Ujian

"Mami, Papi. Dan semua yang ada di sini. Merry ingin mengucapkan banyak terimakasih atas cinta tulus kalian selama ini."

Dalam keheningan, Merr mulai berbicara tentang kebaikan-kebaikan orang tua juga kakak-kakaknya. Mengucapkan syukur serta terimakasih yang banyak untuk mereka. Hingga ucapan cinta yang amat dalam darinya. Membuat Mami memberikan kecupan hangat menggunakan isyarat kedua tangannya.

"Ada satu hal yang ingin ku sampaikan. Dan ini, sudah terpikirkan dalam kurun waktu Dua tahun belakangan. Hanya saja, baru sekarang Merr bisa yakin untuk mengungkapkannya." Diam sejenak, gadis itu mulai gemetaran. "Mu–mungkin ini bisa dibilang. Satu hal yang amat besar. Yang mampu membuat kalian semua tercengang."

Bisik-bisik mulai terdengar dari para remaja. Keponakan dari Merr saat itu.

Yang di tahan oleh Koh Yohanes, sembari mengangkat satu tangannya meminta mereka untuk tenang. Sementara pandangannya tertuju pada Merry.

"Aku ... a–akan memutuskan untuk..."

Ucapnya mendadak tersendat, padahal semua sudah berada di ujung lidahnya.

"Untuk ... berpindah keyakinan, dan akan memilih Islam sebagai agamaku."

Deg...!

Ruangan seketika senyap. Tidak ada sedikitpun suara. Selain beberapa yang saling tatap, tidak mengerti.

"Merry ... kamu tidak perlu melakukan lelucon seperti ini." Mami nampak memegangi dadanya yang mendadak sesak. Papi sendiri membeku. Tidak percaya dengan pendengarannya.

"Mami, Merr minta maaf. Tapi ini bukan lelucon. Ini adalah keputusan bulat, yang sudah Merry ambil."

Antoni yang seketika itu langsung berdiri, pun menggebrak meja di dekatnya. Jari telunjuknya menuding lurus kearah adiknya.

"Omong kosong apa ini...! Kamu jangan berani-berani melakukan hal itu, Jika masih menginginkan namamu ada di catatan keluarga kita!!!" Sergahnya gusar. Matanya menatap tajam kearah Merry yang kini mulai berkaca-kaca.

"Koh, ini keputusan Merry. Aku sudah dewasa dan berhak untuk memilih jalanku sendiri."

"Kamu pikir Ketika dirimu sudah dewasa jadi bisa seenaknya? Hei– siapa yang sudah merawat kamu dengan baik, juga menyekolahkan mu! seperti ini balasan mu untuk Mami dan Papi!!" Pria itu mendekati Merry. Mengangkat satu tangannya hendak menghardik adiknya.

Sontak mata Merry terpejam, siap menerima pukulan dari kakaknya. Anak nomor tiga di keluarga itu.

"Antoni–" Yohanes menahannya. Nafas Antoni nampak meburu menurunkan lagi tangannya.

Di sana nampak Papi masih diam saja. Fokusnya terhadap sang istri, yang semakin meremas dada sebelah kirinya.

"Hentikan ... tolong hentikan semuanya. Hentikan!" Mami berseru dengan suara seraknya. Beliau berusaha bangun, lalu berjalan beberapa langkah setelah itu ambruk. Tak sadarkan diri.

Kehangatan keluarga itu seketika berubah menjadi kepanikan. Mereka berusaha menolong Mami lebih dulu, membawanya ke rumah sakit.

Sementara nampak Antoni segera menggendong ibunya buru-buru keluar. Di susul yang lain.

Merry yang juga panik hendak mengikuti namun di tahan oleh Margaretha.

Anak nomor dua di keluarga itu mendorong tubuhnya.

"Puas dengan apa yang sudah kamu lakukan!"

"Ce– maafkan aku," jawabnya berderai air mata.

"Aku tidak bisa lagi memaafkanmu. Kalau terjadi apa-apa dengan Mami." Margaret segera berlari keluar. Di sana anak-anak di minta untuk tetap di rumah. Sementara yang lain turut ikut kerumah sakit.

***

Sudah lebih dari satu bulan, semenjak Merry bilang akan pulang ke Bandung untuk merayakan Natal terakhirnya. Sekaligus, mengatakan kemantapan hatinya untuk berpindah keyakinan pada keluarga besar.

Arshila nampak cemas. Pasalnya, selama satu bulan itu tidak ada kabar apapun dari Merry.

Tok ... tok ...

Lamunan itu cerai berai. Segera ia kenakan hijabnya dan berjalan cepat keluar.

"Bang Akhri!" ucapnya setelah membuka pintu.

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam warahmatullah." Arshila membuka pintu rumahnya lebih lebar. "Ada apa, Bang?"

"Shila. Laptop kamu lagi di pakai, nggak?"

Arshila menggeleng. "Enggak, memang kenapa?"

"Abang pinjam charger-nya, ya. Punya Abang lagi nggak tau dimana. Lupa naruh."

"Boleh, masuk dulu sini." Gadis itu masuk lebih dulu. Di susul Akhri kemudian.

Pria itu pun duduk di sofa. Menunggu sepupunya untuk mengambil sesuatu yang ia butuhkan di dalam kamarnya.

Tak lama berselang, suara mobil terdengar. Ia menoleh sejenak, memandang kearah kaca.

Dari kegelapan, nampak seorang gadis yang tak memakai hijabnya. Terlihat lesu turun dari taksi biru.

Pria itu bergegas beranjak, ia memilih untuk masuk ke ruangan tengah. Berpapasan dengan Shila yang baru turun dari lantai dua.

"Ini, bang. Pakai saja dulu. Shila belum butuh kok."

"Terimakasih." Meraihnya. Menggulung sedikit kabelnya kemudian. "Shil. Di depan ada temen kamu. Samperin sana–"

"Temen? Temen yang mana?"

"Kayanya yang orang Chinese, deh."

"Merry?" Shilla bergegas keluar. Lebih-lebih ketika seruan salam dan juga ketukan pintu terdengar.

Akhri tak langsung pergi, ia memilih untuk mendekati pintu tengah berdiri di balik tembok. Sebab pertanyaan Arshila yang menanyakan kondisinya.

"Kamu baik-baik saja, kan? Ada apa?"

Merry tak menjawab, selain menangis. Direngkuhnya tubuh itu oleh sang sahabat.

"Merr– ada apa?" Lirihnya kembali bertanya.

"Aku kehilangan Mami. Aku kehilangan keluargaku." Runtuh sudah pertahanannya selama beberapa hari ini. Bersamaan dengan tubuhnya yang berguncang akibat tangis.

Melepas segala rasa lelah yang tertahan setelah beberapa hari kurang tidur. Menahan lemahnya tubuh itu yang bahkan belum terisi makanan sama sekali sejak pagi.

Tubuh yang penuh bilur luka di hati, setelah proses penaburan abu dua pekan yang lalu. Di tambah larangan dirinya untuk melihat tubuh Mami di dalam peti jenazah sebelum di kremasi.

Perlahan ia menceritakan semuanya. Apa yang terjadi malam itu. Akibat dari apa yang ia ungkapkan, rupanya telah berdampak pada kesehatan Mami yang semakin menurun.

Hingga beliau pun tak mampu bertahan, setelah menginap hampir dua Minggu di kamar ICU.

Arshila mengusap punggungnya, menenangkan gadis yang tengah sesenggukan menangis dalam pelukannya.

Sementara Akhri yang masih di samping pintu tengah termenung. Memeluk charger laptop milik Arshila.

Entah apa yang sedang dipikirkan, namun dari diamnya cukup menggambarkan bahwa ia amat prihatin. Ia lantas memilih untuk pulang melewati pintu samping.

🥀

🥀

🥀

Hari-hari dilalui Merr dengan perasaan tak karuan. Tidur tak lagi nyenyak, makan pun tak lagi nikmat.

Hingga bulan kedua setelah kepergian sang ibu seolah selalu membawanya pada titik penyesalan.

Merry mengusap air matanya. Mencoba untuk menghilangkan sejenak, segala gundah-gulananya. Karena pekerjaan yang sedang menumpuk.

...

Di akhir bulan ini, ia mendatangi rumah Arshila. Karena malam itu, ibunya mengundang Dia untuk makan malam. Perhatian lembut ia dapatkan dari wanita paruh baya yang mengenakan hijab panjangnya.

"Makan yang banyak, ya." Bu Karimah meletakkan beberapa centong nasi ke dalam piring Merry.

"Ya ampun, sudah cukup Bu. Ini banyak sekali."

"Nggak papa. Ayo makan yang banyak, pilih saja lauk yang mana yang kamu mau."

Merry tersenyum. "Terimakasih, Bu."

"Sama-sama." Beliau kembali duduk. Sementara senyum lebar mengembang di bibir Arshila yang sudah mulai menyantap makanannya.

Hingga beberapa saat setelah selesai makan. Mereka masih duduk di sana, menikmati buah sebagai pencuci mulut.

"Nak, Merry. Sebenarnya ibu mengundang kamu. Ada yang ingin ibu sampaikan."

Merry meletakkan jeruknya di atas meja. Mendengarkan ucapan ibu Karimah dengan seksama.

"Pertama, mengenai keinginan kamu untuk bersyahadat. Apakah, kamu jadi melakukan itu."

Mengangguk. "Tetap jadi, Bu. Karena hatiku sudah mantap. Toh, keluarga sudah bilang apapun yang ku lakukan, mereka sudah tidak peduli." Merry menjawab dengan murung. Hingga membuat tangan Arshila menggenggamnya erat.

"Ibu turut prihatin, dengan semua ini. Semoga semuanya segera membaik."

"Iya, Bu. Aamiin." Merry tersenyum. Hatinya sedikit dihinggapi ketenangan. "Jadi, apakah sudah bisa saya bersyahadat?"

Bu Karimah mengangguk pelan. "Selepas isya nanti. Abah kyai Mukhlis bilang, bisa langsung melaksanakannya."

Mata Merry berkaca-kaca. Ia mengucap syukur dalam gumaman bibirnya. Bersamaan dengan itu senyum haru dari Arshila pun di berikan untuk sang sahabat. Mereka berdua saling berpelukan.

Terpopuler

Comments

Revita Elisa

Revita Elisa

memag hrs ada pengorbanan dan ke ikhlasan ....insya alloh apa pun itu akn indah pada waktunya...

2022-07-10

0

iyah💋

iyah💋

berat nya perjuangan meery di awal mau jdi seorang muallf

2022-06-19

0

Jani Moetia

Jani Moetia

Pasti berat ujiannya,,,,semangat Mer!!!!

2022-06-04

0

lihat semua
Episodes
1 berselindung awan hitam
2 pertemuan pertama
3 keyakinan baru
4 Ujian
5 di lamar
6 menikah
7 awal pernikahan
8 keinginan Ummi
9 santri baru bernama Kania
10 sebuah janji
11 hasil yang menyesakkan
12 keinginan Ummi Salma
13 Ego yang terpenjara
14 rumor yang beredar
15 permintaan lagi
16 keputusan Bang Akhri
17 pernikahan tak di inginkan
18 kabar bahagia dari Nia
19 masalah yang mulai muncul
20 tertikam fakta
21 tertikam fakta 2
22 hati yang mulai menyerah
23 janji yang tak pernah di tepati
24 luapan kekecewaan
25 talak yang di ucapkan
26 bertemu wanita bercadar
27 menata hati
28 luka penyesalan.
29 Murkanya Bang Hamid pada Kania
30 menikmati status baru
31 keluarga Isti
32 masa lalu
33 mengajak Ummi jalan-jalan
34 memulai hidup yang baru.
35 pertemuan
36 pertemuan dengan orang masa lalu
37 saling berusaha melupakan
38 membaca novel Maryam
39 kembali terjerat masa lalu
40 Pesona sang penulis
41 bidadari cantik
42 Restu Ummi
43 niat baik yang terpatahkan
44 berselindung risau
45 cahaya yang mulai terbuka
46 pertimbangan hati
47 akhir dari sebuah ikhtiar
48 lamaran
49 Pertikaian
50 perkara besar
51 masalah di dunia Maya
52 kekasih halal
53 lembaran baru bersama Sayyid
54 sarapan pagi
55 penyesalan Ummi Salma
56 permohonan maaf Nia
57 bertemu keluarga Ustadz Akhri
58 mendatangi yayasan khusus penyandang disabilitas
59 bahagia yang menyertai
60 jalan-jalan ke pantai
61 sambungan jalan-jalan
62 hanya pengumuman libur update
63 perhatian khusus
64 tragedi
65 bayi mungil
66 kabar baik
67 malam penuh kasih
68 bertemu Ummi Salma
69 izin kembali kerumah Aiman
70 kesedihan
71 Bertemu KH. Irsyad Fadhillah
72 Nia sakit
73 penyakit yang di derita Kania
74 keikhlasan Akhri
75 olahraga ala Bilal
76 umroh
77 perjalanan umroh
78 masih perjalanan umroh
79 Cinta halalku
80 kondisi Nia yang semakin memburuk.
81 penyesalan Nia
82 harapan yang masih tertunda
83 permintaan maaf Kania
84 tawadhu
85 marahnya Bilal
86 aku yang akan lebih dulu menua
87 ujian seseorang 1
88 ujian seseorang 2
89 berkunjung
90 keinginan A'a
91 wisata religi bersama Ummi Isti
92 wisata religi bersama Ummi Isti 2
93 berpulangnya Kania.
94 menyambangi rumah Ustadz Akhri
95 cemburu
96 mengharapkan sebuah jawaban atas doanya
97 jajan
98 jawaban dari segala doa
99 kolaps
100 lihatlah dulu kebahagiaan ini
101 kado bahagia
102 rindu 1
103 rindu 2
104 bab Akhri
105 ketika rahmatNya mendahului takdir.
106 menggenggam kebahagiaan
107 alasan memilih ku
108 fiqih
109 tamu tak terduga
110 obrolan di atas sajadah
111 nasi kuning
112 pertemuan tak terduga
113 obrolan
114 kontraksi
115 lahirnya kebahagiaan
116 jarak yang tak dapat di tempuh (Akhri)
117 penyesalan yang masih menjalar (Ummi Salma)
118 Jangan pergi-pergian dulu, A'....!
119 istri dalam rumah tangga
120 keinginan untuk pindah rumah
121 mendatangi rumah Gus Wahyudi
122 jawabnya
123 kedatangan Debby
124 tausyiah A' Bilal
125 keinginan sederhana Maryam
126 kabar dari A'a
127 kedatangan Bu Karimah
128 Akhir perjalanan ini..
129 ending...
130 promosi Novel
131 promosi Novel Baru
132 info novel baru
Episodes

Updated 132 Episodes

1
berselindung awan hitam
2
pertemuan pertama
3
keyakinan baru
4
Ujian
5
di lamar
6
menikah
7
awal pernikahan
8
keinginan Ummi
9
santri baru bernama Kania
10
sebuah janji
11
hasil yang menyesakkan
12
keinginan Ummi Salma
13
Ego yang terpenjara
14
rumor yang beredar
15
permintaan lagi
16
keputusan Bang Akhri
17
pernikahan tak di inginkan
18
kabar bahagia dari Nia
19
masalah yang mulai muncul
20
tertikam fakta
21
tertikam fakta 2
22
hati yang mulai menyerah
23
janji yang tak pernah di tepati
24
luapan kekecewaan
25
talak yang di ucapkan
26
bertemu wanita bercadar
27
menata hati
28
luka penyesalan.
29
Murkanya Bang Hamid pada Kania
30
menikmati status baru
31
keluarga Isti
32
masa lalu
33
mengajak Ummi jalan-jalan
34
memulai hidup yang baru.
35
pertemuan
36
pertemuan dengan orang masa lalu
37
saling berusaha melupakan
38
membaca novel Maryam
39
kembali terjerat masa lalu
40
Pesona sang penulis
41
bidadari cantik
42
Restu Ummi
43
niat baik yang terpatahkan
44
berselindung risau
45
cahaya yang mulai terbuka
46
pertimbangan hati
47
akhir dari sebuah ikhtiar
48
lamaran
49
Pertikaian
50
perkara besar
51
masalah di dunia Maya
52
kekasih halal
53
lembaran baru bersama Sayyid
54
sarapan pagi
55
penyesalan Ummi Salma
56
permohonan maaf Nia
57
bertemu keluarga Ustadz Akhri
58
mendatangi yayasan khusus penyandang disabilitas
59
bahagia yang menyertai
60
jalan-jalan ke pantai
61
sambungan jalan-jalan
62
hanya pengumuman libur update
63
perhatian khusus
64
tragedi
65
bayi mungil
66
kabar baik
67
malam penuh kasih
68
bertemu Ummi Salma
69
izin kembali kerumah Aiman
70
kesedihan
71
Bertemu KH. Irsyad Fadhillah
72
Nia sakit
73
penyakit yang di derita Kania
74
keikhlasan Akhri
75
olahraga ala Bilal
76
umroh
77
perjalanan umroh
78
masih perjalanan umroh
79
Cinta halalku
80
kondisi Nia yang semakin memburuk.
81
penyesalan Nia
82
harapan yang masih tertunda
83
permintaan maaf Kania
84
tawadhu
85
marahnya Bilal
86
aku yang akan lebih dulu menua
87
ujian seseorang 1
88
ujian seseorang 2
89
berkunjung
90
keinginan A'a
91
wisata religi bersama Ummi Isti
92
wisata religi bersama Ummi Isti 2
93
berpulangnya Kania.
94
menyambangi rumah Ustadz Akhri
95
cemburu
96
mengharapkan sebuah jawaban atas doanya
97
jajan
98
jawaban dari segala doa
99
kolaps
100
lihatlah dulu kebahagiaan ini
101
kado bahagia
102
rindu 1
103
rindu 2
104
bab Akhri
105
ketika rahmatNya mendahului takdir.
106
menggenggam kebahagiaan
107
alasan memilih ku
108
fiqih
109
tamu tak terduga
110
obrolan di atas sajadah
111
nasi kuning
112
pertemuan tak terduga
113
obrolan
114
kontraksi
115
lahirnya kebahagiaan
116
jarak yang tak dapat di tempuh (Akhri)
117
penyesalan yang masih menjalar (Ummi Salma)
118
Jangan pergi-pergian dulu, A'....!
119
istri dalam rumah tangga
120
keinginan untuk pindah rumah
121
mendatangi rumah Gus Wahyudi
122
jawabnya
123
kedatangan Debby
124
tausyiah A' Bilal
125
keinginan sederhana Maryam
126
kabar dari A'a
127
kedatangan Bu Karimah
128
Akhir perjalanan ini..
129
ending...
130
promosi Novel
131
promosi Novel Baru
132
info novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!