Ternyata Azariel memang tidak tertarik pada Bianca. Setelah sepakat menjadikannya sebagai perawat pribadi Bianca dengan gaji luar biasa, Azariel menurut untuk tutup mulut. Namun, pemuda minim ekspesi itu memberi syarat utama.
"Jangan berbuat dosa."
Hampir saja Nafla menyemburkan tawa saat mendengarnya, tetapi ia tahan. Kemudian, mereka berjanji dengan kelingking berkait. Namun, Azariel kembali menatapnya dengan ekspesi datar.
Terserahlah yang penting sekarang Nafla bebas menjadi Bianca. Malamnya, ia diizinkan pulang ke rumah setelah berjam-jam papa bicara di ruangan dokter.
Sepanjang perjalanan pulang, Nafla harus menahan muak karena papa begitu perhatian padanya. Papa begitu khawatir Nafla terbentur. Begitu khawatir Nafla merasa pusing. Sebenarnya ... bukan pada Nafla, tapi Bianca.
Tenggorokan Nafla terasa pedih. Hatinya panas setiap kali mendapat perlakuan baik dari papa. Kenapa harus Bianca? Kenapa bukan Nafla? Karena yang butuh perhatian dan kasih sayang seperti papa tidak hanya Bianca saja, tetapi Nafla juga.
Padahal dulu seingatnya, semua baik-baik saja. Papa, mama, Nafla, dan Bianca, semua baik-baik saja dan saling menyayangi. Hubungan mereka hangat, meski mama sering sakit-sakitan dan jarang keluar rumah. Namun begitu, mereka bahagia-bahagia saja.
Mereka dulu sering bercanda dan menghabiskan waktu dikamar bersama mama yang terbaring di ranjang. Papa dengan sabar mengajari Nafla mewarnai, meski Bianca kecil sering menangis.
Semua baik-baik saja, hingga mama meninggal dan ...
"Kamu ikut Nenek dulu, ya, Nak. Besok Papa jemput. Nafla segalanya bagi Papa."
Kenapa Nafla harus dibuang? Kenapa Nafla harus disingkirkan?
Air mata Nafla menetes pelan, membasahi pipinya yang putih pucat. Namun, dengan cepat ia menyekanya. Ini terlalu cepat. Ia bahkan belum melakukan apa-apa.
Saat mobil sedan yang mereka kendarai memasuki perkarangan rumah, hati Nafla kembali hancur. Rumah yang sudah lama tidak dilihatnya. Rumah yang dulu menawarkan kehangatan sekaligus menggoreskan luka yang luar biasa.
"Ayo keluar, Bia. Papa bantu."
Tanpa sadar Nafla menepis tangan papa. Hatinya semakin panas. Tatapannya masih tertuju pada rumah mewah dengan halaman luas tersebut. Tidak ada yang berubah, semua tampak sama, kecuali rasanya.
Nafla membuka pintu mobil, lalu keluar dari sana. Disusul papa yang menatapnya dari seberang mobil dengan pandangan tidak terbaca. Papa teringat dengan ucapan dokter tadi.
"Mungkin akan ada yang berubah dari diri Bianca. Dia akan lebih sensitif dan emosional. Melupakan beberapa hal. Bahkan, melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Pengaruh leukimianya, Bianca mengidap tumor otak sekunder."
Papa menghela napasnya pelan, lantas berjalan mendekati Nafla. "Ayo masuk, Bia."
Kali ini papa tidak ingin menyentuh Nafla. Ia takut membuat Nafla semakin merasa tidak nyaman.
Benar saja, Nafla berjalan lambat memasuki rumah. Mengabsen satu persatu ruangan di sana dengan suara pelan. Dulu, ada begitu banyak foto kebersamaan keluarga mereka yang terpajang di dinding. Kini, dinding itu telah kosong.
"Mau kemana, Bia? Kamar kamu di sini." Papa mengintrupsi langkah Nafla. Gadis itu seperti terhanyut dalam kenangan masa lalu, hingga terus berjalan menelusuri penjuru rumah.
Nafla memutar tubuhnya, menatap pintu putih dengan dengan gagang pintu yang disampul kain berwarna pink. Kemudian, tanpa bicara apapun, Nafla membuka pintu dan dibuat takjub dengan dekorasi kamar dominasi warna pink.
Tidak itu saja, ada foto Bianca yang sedang berpose sexy, memamerkan kakinya yang jenjang dan mulus. Foto dengan ukuran super besar yang terpatri di salah satu sisi dinding kamar.
"Superbia," gumam Nafla, lantas menutup pintu kamarnya tanpa pamit.
Meninggalkan Azariel yang diam-diam menatapnya curiga. Kali ini ia semakin yakin, jika Nafla benar-benar hantu gentayangan.
"Azariel?"
"Iya, Pak?"
"Kamar Anda di sana." Papa menujukkan sebuah kamar yang tidak jauh dari kamar Bianca. Saat Azariel mengangguk dan hendak pamit, papa kembali memanggilnya.
"Tolong ... jaga putriku."
***
Saat hanya sendirian saja di kamar, Nafla berlonjak bahagia. Ia memeriksa isi lemari Bianca dan dibuat takjub dengan gaun-gaun sexy milik Bianca.
Tidak sabar, Nafla mencoba salah satu gaun tersebut. Untuk pertama kalinya, ia memakai pakaian terbuka di bagian pundak, hingga menonjolkan dada.
Nafla mematut dirinya di depan cermin panjang. Sosok di pantulan cermin itu begitu sempurna. Tidak ada satu kurang apapun, hingga ke ujung kaki.
Tiba-tiba, ia teringat pada sosok Faiz dan istri yang menyebutnya sebagai monster. Dulu, Nafla tidak begitu peduli tentang fisik. Ia juga tidak pernah menilai dan merendahkan fisik orang lain. Namun, rupanya penampilan fisik itu begitu penting bagi sebagian besar orang. Di depan umum, fisiknya di hina dan dipermalukan.
Nafla memainkan ujung rambut ikalnya dengan tatapan menyalang marah. Ia penasaran, bagaimana kalau keadaan berbalik? Ia penasaran, bagaimana kalau keharmonisan rumah tangga Faiz terguncang?
Sebuah senyum miring kini terukir di bibir Nafla. Ia mendekatkan wajahnya ke cermin, lantas berkata dengan manja, "Mas Faiz, tunggu Bia."
***
Yuk baca novel seru ini~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
saya izin mampir baca kak Dia
judul nya unik SUPERBIA jdi pengen tahu🤭🙏
2023-03-24
0
🦃⃝⃡ℱᵇᵃˢᵉ🥀Am@π&@ 😉🥀
jiwa Nafla yang asli kemana thor....
2022-04-03
1
Rani
kalo si Bia sakit, emang si papa kudu fokus sm Bia aja gt..
kenapa Nafla nyampe kudu sama neneknya..10thn lo ya
2022-02-25
0