Sebagai seorang wanita yang hatinya sedang merasakan kekosongan.
Merr merasa, lamaran Ustadz Akhri tidaklah salah.
Hanya saja, waktunya yang menurutnya terlalu cepat. Ia sendiri belum bisa memutuskan dengan pasti.
Namun, jika di pikir-pikir ...
Dia memang butuh imam yang bisa membimbingnya. Setidaknya, bisa menjadi teman hidup yang mampu membantunya menguatkan hati. Lalu bagaimana dengan walinya?
Bergegas mendatangi Ibu Karimah. Bertanya soal fiqih pernikahan. Jika dirinya adalah seorang muslimah apakah boleh menjadikan ayah atau kakaknya sebagai wali.
"Di dalam fiqih para ulama menetapkan beberapa persyaratan bagi seorang wali nikah. Di antara persyaratan itu adalah seorang wali harus beragama Islam. Seorang non-Muslim tidak bisa menjadi wali bagi seorang perempuan Muslimah."
"Begitu ya? Lalu bagaimana caranya aku bisa menikah. Kalau keluarga ku tidak ada yang bisa di tunjuk sebagai wali?"
Memikirkan izinnya saja sudah bingung. Bagaimana aku bisa menerima pernikahan ini?
"Pakai wali hakim, lah." Cetus Arshila, langsung. Tangannya yang nampak kurus memetiki satu persatu helaian kacang panjang.
"Wali hakim?" Merr berpikir. Menghentikan laju tangannya yang juga turut memetiki kacang panjang.
"Belum bisa pakai wali hakim, Shila. Tetap harus diruntutkan dulu daftar orang-orang yang dapat menjadi wali nikah sesuai dengan urutannya. Bila memang di antara mereka ada yang beragama Islam. Baru bisa."
"Sepertinya tidak ada deh. Sebagai besar keluarga ku pemeluk keyakinan protestan, Katolik, Hindu, dan ada pula yang Buda. Tidak ada yang memeluk agama Islam," jawab Merr.
"Yakin?"
Maryam berpikir lagi, sejenak. "Iya, sepertinya tidak ada. Kalau dari keluarga Papi, Bu."
"Kalau begitu bisa menggunakan wali hakim."
"Wali hakim itu carinya dimana?" Tanyanya polos. Membuat Arshila dan Bu Karimah tertawa.
"Kepala KUA Kecamatan setempat yang akan memutuskan," jawab Bu Karimah. Merr pun manggut-manggut. "Soal ini, apakah keluarga di Bandung. Ada yang sudah di kasih tahu?"
"Baru Ko Yohanes. Karena Dia kakak tertua yang masih menerimaku. Walaupun, tak sepenuhnya."
"Apa katanya?"
"Koko bilang ... akan mencoba berbicara dengan Papi. Hanya itu, tapi belum ada jawaban lagi. Aku tidak berani bertanya lagi, itu saja hanya bisa via pesan singkat."
"Ya ibu paham sih. Tapi Abah kyai katanya bersedia mendatangi keluargamu."
Merr menggeleng. "Jangan, Bu! Kondisinya saat ini sedang tidak memungkinkan. Khawatir, kalau keluarga ku malah justru mengusir Abah juga Ustadz Akhri."
"Itu sudah di pikirkan juga oleh Abah kyai Mukhlis. Kata beliau, sudah siap untuk menerima resiko apapun."
Merr garuk-garuk kepala. "Aku kok jadi pusing, ya?"
"Jangan pusing, keputusan awal ada padamu. Setelah itu, mereka baru akan mendatangi keluargamu di Bandung." Bu Karimah tersenyum, sembari menyentuh pelan pundak Maryam. Setelah itu membawa baskom berisi kacang panjang yang sudah di petik menjadi ukuran yang lebih pendek-pendek.
Arshila meraih tangannya, menggenggam erat. "Terima saja Bang Akhri sebagai calon imam-mu. Dia itu laki-laki salih. Pasti bisa membahagiakan mu."
Maryam termenung, menggeser pandangannya lurus kedepan. Sesaat ia ingat kata-kata Akhri beberapa hari yang lalu saat berpapasan dengannya di lorong pondok pesantren.
Hingga malam itu, ia memberikan jawabannya di depan Kyai Mukhlis juga Ustadz Akhri. Menyatakan kesediannya Dia. Menjadi menantu di keluarga itu.
Suara takbir di serukan mereka yang mendengar jawaban Maryam. Akhri pun mengangkat kepalanya, ia tersenyum pada gadis itu lalu menunduk lagi. Mengusap air mata harunya.
🌸
🌸
🌸
Perjalanan untuk mendapatkan restu orang tua dari Merry memang tidak mudah.
Namun Tuan Yohanes Aruan mempersilahkan tempat tinggalnya sebagai wadah menyambut mereka. Tanpa sepengetahuan Antoni dan Margaretha.
Dengan jamuan yang tak bisa di bilang biasa. Tuan Yohanes benar-benar menerimanya dengan tangan terbuka.
Tidak bisa di pungkiri, ia sejatinya amat menyayangi adik bungsunya itu. Walaupun sempat kecewa Ketika mendapati sebuah keputusan besar dari adiknya itu.
Semua sebab perasaan sayangnya, membuat Dia harus mengalah. Biarlah Merry bahagia, bersama pasangannya. Begitu pikir Beliau yang menerima lamaran tersebut.
Sebelumnya beliau juga sudah sempat berbicara pada ayahnya. Walau hanya diam saja, tak menjawab. Namun sepertinya sang ayah pun tidak melarang, jika Merry ingin menikah dengan laki-laki pilihannya.
"Koko, terimakasih. Sudah bersedia, memberikan tempat untuk menyambut kedatangan keluarga dari calon ku." Merry yang duduk berdua, setelah mereka semua pulang menelungkupkan kedua tangannya di depan dada.
Tuan Yohanes menghela nafas. "Koko menerima ini bukan karena ingin berkhianat pada keluarga. Namun, lebih ke rasa percayaku pada laki-laki itu."
Maryam tersenyum, ia mengusap lembut air matanya yang mengalir pelan di pipi.
"Berjanjilah, untuk bahagia dengannya. Karena Koko akan marah besar, jika Dia sampai menyakiti adikku ini."
"Ya ampun ... Koko, terimakasih." Maryam sesenggukan.
"Jadilah istri yang baik untuk pasanganmu. Sesuai ajaran yang kau anut sekarang."
Maryam mengangguk cepat. Ia meraih tangan Tuan Yohanes, mencium punggung tangan itu. Mengucapkan kata terimakasih berkali-kali.
***
Hari pernikahan di gelar, selang tiga bulan setelah lamaran. Di masjid Abdul Aziz.
Dengan perasaan gugup ia duduk di dalam tabirnya. Bersama Arshila yang menggenggam kuat tangan kanannya. Mendengarkan ikrar ijab qobul di lantangkan oleh ustadz Akhri menggunakan bahasa Arab.
Setelah semua berseru Sah. Arshila dan Maryam saling berpelukan.
"Selamat sahabatku. Semoga kebahagiaan selalu menyertai perjalanan rumah tanggamu dan Bang Akhri."
"Iya, Shila. Terimakasih ya."
"Kyaaaaa, kita benar-benar jadi saudara. Aku senang sekali."
Maryam tersenyum, merasakan bahagia yang teramat. Hingga datang Akhri menjemputnya, mengulurkan tangan itu padanya.
Merr meraihnya, lantas berdiri. Tangan satunya milik Akhri di tempelkan di keningnya. Membacakan doa, setelah itu mengecup lembut kening itu.
Senyum indah merekah di bibir Akhri, ia menyentuh dadanya sendiri. "Abang deg-degan sekali."
Ucapan Akhri hanya di balas senyum oleh wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Karena Dia pula merasakan hal yang sama.
Pelan, Akhri menautkan tangannya. Membawa Maryam menuju kursi pelaminan. Menerima ucapan selamat dari para tamu yang menghadiri acara ijab qobul tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
bung@ter@t@i
aku kira cerita masa lalu ny pake selingan flashback Thor
2023-07-15
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
walaupun sudah tau endingya akan bercerai..... nyesek loh flasbackya... teryta kepercayaan koko yohanes dikhianati oleh akri akan poligami... walaupun dlm kasus ini maryam tak bisa punya keturunan karna penyakit.. sedangkn akri dituntut krna anak sematawayang.... berat berat seberat beban timbanganku... 😂
2022-06-27
1
Jani Moetia
flashback kisah Merr&Akhri nyesek..
2022-06-08
2