"Kalian apakan motor saya!"
Spontan spidol itu terlepas dari tangan Fio. Mulutnya ternganga begitu pun Lio. Dua bersaudara itu baru sadar kalau sudah salah sasaran.
Hanya saja, keterkejutan itu berganti dengan rasa yang lain. Suatu keanehan dan itu hanya terjadi pada Fio seorang. Cewek remaja itu ternganga dan merasakan dengan jelas kalau detak jantungnya menggila tiba-tiba.
"Kalian nyoret motor saya?" tanya orang itu yang dibalas cepat Lio dengan gelengan kepala.
Namun, lagi-lagi keanehan diperlihatkan Fio. Cewek berkepang dua itu mengangguk tanpa berkedip. Dia juga tanpa sungkan mengulurkan tangan. "Saya Fio. Fiona Narensa Ardana. Kelas dua belas IPS satu. Masnya siapa namanya?"
"Dia Kris dan dia bukan mas kamu! Dia guru kamu!"
Teriakan dari belakang membuat Fio dan Lio spontan menoleh. Mata mereka terbelalak seketika ketika melihat Sri, sang guru BK datang mendekat membawa satu buah penggaris panjang yang terbuat dari besi sepanjang empat puluh sentimeter.
-
-
-
"Kalian ini, bisa gak sih sehari aja gak bikin ulah? Pagi-pagi udah bikin naik darah. Gimana ceritanya kalian mengukir segala jenis spesies primata di motornya Pak Kris? Kalian kurang kerjaan apa gimana? Pak Kris itu guru baru dan kalian udah berani bikin ulah. Kalian mau diskros berapa hari?" cecar Sri pada Fio dan Lio. Dia yang duduk di kursi sampai mengetatkan rahang. Pasalnya dia mulai gerah setiap hari harus dihadapkan dengan dua bersaudara yang terkenal bengal.
"Ya, jangan diskors dong, Buk," balas Lio dengan memasang wajah memelas.
"Kamu juga Lio, sebagai abang bukannya nasehatin adek kamu, kamu malah dukung."
"Ya mau gimana, Buk. Kan Fio punya tangan. Nanti kalau dilarang saya bakalan kena kasus pelanggaran hak asasi antar saudara," balasnya yang spontan diberi Fio dengan tatapan tajam.
Sementara Sri, dia sudah memegang tengkuknya. Bagaimana pun dia merasa semua darah sudah berkumpul di sana. Berhadapan dengan kembar sableng itu membuatnya serasa dekat dengan surga. Naik semua darahnya.
"Pokoknya saya tidak mau tau. Kalian harus mempertanggung jawabkan ulah kalian ini. Untung Pak Kris tidak mempermasalahkan ini. Dia membiarkan kalian lolos tapi tidak dengan saya. Untuk hukuman kalian ini, saya kasih kalian tugas mulia. Bersihkan toilet satu sekolah ini selama tujuh hari berturut-turut setelah pulang sekolah!"
"Yah, Ibuk ...." Serentak Fio dan Lio mendesah.
"Mau protes?" sentak Sri. Matanya melotot. Alhasil dua bersaudara tengil itu kembali menunduk.
"Mau bersihkan toilet atau saya panggil Bibi kalian?"
"Jangan!" Kembali Fio dan Lio menjawab secara bersamaan. Mereka saling tatap, dan Sri yang melihat kegugupan di wajah keduanya serasa di atas angin. Dia pun berdiri dan mengelilingi dua bersaudara itu sembari memukul-mukul telapak tangannya dengan penggaris. Niatnya agar Fio dan Lio terintimidasi.
"Saya harap ini kasus terakhir kalian. Jangan ada lagi kesalahan lain. Apa kalian gak malu bolak balik ruangan ini? Siswa lain itu bolak balik buku pelajaran biar pinter, keluar masuk perpus biar lulus. Nah, kalian malah sering ke sini. Gak malu apa? Saya aja bosen liat muka Kalian. Kalian ini bentar lagi ujian, jangan terlalu banyak main bisa gak, sih? Masa depan kalian itu bisa kacau kalau terlalu nakal," oceh Sri yang sebenarnya sudah dihafal Fio dan Lio diluar kepala.
Namun, mereka memilih diam dan mengangguk mengiakan.
"Heran saya sama kalian. Tiap hari ada aja ulahnya. Yang bolos, yang telat, yang manjat, yang malak, belum lagi nyontek. Bisa gak sih kalian gak masuk ke sini sehari aja? Pusing saya."
"Maaf, Buk," sahut Fio dan Lio serentak.
"Ya sudah, balik kelas!" titah Sri lagi. Dia kibaskan rambutnya yang panjang ke belakang. Lalu, menghidupkan kipas angin kecil yang memang tersedia di atas meja. Tugas menjadi guru BK mengharuskannya memiliki alat peredam emosi itu.
Ketika keluar dari ruang Sri, Fio dan Lio terlihat saling sikut. Mereka saling menyalahkan hingga Fio yang tidak sadar menabrak punggung seseorang.
Alhasil, cewek cantik itu limbung dan terjatuh dengan posisi pantat menyentuh porslen. Suara mengaduh dan ringisan pun terdengar jelas. Sementara Lio, bukannya membantu dia justru mentertawakan saja.
"Rasain, durhaka, sih!" seru Lio diiringi gelak tawa. Fio mendesis.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya seseorang yang sukses membuat tatapan benci Fio sirna. Cewek itu tergemap menatap pria berpakaian rapi yang mengulurkan tangan hendak menolong.
Anehnya, alih-alih menerima uluran tangan itu, Fio justru tetap diam. Saat seperti ini dia seperti melihat penampakan seorang malaikat tampan yang membuat aliran darah tiba-tiba menghangat lagi. Dimatanya sosok itu bersinar. Ada lantunan syahdu yang berasal dari jantungnya sendiri.
"Fi, Fio, bangun!" seru Lio. Dia tarik paksa tangan sang adik hingga berdiri. "Maaf, Pak Kris. Adek saya emang sering kesambet."
Sontak Fio melayangkan cubitan. Jelas saja Lio mendesis, tapi terpaksa mengukir senyum pada Kris—sang guru baru yang juga adalah pemilik motor yang tadi mereka corat-coret.
"Kamu beneran gak apa-apa?" tanya Kris lagi. Alisnya hampir tertaut melihat Fio yang hanya cengo tanpa merespon.
Melihat keanehan itu Lio pun menyikut lengan sang adik. "Fi, hey! Kok malah bengong lagi? Ditanya Pak Kris itu."
"Eh, iya, Pak. Saya gak apa-apa," balas Fio. Senyumnya terukir dan yang Lio tidak habis pikir, Fio kembali memberikan gelagat aneh alias ganjen. Melihat itu gerah juga hatinya.
"Soal motor Bapak, kita ngaku salah. Kita minta maaf. Tadinya kita itu motor punya siswa," jelas Lio.
Sementara itu Fio malah mengukir senyum dikulum yang membuat Lio jadi makin geram dengan tingkah kecentilan itu.
"Fio!" sentaknya.
Fio mendesis kesal, tapi ketika melihat Kris senyumnya kembali hadir.
"Iya, Pak. Saya juga minta maaf. Kalau Bapak gak keberatan, saya bisa kok bersihin motor Bapak seminggu ini. Bahkan saya juga rela kok tiap hari bersihin rumah Bapak. Bapak cukup bayar tujuh ratus ribu aja buat biaya ke KUA."
"Lah, gak beres ini anak," gumam Lio. Dia apit leher Fio dengan keras. "Maaf, Pak. Adek saya lagi kumat. Belom minum obat. Tolong jangan dianggap serius."
Kris yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. "Aneh, gadis aneh. Siapa tadi namanya. Fio, Fio Narensa Ardana?"
Kris terkekeh kecil. Dia masih saja menatap Lio yang menyeret Fio bak menyeret kambing. Senyumnya pun kembali terukir.
"Nama yang manis, tapi gak semanis tingkahnya. Sayang sekali."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
wen cavan
gak manis tapi bikin hati meringis ya pak gulu..hehe
awas lama-lama jadi bucin lho pak..😁
2022-04-12
1
Anie Jung
Klo Fio semua nya manis pak guru nnti klepek" di buat nya😂😂😂
2022-03-05
2