"Bang, lepasin! Sakit ini!" teriak Fio yang tak berdaya kala diseret oleh Lio. Dia terus saja mencakar, menendang bahkan mencubit tubuh Lio agar dilepaskan. Hanya saja sepertinya sang abang memang tidak berniat begitu. Cowok kurus tinggi itu justru semakin kuat mengunci leher Fio dengan lengan.
"Aduh! Sakit, Bang! Lepasin, dong! Pusing ini!" lanjut Fio lagi yang terseok-seok mengimbangi langkah Lio.
"Kagak! Gue gak bakalan lepasin. Elo itu masih kesurupan jin ganjen. Jadi harus dirukyah dulu. Biar jin yang bersarang dalam perut lo itu pada ilang. Jadi sekarang diem. Kita cari si Ali buat bacain Yasin."
"Astaga, gue gak kesurupan, Bang. Gue masih sadar!"
"Di mana-mana orang kesurupan gak ada yang ngaku."
Fio yang kesal pun menggigit pinggang Lio. Alhasil kuncian terlepas dan suara erangan pun mengudara di sana.
"Lo kesurupan herder?" sentak Lio pada Fio. Makin menggeram dia. Rasa panas dan nyeri di perut bagian samping membuatnya ingin sekali membanting dan menggeprak kepala orang. Namun apalah daya, yang menggigit bukanlah binatang melainkan adiknya sendiri.
"Jangan ngadi-ngadi!" balas Fio sembari mendesis. Dia rapikan rambut yang berantakan, lantas berkacak pinggang melihat sang abang yang terus mengusap perut. "Itu balesan setimpal karena udah bikin gue malu depan gebetan."
"Gebetan? Lo naksir Pak Kris? Gila lo ya!" Lio yang Tak percaya sampai mengurut dada. Bagaimana pun pertemuan Fio dan Kris itu sangat singkat, tidak habis pikir dia akan statement yang adiknya lontarkan.
"Dipikir dulu bisa gak sih. Jangan asal suka gitu aja. Belum juga sejam," lanjut Lio lagi.
"Bodo! Lagian lo apaan sih, Bang? Gangguin aja. Apa nggak liat kalau gue itu lagi tebar pesona ke Pak Kris?"
"Justru gue tau itu oon," geram Lio. Dia menoyor kepala Fio tanpa pikir panjang. Dan karena tinggi badan mereka yang jomplang, Lio dengan gampang melayangkan toyoran demi toyoran ke kepala sang adik yang menurutnya nggak ada akhlak. Perempuan tapi nggak malu memperlihatkan perasaan suka. Mana waktunya tergolong express pula. Sebagai saudara dia berkewajiban menjaga adiknya itu.
"Terus kalau udah tahu ngapain gangguin?" sungut Fio yang terus membenarkan poni.
"Fio, lo itu ya, punya otak kan? Dipakai, dong! Gunain sebagaimana mestinya. Jangan jadikan pajangan. Lo gak liat, dia itu guru dan lo baru 17 tahun. Gimana ceritanya bisa jadian? Halunya tolong dikondisikanlah. Kalo mau cari pacar, carilah yang sebaya, yang se-frekuensi, tapi awas kalo nggak ada akhlak. Gue sate dia."
Melihat abangnya yang mulai diktator Fio jadi kesal dan mengentak kaki. "Ih, Bang Lio apaan, sih? Gaje banget. Yang pacaran kan gue. Yang jalanin juga gue. Serah serah gue dong. Repot amat."
"Lama-lama gue sate juga lo."
"Dih! Emang kenapa, sih? Sewot banget. Badan-badan gue ini, perasaan perasaan gue juga. Gue suka tu guru, Bang. Cakep dan berdamage. Nih, jantung adik lo yang cantiknya ngalahin Dilraba Dilmurat ini udah lemah. Tatapannya itu loh, bikin hati mleyat mleyot kayak ager-ager."
Lagi, sebuah toyoran pun melayang ke dahi Fio hingga membuat cewek yang ngakunya Dilraba itu limbung. Setelahnya mendesis ketika bisa mempertahankan keseimbangan. Dia bersungut-sungut lagi.
"Otak lo kegeser kayaknya ini, atau cecer. Dia itu orang asing, dia guru dan belom tentu single. Lagian gantengan juga gue ke mana-mana. Tu guru standar. Lagian gak pantes sama lo."
"Ya enggaklah. Umurnya masih muda gitu kok. Gak mungkin lah punya bini."
"Dih otak lo beneran cecer kayaknya. Ni gue aja kalau dikasih bini anak gue mungkin 3," balas Lio. Berkobar emosinya sembari menunjukkan tiga jari ke mata Fio.
Alih-alih percaya, Fio justru cuma mendesis. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Lio. Di matanya Kris sangat muda dan tampan. Tipe cowok idolanya dan tak rela jika ada yang menjelekkan meski itu abangnya sendiri.
"Hey, ngapain kalian di situ?" Suara cempreng seorang wanita dari belakang memutus tatapan sengit antara Fio dan Lio. Mereka justru menatap horor wanita yang menegur. Wanita setengah baya yang mereka kenal betul bernama Jean, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas mereka.
Dan keterkejutan mereka berkali lipat kala melihat sosok siswa yang mengikuti Jean.
"Bang, itu cowok tadi 'kan, ya?" tanya Fio dengan suara pelan, tangannya mengepal.
Lio pun mengangguk.
"Iya Fi, tu orang yang tadi nyipratin air ke elo," sahut Lio, sedetik kemudian senyum jahatnya tercipta. "Kayaknya bakalan seru, nih. Gue tebak dia bakalan sekelas sama kita."
Fio mendongak, dia melirik ke abangnya yang menyeringai, sejurus dia pun demikian.
"Pokoknya ajang balas dendam kita harus sukses, Bang."
"Heh kalian, ngapain masih berdiri sini? Cepat masuk!" perintah Jean sembari memelototi.
Fio dan Lio pun masuk kelas, tapi sebelum itu mereka sempat memutar kepala dan menatap sengit murid pindahan yang ada di belakang wali kelas mereka itu.
Di kursi paling belakang, mereka terus menatap murid yang ada di belakang Jean.
"Anak-anak, tolong diam sebentar!" seru Jean.
Seketika suasana langsung senyap, bukan karena suruhan Jean, melainkan karena cowok bertubuh tinggi dengan mata sedikit sipit di belakangnya itu.
"Hari ini kalian kedatangan teman baru," lanjut Jean penuh penekanan seperti biasa. Sama sekali tidak ada senyum di bibirnya. Matanya yang berlapis kaca menyapu seluruh sudut ruangan. Setelah memastikan semua murid tenang dia pun memerintahkan murid baru yang dibawanya untuk memperkenalkan diri.
"Selamat pagi. Perkenalkan nama saya Theo Kim."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
wen cavan
jangan-jangan masih sodaraan nih sama si pak gulu itu si Kim 🤔 secara motornya ajah:)sama persis
2022-04-12
0
Winarni Asyiatun
😂..baru pernah denger istilah hati mleyat mleyot ky ager2 ..😂
2022-04-08
0
Anie Jung
Kakak beradik sama" bandel ya😂😂
2022-03-06
0