Bianca Zehra

Sebuah mobil truk melaju kencang di jalan raya yang cukup lengang siang ini. Meski, sempat terdengar suara decitan rem yang beradu dengan aspal, tetapi kendaraan dengan bak warna kuning itu tetap menghantam tubuh Nafla, hingga terseret dan terguling sejauh lima meter.

Nafla sempat terdengar merintih, sebelum akhirnya pandangannya semakin menggelap dan nyaris kehilangan kesadaran. Dalam keadaan setengah sadar itu, ia masih bisa mendengar beberapa orang berteriak panik, suara mesin kendaraan, dan suara anak kecil menangis. Hingga, sebuah kalimat menutup indera pendengarannya.

"Kamu ikut Nenek dulu, ya, Nak. Besok Papa jemput. Nafla segalanya bagi Papa."

Setelah itu semuanya hening. Terlalu hening, hingga membuat Nafla takut.

Nafla merasa tubuhnya terangkat secara pelan. Semakin lama, terasa semakin tinggi. Semilir angin yang bertiup lembut, membuatnya merasa nyaman dan nyaris terlelap. Hingga, sebuah hentakan kuat membuat tubuhnya terguncang dan tertarik kebawah secara cepat.

Nafla merasa tubuhnya gamang. Ia seolah melayang dan terjatuh dari tempat yang sangat tinggi. Sekuat tenaga ia mencoba berpegangan, menggapai apa saja yang ia bisa. Ingin berteriak, tetapi susah sekali.

Jantung Nafla berdetak kencang. Napasnya tecekat di tenggorokan. Hingga akhirnya sebuah teriakan berhasil lolos dari mulutnya.

"AAAAAHHHH!" Nafla menarik tubuhnya cepat agar terduduk. Ia mencengkram erat kain yang terbentang di bawah tubuhnya, hingga kuku jarinya memutih. Sejenak kepalanya terasa pening.

Bulir keringat tampak membasahi pelipis Nafla disertai napas yang terdengar tersengal, meski sebenarnya tubuhnya terasa menggigil. Perasaan yang aneh sekali.

Mata Nafla terbuka lebar, meski ia tidak tahu apa yang sedang dilihatnya. Semuanya terlihat asing.

Suara deritan pintu yang terbuka terdengar tidak lama setelah itu. Nafla menolehkan wajahnya pelan ke arah pintu, masih dengan napas yang terdengar memburu.

Seorang perawat pria bermata sipit tampak berjalan mendekat dengan sigap. Kemudian, memeriksa layar monitor di atas kepala ranjang dan menekan tombol nursecall.

"Anda baik-baik saja, Nona Bianca?"

Nafla menggerakkan kepalanya pelan, mengikuti keberadaan si perawat pria. Keningnya, sontak berkerut.

"Anda tenang saja. Sebentar lagi dokter datang."

"Aku ...." Nafla menggerakkan bibirnya yang terasa kering. "Siapa?"

"Nona Bianca," balas perawat pria lugas.

Nafla terkesiap. Ia melebarkan mata dan mulutnya, lalu turun dari ranjang dengan cepat.

"Buka! Buka jarum ini!" perintah Nafla panik sembari menujuk-nunjuk selang infus di pergelangan tangannya.

Perawat pria dengan nama Azariel yang terbordir di salah satu sisi dada seragam perawatnya itu masih tampak tenang. Meski, di hadapannya ada seorang pasien koma yang baru sadar dan bertingkah aneh. "Anda mau kemana?"

"Pipis! Cepat buka! Aku nggak bisa gerak."

Masih dengan santai, Azariel memindahkan pengait infus ke tiang infus. Kemudian, dengan tenang berkata, "Mari saya antar."

Mata Nafla melotot. Ia menatap Azariel tidak terima. Kemudian, dengan terseok-seok mendorong tiang infus ke arah toilet sambil menggerutu. "C*bul!"

Tentu saja Azariel mendengar gerutuan itu. Ia hanya menggelengkan kepalanya, sembari bergumam, "Astagfirullah."

Baru saja pintu toilet tertutup, seorang dokter dan dua perawat wanita masuk ke dalam ruang ICU. Mereka tampak kaget melihat ranjang pasien yang kosong.

Menyadari keterkejutan itu, Azariel berinisiatif menjelaskan, "Pasien sedang ke toilet."

Ketiganya tampak bingung. Namun, kali ini Azariel memilih hanya mengangkat kedua bahunya saja. Sebelum akhirnya, sebuah teriakan histeris wanita terdengar dari dalam toilet.

"AAAAAAHHHH!"

Kedua perawat wanita tadi sigap membuka kamar mandi untuk memeriksa kondisi pasien. Sedangkan, Azariel justru menggaruk kupingnya sambil kembali beristighfar.

Di dalam toilet, Nafla menatap cermin dengan wajah ketakutan. Berulang kali ia memastikan, tetapi penampakan wajahnya di cermin tetap tidak berubah.

Nafla menelisik seluruh tubuhnya dari atas, hingga bawah. Jemari tangan yang lentik, warna kulit cerah, kaki mulus dan jenjang, rambut pendek bergelombang.

"AAAAHHHHHH!" Sekali lagi Nafla berteriak. Ia bahkan tidak menghiraukan kedatangan dua perawat wanita yang memasuki toilet dan mendekatinya dengan siaga.

Nafla kembali menatap cermin. Kemudian, menepuk-nepuk wajahnya dengan kedua telapak tangan, meski pergelangan tangannya terasa pedih akibat gesekan jarum infus.

"Nona Bianca?"

"Kita kembali ke ranjang. Tangan Anda berdarah, Nona Bianca."

Benar! Ini wajah Bianca Zehra Tirta, adiknya sendiri.

***

Baru kali ini bikin genre fantasi dan rasanya ... Ah, mantap!

Mampir juga nih ke novel temanku yang seru abiiss

Terpopuler

Comments

betters

betters

wuiiiih beda nih ...

2024-05-31

0

buk e irul

buk e irul

loh loh kok ngunu 😂

2023-05-13

0

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

mungkin naflanya tewas tertabrak truk itu,roh nya msk ke raganya bianca
lah biancanya?🤭

penasaran next kaka

2023-03-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!