Bel berbunyi dan iramanya lumayan panjang. Suaranya memenuhi seluruh lorong sekolah menandakan jam istirahat sudah dimulai. Tak ayal, setelah mendengar itu para murid langsung berhamburan keluar kelas dengan tak sabaran. Begitu juga Fio, cewek berpenampilan girly itu bergegas meninggalkan kelas. Bedanya sekarang tidak bersama Lio melainkan Aulia—teman sebangkunya.
"Fi, lo yakin buat ngelakuin ini?" tanya Aulia, cewek berkulit hitam manis dan berkacamata bulat itu melihat sekeliling. Bibirnya pucat karena mengetahui rencana jahat sahabatnya itu.
"Gue takut, Fi. Udah deh, maafin aja dia. Jangan bikin rusuh bisa gak? Nanti malah berurusan sama Buk Sri lagi," lanjutnya sembari menarik seragam Fio.
Namun, Fio sengaja menulikan telinga. Malahan, matanya yang belo begitu tajam menatap sekitaran demi mencari keberadaan Si Murid Baru. Rencananya dia akan buat perhitungan. Menurutnya cowok pindahan itu berutang padanya, utang maaf."
"Fi, dah yuk! Kantin aja kita."
"Ish, lo berisik banget sih, Aulia! Diem aja ngapa! Ini urusannya harga diri, Au! Bukan yang lainnya," sungut Fio. Ditepisnya tangan Aulia.
"Bukan gitu, Fi. Gue pikir dia juga nggak sengaja. Jadi nggak usah dipermasalahin ya. Kita ke kantin aja, hidup tenang dan damai. Gue yakin lo emosian dan baperran gini karena laper. Dah, yuk!"
Spontan mata Fio yang bulat menatap tajam Aulia. "Ngoceh sekali lagi gue bakalan aduin perasaan lo ke Lio," ancamnya.
Aulia auto melotot, dia melibaskan tangan beberapa kali sembari berkata, "Jangan!"
"Makanya jangan berisik! Lo diam aja, bisa?"
Aulia manyun, dia bersedekap dan bersandar di dinding memperhatikan punggung sahabatnya yang masih melihat sekitar dengan memasang mata elang.
Merasa tak ada suara, Fio pun menatap Aulia yang manyun. "Lagian gue heran sama lo, Au. Lo jelas-jelas suka sama dia, naksir sama dia udah lama. Terus kenapa nggak pernah mau ngungkapin? Mumpung dia jomblo itu. Heran gue, tahan bener mendem perasaan, nggak takut kadaluarsa itu rasa. Entar berulat, loh."
"Ya Tuhan, itu mulut gak pernah istighfar kayaknya. Tajam bener," sahut Aulia, makin manyun dia. Setelah itu menggesek-gesekkan kakinya sembari menekuri lantai.
"Au, menurut gue lo ngaku aja deh sama Lio daripada dipendam terus. Tiga tahun elo suka sama dia, kasian gue sama lo," usul Fio yang sangat berharap diiyakan oleh Aulia. Baginya Aulia itu gadis yang baik, cocok untuk abangnya yang gila. Siapa tahu bisa memberi perubahan, begitu pikirnya. Hanya saja Aulia terlalu takut buat mengekspresikan perasaan.
Alih-alih mengiakan, Aulia justru menolaknya dengan gelengan kepala.
"Gue enggak berani, Fi. Takutnya abang lo malah ilfil terus nggak mau ketemuan lagi. Nggak sanggup ngadepin resiko itu. Iya kalau dia juga suka sama gue, kalau kagak. Alamat gue bakalan dicoret dari daftar kenalan. Terus hubungan persahabatan kita jadi renggang," balas Aulia yang disertai helaan napas panjang.
Fio pun ikut-ikutan mendesaah. Dia kalungkan lengannya ke leher Aulia, terus melepas kacamata tebal yang selalu menemani ke mana pun Aulia pergi. "Lo tau gak, lo itu sebenarnya cantik, loh. Masalah lo itu cuma nggak percaya diri. Kalau kita percaya diri, innerbeauty kita itu bakalan kepancar dan orang bisa ngelihat itu. Percaya deh sama gue. Ngaku ya ke Lio. Kalo lo gak bisa ngomong, gue aja yang bilang ke dia. Gimana?"
Aulia langsung menjauh. Dia terlihat gusar dan pucat. Dia juga menggelengkan kepalanya cepat-cepat.
"Jangan! Please!" rengeknya
Melihat ekspresi panik Aulia, Fio hanya bisa berdecak sebal. Dia sebal pada Aulia tapi lebih sebal lagi pada sang abang yang tidak peka.
Tak lama orang yang ditunggu pun terlihat. Dia muncul disela murid yang berbondong kenuju kantin.
Cowok itu, si murid baru alias Theo Kim berjalan sendirian. Fio yang sudah menunggu dan menanti sedari tadi pun merentangkan tangannya lebar-lebar. Dia tidak akan membiarkan Theo lepas begitu saja.
"Ngapain?" Theo yang keheranan mengerjap, alisnya mengernyit. Emosinya seakan diuji dengan tingkah Fio yang absurd.
Bagaimana tidak, saat dia melangkah ke kiri, Fio ikut ke kiri. Dia ke kanan Fio pun demikian. Dia baru sadar kalau cewek resek yang ada didepan ini adalah siswi yang tadi tidak sengaja dia kotori seragamnya.
"Heh, mau ngapain, sih? Minggir! Gue mau ke kantin," ketus Theo yang sudah hampir habis kesabarannya.
"Hah? Minggir?" Fio yang sedang menanti ini tentulah tidak menyerah. Dia tekan-tekan dada Theo. "Minta maaf dulu sama gue, baru boleh lewat."
Alis Theo naik sebelah. Sembari dia perhatikan seragam Fio, sembari dia berpikir bagaimana lolos dari cewek itu tanpa harus meminta maaf. Lagi pula dia pikir masalahnya tidak perlu dibesar-besarkan. Toh, perkara seragam doang. Di laundry sehari masalah langsung kelar.
"Bukannya tadi gue udah kasih uang ganti rugi ya?" balas Theo dengan muka datar tanpa gelombang.
Fio yang melihat itu pun sontak terbahak sumbang. Dia menggeram dan kembabil menekan dada Theo hingga cowok tinggi keturunan Korea Indonesia itu jadi terhuyung.
"Heh, anak sultan! Lo idup di zaman apa sih? Angkuh bener. Apa idup lo selama ini nggak kenal etika? Apa di SD gak pernah dikenalin sama Budi, si Budipekerti?" desis Fio. Mengepal tangannya dan bergemeletuk giginya. Dia berprinsip, yang salah harus minta maaf. Dan keangkuhan Theo kali ini membuat jiwa barbarnya meronta.
"Jadi Tuan Sultan, jika kenal dengan si Budi, lebih baik minta maaf."
"Oh si Budi?" balas Theo. Dia menganggukkan kepala, lantas merogoh dompet. Setelah itu mengeluarkan isinya dua lembar dan memasukkannya ke saku Fio tanpa sungkan. "Heran masalah Budi dibesar-besarin. Gak ada kerjaan banget, ya?"
Tentu saja gelagat itu membuat darah Fio kembali menggelegak. Dia tunjuk hidung Theo.
"Heh, anak baru! Jangan kurang ajar! Atau ...."
"Apa?" Theo dengan santainya menurunkan telunjuk Fio. Lantas, tanpa ba bi bu langsung menyingkirkan tubuh Fio yang pendek.
"Sudahlah, gue laper. Jadi jangan cari perkara. Ribet banget masalah seragam juga. Dengan tu duit lo dapat beli seragam baru. Ngerti!"
Setelah itu dia pun berjalan begitu santai dengan kakinya yang panjang. Sementara Aulia, dia hanya terbengong keheranan menatap punggung cowok itu. Dia juga agak ngeri kala melihat tatapan Fio yang menghujam bak belati. Disentuhnya pelan pundak Fio pelan-pelan.
"Fio, lo enggak apa-apa kan?"
"Enggak apa-apa gimana? Lo lihatkan berapa sengak itu anak!" teriak Fio, matanya memerah.
Sejurus kemudian dia menggeleng cepat. "Gak bisa. Gue gak bisa biarin dia semena-mena. Palu mana palu. Gue geprak juga kepalanya."
"Fio, sabar!"
Namun, Fio yang sudah kadung emosi pun menuju kelas, dia berencana memukul Theo dengan sapu, tapi terhalang karena Lio menghadang dengan membentangkan tangan.
"Minggir!" sentak Fio. Merah padam mukanya.
Namun Lio membalasnya dengan terkekeh. Dia ambil sapu dari tangan adiknya, lantas menyimpannya ke tempat semula. Dia juga mengambil uang seratus ribu dari saku adiknya itu.
"Lu liat cara gue."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Anie Jung
Fio ketemu lawan seimbang nihh, sama" songong😂😂😂😂
2022-03-09
1