yang Kamu Mau

Nafla panik. Ia menatap Bianca yang sedang berdiri terhuyung sambil memegang kepala. Sorot mata Bianca terlihat bingung, menatap situasi asing di sekelilingnya.

Nafla menggelengkan kepalanya takut, lalu bergumam, "Jangan sekarang, Bianca. Aku mohon."

Bianca tampak sedang mencoba melangkahkan kaki. Namun, tiba-tiba tubuhnya ambruk lagi dan dengan cepat Nafla berlari ke arahnya. Tubuh Nafla terasa seperti tertarik dan cahaya menyilaukan tadi kembali muncul. Saat Nafla membuka matanya perlahan, tubuh Bianca telah kembali menjadi miliknya.

Nafla berdiri dengan cepat. Kemudian, menarik napasnya dalam, mencoba membuat dirinya tenang.

Ia memandang ke sekililing dan melihat pasangan suami istri tadi yang masih saja bertengkar. Beruntung, dua orang petugas keamanan datang dan melerai keduanya. Mereka bahkan ditarik paksa agar keluar dari sana.

"Maaf?" Nafla akhirnya bersuara, membuat petugas keamanan dan pasangan suami istri itu menoleh padanya.

Nafla yang telah tenang, berjalan santai mendekati mereka dengan high heel kesayangan. Kemudian, menujuk wajah istri Faiz dengan jemari lentiknya. Inilah saatnya.

"Mbak merendahkan saya?"

Kening sang istri berkerut, menatap Nafla tajam. Napasnya masih tampak tersengal, hingga akhirnya Nafla melanjutkan ucapannya lagi.

"Mbak pikir, saya selera dengan suami Mbak?" Jemari Nafla beralih ke wajah Faiz. Kemudian, mendecih.

"Emang apa istimewanya dia?" Arah jemari Nafla perlahan kian menurun, hingga berhenti ke satu titik milik Faiz di bawah sana. Kemudian, tertawa mengejek. "Nggak ada!"

Semua orang yang menyaksikan kejadian itu sontak tertawa. Tidak terkecuali dua petugas keamanan tadi. Kemudian, dengan dagu terangkat Nafla melangkahkan kaki jenjangnya pergi dari sana, lantas mengibaskan rambutnya penuh kemenangan.

"Superbia," desis Nafla, sembari tersenyum miring.

***

Sejak pulang, Nafla terus saja menceritakan kehebohan di pabrik siang tadi pada Az. Wajahnya tampak begitu puas. Ia bahkan tidak berhenti-hentinya tertawa.

"Kamu nggak ngeliat tampang Faiz, sih, Az." Nafla tertawa lagi. "Mukanya merah kayak udang rebus."

Nafla meraih gelas di atas meja. Kemudian, meminum isinya.

"Mata keranjang kayak gitu, emang perlu dikasih pelajaran," lanjut Nafla, setelah berhasil menenggak minumnya sampai habis. Sedangkan, Az yang duduk di sampingnya hanya diam saja sejak tadi.

"Aku puas banget ngeliat mereka saling menyakiti hari ini," tandas Nafla, lalu meletakkan kembali gelasnya ke atas meja dengan wajah sumringah. Sore ini, mereka sedang duduk berdua di teras rumah sembari berbincang.

"Apa benar itu yang kamu mau?"

Senyum di bibir Nafla seketika memudar. Kemudian, beralih menatap Az tajam. "Kita udah pernah bahas ini sebelumnya."

"Coba tanya pada dirimu sendiri, Nafla. Apa memang ini yang kamu mau?" Az menolehkan kepalanya pada Nafla. Tidak ada sorot hangat seperti kemarin.

Nafla memalingkan wajahnya, lalu mendengkus. "Aku membayarmu untuk jadi perawat bukan penasehat."

"Benar. Aku cuma perawat Nona Bianca." Az mendorong kunci mobil yang tergeletak di atas meja ke depan Nafla, lalu melanjutkan, "Dan hari ini aku mengundurkan diri."

Rahang Nafla mengeras. Ia menatap Az dengan sorot mata marah. "Terserah kamu! Kita nggak cukup dekat untuk saling melarang!"

Nafla meraih kunci mobil itu, lalu bangkit dari kursinya dan melangkah memasuki rumah. Meninggalkan Az yang menatapnya kecewa.

Az tidak main-main, malam itu juga ia mengemas barang dan keluar dari kediaman Tirta. Asisten Rumah Tangga Tirta, mengetuk pintu kamar Nafla dan menyampaikan kabar tersebut. Namun, Nafla tidak menyahut. Ia hanya memilih duduk di balik pintu kamar sambil memeluk lutut.

Di depan, ada Tirta yang mengantar kepergian Az dan mempertanyakan keputusan mendadak perawat pribadi Bianca tersebut. Namun, Az tetap pada pendiriannya dan beralasan ingin kembali bertugas di rumah sakit saja.

Tirta mengangguk paham, meski sebenarnya ia tidak terlalu rela. "Titip salam untuk Firdaus. Jika ada kesempatan, aku harap kami bisa bertemu lagi."

Az mengangguk, lalu tersenyum. Kemudian, menyalami Tirta untuk pamit. Sebelum benar-benar pergi, ia memandang ke arah jendela kamar Nafla.

"Aku harap kamu segera menemukan kebahagiaanmu, Anin."

***

Catatan:

SUPERBIA bisa diartikan sebagai kebanggaan, kesombongan, atau congkak.

Begitu, ya, kawan-kawans sekalian.

Btw, hari ini aku up tiga bab, loh. Sebuah prestasi yang perlu di uhukin 😂

Terpopuler

Comments

betters

betters

super mantap up nya thor

2024-05-31

0

fara

fara

kukira superbia itu superhiro

2023-08-19

0

Syalalala~

Syalalala~

bolak balik euyyy😭

2022-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!