"Aku ... Bianca Zehra Tirta."
Mata Nafla membulat saking kagetnya. Tanpa sadar ia melangkahkan kakinya mundur, ketakutan. Hingga, pintu ruang ICU terbuka dan seseorang lewat dengan menyenggol lengan Nafla.
"Nafla, cucuku." Nenek masuk dan langsung memeluk gadis yang bertukar jiwa tersebut. Tangisnya pecah sembari terus mengucapkan rasa syukur.
"Nenek?" Nafla bergumam. Ia juga rindu dengan wanita penyayang itu. Rindu sekali.
Bianca mengerjapkan matanya kaget. Perlahan, ia menatap Nenek, lalu membalas pelukannya. Sudah lama ia ingin dipeluk seperti ini oleh neneknya. Oleh ibu dari mendiang mamanya.
"Apa yang sakit, Nafla?" Nenek melonggarkan pelukan, lalu memeriksa wajah, tangan, dan kaki Bianca dengan cemas. Sedangkan, Nafla yang melihat adegan itu hanya menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Tangisnya hampir pecah, tidak sanggup melihat kesedihan sang nenek.
Bianca meraih cepat tangan nenek dari kakinya. Kemudian, menggenggamnya. "Mana boleh Nenek megang kaki aku. Dosa."
Keduanya kembali berpelukan. Saling menumpahkan rasa rindu dan menanyakan kabar masing-masing.
"Setelah ini Nona Nafla sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat. Tuan Tirta, bisa tolong ikut dengan saya."
Papa mengusap air mata di sudut matanya, lalu mengangguk. Kemudian, mengikuti langkah dokter ke luar ruang ICU. Saat melewati Nafla, ia memegang pundak putrinya tersebut, lalu tersenyum.
Nafla masih berdiri di dekat pintu dengan canggung. Sedangkan, nenek yang memilih duduk di tepi ranjang tampak asik sekali berbincang dengan Bianca.
"Nenek kira, Nenek akan kehilangan kamu juga, Nafla." Nenek menangkupkan sebelah telapak tangannya ke pipi Bianca. Matanya masih basah. Jelas sekali wanita itu begitu sayang pada cucunya.
Nafla memiliki wajah mirip mendiang mama dengan warna kulit kuning langsat. Parasnya yang ayu dan manis mampu membuat orang betah memandangnya lama-lama. Di kedua pipinya ada lesung pipi yang akan terlihat, jika ia tersenyum. Hanya saja, Nafla tumbuh menjadi sosok yang tertutup, hingga ia jarang mengumbar tawa.
Mungkin, itu sebabnya nenek mudah menyayangi Nafla. Paras cucunya itu mengingatkannya pada mendiang putri semata wayangnya.
"Cepat pulang. Nenek mau masak enak buat kamu," lanjut Nenek.
Perlahan, Nafla melangkah mendekat. Ia ingin menyapa neneknya juga. "Nek?"
Nenek menoleh, lalu tampak terkejut saat menyadari keberadaan Nafla. "Bianca?"
Nafla mengangguk, lalu menghampur memeluk nenek, hingga membuat nenek sedikit terkejut. Namun kemudian, ia tersenyum dan mengusap punggung cucunya itu. "Gimana kabarmu, Bia?"
"Aku kangen banget sama nenek," ucap Nafla di sela pelukannya. Ia sudah hampir menangis. Namun, sebuah tangan menarik tubuh Nafla, hingga pelukannya terlepas.
Ternyata pelakunya adalah Bianca. Gadis itu bahkan merangkul nenek agar menjauh dari Nafla. "Bianca, ngapain peluk-peluk nenek?"
Nafla menatap adiknya itu sinis. Sedangkan, Bianca tampak mengulas senyum penuh kemenangan.
"Nenek milik aku sekarang," ucap Bianca manja sembari terus memonopoli nenek dalam pelukannya.
"Dasar, superbia!" desis Nafla.
***
Bianca tipe orang yang mudah beradaptasi. Belum sehari saja, ia sudah terbiasa menjadi sosok "Nafla."
Setelah dilakukan observasi dan pemeriksaan, akhirnya Bianca diizinkan pulang siang ini. Daniel juga datang. Bahkan, kali ini ia membawa Jia bersamanya. Namun, mereka tidak masuk ke dalam rumah sakit dan memilih menunggu Bianca di parkiran. Ya, mereka akan ikut mengantar Bianca pulang hari ini.
"Itu tante Nafla, Jia. Tante Nafla udah sehat." Daniel berjongkok di depan Jia yang menundukkan kepala. Putrinya itu mengalami trauma pasca insiden kecelakaan dan kerap murung.
"Hai, Jia." Bianca ikut berjongkok, meski beberapa bagian tubuhnya masih terasa sakit. Ia sudah mendengar ceritanya dari Daniel langsung saat Bianca difonis mengalami lupa ingatan sementara.
"Tante udah sehat. Jia nggak usah khawatir." Bianca mengusap puncak kepala Jia, lalu tersenyum lebar. Pelan-pelan, Jia mengangkat wajahnya, lalu menangis.
Bianca yang tidak biasa menangani anak kecil langsung panik. Ia kembali berdiri dan memandang Daniel yang sedang berusaha menenangkan Jia.
Nafla yang berdiri di belakang mereka melangkah maju. Ia merasa punya andil atas keadaan Jia tersebut. Tanpa canggung, ia bersimpuh di depan Jia, lalu memeluk gadis kecil itu. Kemudian, menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Nggak apa-apa, Jia. Lihat! Langit udah mendung. Kita masuk mobil dulu, ya, biar nggak kehujanan. Nanti Tante beliin es krim."
Perlahan Jia menengadahkan kepalanya, melihat langit yang ditunjuk Nafla. Perlahan tangisnya mulai berhenti, meski sesegukan masih terdengar dari bibirnya. Nafla pernah mempelajari ini. Cara ampuh membuat anak berhenti menangis adalah dengan membuatnya mendongakkan kepala.
Papa yang melihat kejadian itu merasa cukup takjub. Ia baru melihat sisi lain dari putrinya tersebut. Setelah Jia tenang, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah nenek untuk mengantar Bianca pulang. Sedangkan, nenek sendiri sengaja menunggu di rumah. Ia sudah memasak banyak makanan enak untuk menyambut kepulangan sang cucu.
Selama perjalanan, di dalam mobil Nafla tampak gelisah. Berkali-kali ia menatap ponselnya. Ia baru membaca deretan pesan yang dikirimkan Faiz untuknya. Pesan penuh amarah dan ancaman.
***
Kreji kreji up!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
betters
love sekebon buat upnya
2024-05-31
0
Syalalala~
rasa bingung thor, tapi seru😅
2022-03-10
0
Imas Tuti
Ironman 😎😎
2022-03-04
0