Akhri sepertinya di penuhi dengan kebisuan. Seperti tengah memikirkan sesuatu yang entah apa. Beliau tak pernah mengatakan apapun pada Maryam. Yang pasti semenjak perbincangan perihal poligami kemarin membuat Akhri seolah berpikir lebih keras lagi. Bahkan hampir setiap malam, beliau meminta jatahnya sebagai seorang suami.

Aku ingin berusaha lebih keras lagi, masa iya aku harus menduakan wanita yang hidupnya benar-benar penuh dengan masalah pelik. Di mana hati nurani ku?

Tatapan itu terarah pada Maryam yang tertidur pulas di sisinya, selepas berjima dua jam yang lalu.

Satu kecupan hangat mendarat pelan di kening. Tubuh Merr hanya bergerak sedikit, namun dari nafasnya yang berhembus menandakan Dia masih pulas.

Abang tidak tega, Sayang. Bagaimanapun juga, Abang sudah janji pada diri Abang sendiri. Untuk menjagamu, serta menyayangimu. Bagi Abang, tanpa anak pun kita akan bisa bahagia. Tapi kenapa kamu terus mendesak Abang untuk melakukan hal yang pasti bertolak belakang dengan hatimu.

Akhri mengangkat kepala Maryam sedikit. Menyusupkan tangannya kebagian leher yang putih dan mulus milik sang istri lalu bergeser lebih dekat, memeluknya.

Kening Maryam berkerut, tiba-tiba ia sesenggukan. Sepertinya ia mimpi buruk, yang amat menyayat hatinya.

Ya Allah...

Akhri semakin mendekapnya lebih erat. Hingga reflek tangan Maryam mencengkeram kaos oblong berwarna putih yang di gunakan sang suami.

"Abang sayang sama kamu. Abang sangat mencintaimu, istriku," bisik Akhri lembut, hingga perlahan Isak tangisnya berhenti. Maryam kembali tenang. Namun hal itu justru membuat Akhri merasa sesak.

 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik (akhlak/pergaulannya) kepada istrinya.” Tiba-tiba saja Akhri mengingat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi.

Astaghfirullah ... Keputusan bodoh kalau aku sampai mengiyakan keinginannya. Dia pasti akan menangis setiap malam. Lalu aku akan gagal menjadi seorang suami.

Akhri menggeleng, ia memilih untuk melupakannya dan berusaha lebih keras lagi.

–––

Hari-hari berikutnya, hampir setiap pulang dari luar kota beliau selalu membawakan Maryam sesuatu. Seperti jamu yang terdiri dari rempah-rempah asing. Setelah itu diseduhnya sendiri dan di berikan pada Maryam.

"Apa lagi ini, Bang? Merr justru mual. Nggak suka."

"Minumnya itu nggak banyak. Ini nggak sepahit kemarin. Abang udah coba, udah di kasih madu juga."

Maryam menatap ragu, namun masih menerimanya lalu meneguknya. Baru sedikit, ia sudah menjauhkannya. Setelah itu berlari ke kamar mandi yang berada dekat dengan area dapur.

Sementara sang suami lantas menghela nafas. Ia melirik lemas kedalam gelasnya.

Sepertinya aku terlalu memaksa Dia. Ya Allah...

Segera ia letakkan gelas itu lalu menyusul Maryam ke kamar mandi.

"Bang, udah. Jangan bawain minuman aneh-aneh kaya gitu. Merr nggak suka, malah jadi nggak doyan makan," rengeknya setelah memuntahkan makanan yang baru saja ia santap.

"Ya sudah, Maafkan Abang. Ya..." Memeluk tubuh sang istri merasa kasian.

***

Di sebuah masjid agung.

Ustadz Hamid dan Ustadz Akhri berbincang sejenak, dan di sela-sela perbincangan itu. Akhri jadi mengingat Kania. Pasalnya semenjak hari itu, Kania memutuskan untuk keluar dari pondok pesantren.

"Ya Antum mungkin perlu tahu, adik Ane jadi nggak mau mondok lagi. Tapi memang, sikap Nia itu masih bocah sekali. Ane aja bingung ngomonginnya. Sampai nggak mau lanjut kuliah lagi ustadz. Isinya murung di rumah, nggak ngerti lagi saya itu."

Akhri termenung mendengarkan, Apa sampai seperti itu?

"Ya cuma berharap, Dia bisa cepat-cepat dapat jodoh."

"Coba saja untuk di jodohkan. Dengan siapa, gitu."

"Masalahnya Tadz, Adik ane tuh nggak mau sama siapa-siapa. Maunya sama seseorang," Hamid melirik sedikit, ia ingin mengungkapkan satu hal namun tidak berani.

"Kenalkan saja ... mungkin bisa jadi mereka cocok."

Ustadz Hamid terdiam, beliau tidak bisa melanjutkan. Karena tidak enak juga mengatakan ini di tengah keramaian. Hingga saat mereka sudah berhamburan pulang, ustadz Hamid menyusul Akhri yang hendak masuk kedalam mobilnya.

"Afwan Tadz, boleh kita bicara lagi, nggak?"

"Oh, boleh."

"Tapi, kalau bisa di dalam mobil saja, ya."

"Silahkan. Nggak papa."

"Terimakasih Ustadz." Hamid berjalan memutar, sampai ke pintu sebelah setelah itu masuk.

Di dalam Hamid mulai berbicara, panjang lebar. Serta meminta maaf, lebih dulu. Namun hal ini sepertinya wajib ia bicarakan.

"Tadz, Ane nggak maksud apa-apa. Cuman, Ane kayanya harus ngomong. Kalau pria yang di inginkan Kania itu Antum."

Akhri tercekat, sorotan netranya melebar. "Sa–saya?"

"Ya, sebenarnya. Ane juga baru tahu, maunya Dia mondok di situ gara-gara pernah mengikuti kajian Antum di kampusnya. Dia mengagumi Antum sejak saat itu. Dan saat Bu Nyai menawarkan untuk menjadi istri kedua, Nia langsung menerimanya dengan senang."

Akhri sedikit lemas, ia tidak percaya sampai seperti ini masalahnya.

"Ane sempat tuh, sampai bertikai kecil dengan adik Ane. Susah di bilangin Tadz. Jadinya sekarang sering sakit, karena nggak mau makan. Jujur saja, Ane tuh harusnya nggak ngomong begini ke Antum. Tapi sudahlah jangan di pikirkan, Ane cuma mau minta doanya aja semoga Dia cepat melupakan hal yang haram untuk di resapi."

"Aamiin," gumam Akhri. "Tapi Tadz, saya minta maaf ya sama Antum, gara-gara ucapan Ummi jadi seperti ini."

"Antum nggak salah, Bu Nyai juga nggak sepenuhnya salah. Ini adik Ane aja yang berlebihan. inshaAllah pasti akan baik-baik lah."

Akhri manggut-manggut. Namun pikirannya tertuju pada gadis yang sempat menghampirinya sebelum pergi dari pondok pesantren. Berusaha keras beliau menghilangkan ingatnya, tentang Kania. Wajah itu menatap dengan sedih, dengan berurai air mata. Mengucapkan permintaan maafnya selama menempuh pendidikan di sana.

–––

Berselang Dua bulan. Akhri yang baru saja melaksanakan sholat malam bersama Maryam langsung menoleh kebelakang, beliau mengecup kening sang istri lembut, lebih lama dari biasanya.

"Dik, Abang mau bicara. Tapi, mungkin ini akan membuat hatimu sakit. Jadi sebelum itu, Abang mau minta maaf yang sebesar-besarnya kepadamu."

Maryam terdiam, feelingnya seolah sudah memberitahukan lebih dulu. Hal apa yang akan di sampaikan suaminya. Maryam pun mengangguk pelan. Di mana Akhri langsung menggenggam kedua tangannya.

"Abang sudah memikirkan ini, selama dua bulan lebih. Dengan segala pertimbangannya." Akhri menghentikan ucapannya, ia mengusap lembut pipi sang istri. Sungguh tatapan itu membuatnya hampir membatalkan niatnya.

"Katakan saja, Bang. Dengan siapa?" Tembak Maryam yang sudah paham.

"Apa?" jawab Akhri, serak.

"Iya, dengan siapa? Abang memutuskan untuk menikah lagi."

Akhri menunduk ia mengangkat sedikit tangan Maryam. Menciuminya berkali-kali.

"Maaf, Dik. Abang ingkar janji ... maafkan Abang."

Maryam menggigit ujung bibirnya. Matanya sudah menampung air yang seolah tengah mendesak untuk keluar.

"Abang bingung. Abang tidak ingin mengambil jalan ini, namun Abang ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah Abang lakukan padanya."

"Maksudnya?" Maryam tak mengerti, Akhri pun terdiam sejenak, menormalkan kondisinya.

"Kania, Abang sudah melukai Dia. Bahkan sampai dia sakit, psikisnya terganggu. Semua sebab Abang yang?"

Maryam menangkup wajah sang suami, mengangkatnya. "Iya, nggak papa Bang. Kalau Abang mau menikahi Kania, inshaAllah Maryam ikhlas."

"Dik, Abang sebenarnya tidak mau melakukan ini. Abang khawatir, Abang takut tidak bisa berlaku adil."

Maryam menggeleng, walaupun bibirnya tersenyum namun air matanya deras berjatuhan di pipinya.

"Abang pasti bisa. Kapan Abang berniat menikahinya?"

"Entahlah, Abang masih menunggu."

"Nunggu apa lagi, secepatnya saja."

"Abang belum ada tempat tinggal untuk Dia."

"Kan bisa di sini dulu."

"Apa, di sini?"

"Ya selepas pernikahan, kalian di sini dulu."

"Enggak, enggak! Nggak bisa kalau kaya gitu. Abang nggak mau!"

"Kenapa sih, Bang? Maryam nggak papa. Daripada bingung mau di mana."

"Abang nggak mungkin membawa madumu ke rumah kita."

"Nggak masalah, untuk sementara. Aku akan menerima Dia dengan tangan terbuka."

Akhri tak menjawab, ia pun langsung menarik tangan Maryam pelan membawanya masuk kedalam pelukan.

Harus dengan apa aku membayar keikhlasan mu ini, Dik. Abang tidak sanggup rasanya, melihat ketegaran yang seperti di paksakan. Andai semuanya tak serumit ini, pasti tidak akan ada berbagi cinta dalam kehidupan kita.

Terpopuler

Comments

Mbak Nur

Mbak Nur

nangiiiiis....... sabar ya, maryam.
smg di bals dgn yg lebih baik oleh Nya .. Amiin

2022-10-10

1

ariyatti

ariyatti

paling sedih kalo ada muallaf yang berjuang menuju istiqomah tapi bernasib seperti maryam...😓

2022-07-23

2

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

padahal dah tau endingy bakalan cerai juga... tapi kenapa masih nyesek ya..... sungguh eumit perjalanan hijtahmu maryam

2022-07-13

2

lihat semua
Episodes
1 berselindung awan hitam
2 pertemuan pertama
3 keyakinan baru
4 Ujian
5 di lamar
6 menikah
7 awal pernikahan
8 keinginan Ummi
9 santri baru bernama Kania
10 sebuah janji
11 hasil yang menyesakkan
12 keinginan Ummi Salma
13 Ego yang terpenjara
14 rumor yang beredar
15 permintaan lagi
16 keputusan Bang Akhri
17 pernikahan tak di inginkan
18 kabar bahagia dari Nia
19 masalah yang mulai muncul
20 tertikam fakta
21 tertikam fakta 2
22 hati yang mulai menyerah
23 janji yang tak pernah di tepati
24 luapan kekecewaan
25 talak yang di ucapkan
26 bertemu wanita bercadar
27 menata hati
28 luka penyesalan.
29 Murkanya Bang Hamid pada Kania
30 menikmati status baru
31 keluarga Isti
32 masa lalu
33 mengajak Ummi jalan-jalan
34 memulai hidup yang baru.
35 pertemuan
36 pertemuan dengan orang masa lalu
37 saling berusaha melupakan
38 membaca novel Maryam
39 kembali terjerat masa lalu
40 Pesona sang penulis
41 bidadari cantik
42 Restu Ummi
43 niat baik yang terpatahkan
44 berselindung risau
45 cahaya yang mulai terbuka
46 pertimbangan hati
47 akhir dari sebuah ikhtiar
48 lamaran
49 Pertikaian
50 perkara besar
51 masalah di dunia Maya
52 kekasih halal
53 lembaran baru bersama Sayyid
54 sarapan pagi
55 penyesalan Ummi Salma
56 permohonan maaf Nia
57 bertemu keluarga Ustadz Akhri
58 mendatangi yayasan khusus penyandang disabilitas
59 bahagia yang menyertai
60 jalan-jalan ke pantai
61 sambungan jalan-jalan
62 hanya pengumuman libur update
63 perhatian khusus
64 tragedi
65 bayi mungil
66 kabar baik
67 malam penuh kasih
68 bertemu Ummi Salma
69 izin kembali kerumah Aiman
70 kesedihan
71 Bertemu KH. Irsyad Fadhillah
72 Nia sakit
73 penyakit yang di derita Kania
74 keikhlasan Akhri
75 olahraga ala Bilal
76 umroh
77 perjalanan umroh
78 masih perjalanan umroh
79 Cinta halalku
80 kondisi Nia yang semakin memburuk.
81 penyesalan Nia
82 harapan yang masih tertunda
83 permintaan maaf Kania
84 tawadhu
85 marahnya Bilal
86 aku yang akan lebih dulu menua
87 ujian seseorang 1
88 ujian seseorang 2
89 berkunjung
90 keinginan A'a
91 wisata religi bersama Ummi Isti
92 wisata religi bersama Ummi Isti 2
93 berpulangnya Kania.
94 menyambangi rumah Ustadz Akhri
95 cemburu
96 mengharapkan sebuah jawaban atas doanya
97 jajan
98 jawaban dari segala doa
99 kolaps
100 lihatlah dulu kebahagiaan ini
101 kado bahagia
102 rindu 1
103 rindu 2
104 bab Akhri
105 ketika rahmatNya mendahului takdir.
106 menggenggam kebahagiaan
107 alasan memilih ku
108 fiqih
109 tamu tak terduga
110 obrolan di atas sajadah
111 nasi kuning
112 pertemuan tak terduga
113 obrolan
114 kontraksi
115 lahirnya kebahagiaan
116 jarak yang tak dapat di tempuh (Akhri)
117 penyesalan yang masih menjalar (Ummi Salma)
118 Jangan pergi-pergian dulu, A'....!
119 istri dalam rumah tangga
120 keinginan untuk pindah rumah
121 mendatangi rumah Gus Wahyudi
122 jawabnya
123 kedatangan Debby
124 tausyiah A' Bilal
125 keinginan sederhana Maryam
126 kabar dari A'a
127 kedatangan Bu Karimah
128 Akhir perjalanan ini..
129 ending...
130 promosi Novel
131 promosi Novel Baru
132 info novel baru
Episodes

Updated 132 Episodes

1
berselindung awan hitam
2
pertemuan pertama
3
keyakinan baru
4
Ujian
5
di lamar
6
menikah
7
awal pernikahan
8
keinginan Ummi
9
santri baru bernama Kania
10
sebuah janji
11
hasil yang menyesakkan
12
keinginan Ummi Salma
13
Ego yang terpenjara
14
rumor yang beredar
15
permintaan lagi
16
keputusan Bang Akhri
17
pernikahan tak di inginkan
18
kabar bahagia dari Nia
19
masalah yang mulai muncul
20
tertikam fakta
21
tertikam fakta 2
22
hati yang mulai menyerah
23
janji yang tak pernah di tepati
24
luapan kekecewaan
25
talak yang di ucapkan
26
bertemu wanita bercadar
27
menata hati
28
luka penyesalan.
29
Murkanya Bang Hamid pada Kania
30
menikmati status baru
31
keluarga Isti
32
masa lalu
33
mengajak Ummi jalan-jalan
34
memulai hidup yang baru.
35
pertemuan
36
pertemuan dengan orang masa lalu
37
saling berusaha melupakan
38
membaca novel Maryam
39
kembali terjerat masa lalu
40
Pesona sang penulis
41
bidadari cantik
42
Restu Ummi
43
niat baik yang terpatahkan
44
berselindung risau
45
cahaya yang mulai terbuka
46
pertimbangan hati
47
akhir dari sebuah ikhtiar
48
lamaran
49
Pertikaian
50
perkara besar
51
masalah di dunia Maya
52
kekasih halal
53
lembaran baru bersama Sayyid
54
sarapan pagi
55
penyesalan Ummi Salma
56
permohonan maaf Nia
57
bertemu keluarga Ustadz Akhri
58
mendatangi yayasan khusus penyandang disabilitas
59
bahagia yang menyertai
60
jalan-jalan ke pantai
61
sambungan jalan-jalan
62
hanya pengumuman libur update
63
perhatian khusus
64
tragedi
65
bayi mungil
66
kabar baik
67
malam penuh kasih
68
bertemu Ummi Salma
69
izin kembali kerumah Aiman
70
kesedihan
71
Bertemu KH. Irsyad Fadhillah
72
Nia sakit
73
penyakit yang di derita Kania
74
keikhlasan Akhri
75
olahraga ala Bilal
76
umroh
77
perjalanan umroh
78
masih perjalanan umroh
79
Cinta halalku
80
kondisi Nia yang semakin memburuk.
81
penyesalan Nia
82
harapan yang masih tertunda
83
permintaan maaf Kania
84
tawadhu
85
marahnya Bilal
86
aku yang akan lebih dulu menua
87
ujian seseorang 1
88
ujian seseorang 2
89
berkunjung
90
keinginan A'a
91
wisata religi bersama Ummi Isti
92
wisata religi bersama Ummi Isti 2
93
berpulangnya Kania.
94
menyambangi rumah Ustadz Akhri
95
cemburu
96
mengharapkan sebuah jawaban atas doanya
97
jajan
98
jawaban dari segala doa
99
kolaps
100
lihatlah dulu kebahagiaan ini
101
kado bahagia
102
rindu 1
103
rindu 2
104
bab Akhri
105
ketika rahmatNya mendahului takdir.
106
menggenggam kebahagiaan
107
alasan memilih ku
108
fiqih
109
tamu tak terduga
110
obrolan di atas sajadah
111
nasi kuning
112
pertemuan tak terduga
113
obrolan
114
kontraksi
115
lahirnya kebahagiaan
116
jarak yang tak dapat di tempuh (Akhri)
117
penyesalan yang masih menjalar (Ummi Salma)
118
Jangan pergi-pergian dulu, A'....!
119
istri dalam rumah tangga
120
keinginan untuk pindah rumah
121
mendatangi rumah Gus Wahyudi
122
jawabnya
123
kedatangan Debby
124
tausyiah A' Bilal
125
keinginan sederhana Maryam
126
kabar dari A'a
127
kedatangan Bu Karimah
128
Akhir perjalanan ini..
129
ending...
130
promosi Novel
131
promosi Novel Baru
132
info novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!