Keesokan hari pun tiba. Kami mengemas barang-barang kami sebelum keluar dari kamar. Setelah semua rapih, kami keluar kamar kemudian menuju lift dan turun ke lantai dasar. Saat di lantai dasar, aku bertemu kembali dengan pelayan yang kemarin. Aku dan pelayan tersebut saling tersenyum dan aku mengangguk kepadanya.
“Sampai berjumpa kembali,” ucap pelayan tersebut dengan telapak tangannya saling menempel bersama resepsionis lainnya menyambut kepergian kami.
Aku seperti sudah akrab sekali dengan mereka. Ayah dan ibuku yang melihatnya langsung kebingungan. Tapi mereka tidak menanyakannya kepadaku. Kemudian kami lanjut keluar dari ruangan utama tempat penginapan ini dan Goi sudah menunggu kami di depan. Goi akan mengantarkan kami ke bandara yang jaraknya tidak jauh dari sini.
Selama perjalanan kami termasuk Goi saling mengobrol sebelum sampai di bandara. Sambil menikmati hari terakhir aku di kota ini, aku melihat sekelilingku.
“Jangan bosan-bosan datang ke kota ini lagi ya,” cakap Goi kepada kami.
“Masih banyak yang belum kuketahui dari kota ini,” balasku.
“Kau mengelilingi kota bersamanya kemarin?” tanya ayahku kepadaku.
“Iya. Oh ya, ini namanya Goi. Ia mengantarkanku ke beberapa tempat di kota ini kemarin," jawabku kepada ayahku.
“Ya. Aku mengantarkannya berkeliling kota. Maaf tidak memberi tahu kalian sebelumnya,” ucap Goi kepada Ayah dan ibuku.
“Tak masalah. Anak ini sudah mengenal dunia sedikit demi sedikit,” balas ayahku sambil mengusap kepalaku dan tersenyum.
Tak terasa bandara sudah terlihat dari kejauhan. Kulihat banyak pesawat yang besarnya bukan main. Aku hanya melihatnya dan mengetahui dari buku sembelumnya. Aku terkesima dengannya. Suaranya yang berdengung setiap kali pesawat-pesawat tersebut melintas di atas kepalaku. Membuat rasa sabarku menjadi tidak tertahankan untuk melihat kota Centra.
Kami pun sampai di bandara. Banyak orang lalu-lalang dengan tas-tas besarnya. Ada yang berangkat masuk ke dalam gedung da nada juga yang tiba setelah berlayar di atas awan. Setelah Goi memberhentikan kendaraannya, kami keluar dari dari kendaraan tersebut dan mengambil barang-barang di bagasi belakang kendaraan.
Setelah kami sudah membawa dan mengangkan barang bawaan kami semua. Kami menutup bagasi dan siap masuk untuk keberangkatan. Namun sebelum kami masuk ke dalam pintu tersebut, Goi memanggilku dan menyampaikan sebuah pesan.
“Ingatlah, nak. Kota adalah hutan yang sebenarnya!” teriak Goi kepadaku dari dalam kendaraannya dengan jendela terbuka.
Aku membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum kepadanya.
“Sampai jumpa!” ucap Goi kepada kami.
“Dadah!” balasku dan kami melambaikan tangan kepadanya. Goi kemundian meninggalkan kami dengan kendaraan yang dibawanya.
Kemudian kami masuk ke dalam pintu keberangkatan. Sambil menunggu masuk ke dalam pesawat. Kami berkeliling bandara sambil mencari tempat makan untuk mengganjal perut dan untuk persediaan makanan ringan saat kami di pesawat nanti.
Akhirnya kami menemukan tempat makan yang sesuai dengan yang kami inginkan. Sepanjang koridor ini memang berderet tempat-tempat makan dan toko lainnya. Ayah dan ibuku duduk di bangku yang tersedia. Sedangkan aku diberi uang sebesar 500 Sira. Dengan uang sebesar itu sudah cukup untuk membeli beberapa makanan.
Aku membeli beberapa makanan ringan, minuman dan sup. Setelah selesai membeli, aku kembali ke tempat Ayah dan ibuku menunggu. Aku membawa sup yang ditemani dengan roti untuk mengganjal perutku yang masih sedikit lapar walapun sudah sarapan di penginapan sebelumnya.
Ayah dan ibuku hanya memakan makanan ringan yang sudah kubeli. Mereka berkata bahwa mereka sudah kenyang. Jadi aku hanya membeli sup ini satu untuk diriku sendiri. Aku juga menawarkan kepada mereka namun mereka memberiku untuk menghabiskannya.
Tak lama kemudian santapanku sudah habis, dan mereka sudah selesai memakan makanan ringan. Masih ada beberapa makanan ringan untuk bekal selama perjalanan di pesawat yang memakan waktu kurang lebih delapan jam perjalanan. Kami menunggu sebelum pintu menuju pesawat dibuka. Kami memang datang lebih awal.
Sekitar beberapa menit menunggu, akhirnya pintu sudah dibuka dan sudah ada pemberitahuan untuk menaiki pesawat itu. Kami berjalan melewati garbarata yang terhubung dengan pesawat tersebut. Pesawatnya cukup besar dan terdiri dari dua tingkat. Memang orang-orang dari desa berangkat ke Centra dari kota ini.
Setelah kami masuk ke dalam, kami disambut oleh pramugari dan pramugara. Kebetulan kami mendapat bangku tiga baris di samping jendela dan berada di tengah badan pesawat atau sayap pesawat. Aku duduk di paling kiri tepat di samping jendela. Kemudian ibuku di samping kananku dan ayahku di sebelah ibuku.
Kemudian pesawat lepas landas dan aku melepas pijakan dari kota ini. Karena perjalanan yang cukup panjang, Ayah dan ibuku banyak menghabiskannya untuk istirahat. Namun mataku selalu terbuka. Hanya beberapa kali mataku terpejam, itupun tidak lama. Aku melihat awan-awan di atas langit. Sambil menemukan titik terang tentang langit. Namun seperti tidak ada apa-apa selain lautan awan itu sendiri. Tidak ada kehidupan termasuk burung karena pesawat berada ketinggian yang tidak memungkinkan sebuah kehidupan ada di sana.
Ayah dan ibuku sedang pulas tertidur. Begitu juga dengan penumpang lainnya. Aku hanya menatap lautan putih di balik jendela kabin. Namun tiba-tiba aku terkejut dan syok ketika ada sebuah sosok yang melayang di luar pesawat. Sosok tersebut seperti cahaya biru namun berbentuk seperti perempuan dan berparas cantik bak bidadari. Ia melayang-layang dan menggerakkan tangannya yang seolah-olah ingin berinteraksi denganku.
Aku yang masih sangat bingung mencoba mencubit tanganku. Ternyata ini bukan mimpi. Namun apakah hanya aku yang dapat melihatnya? Apa benar bahwa ia merupakan makhluk dari langit? Kepalaku pusing karena ini semua tidak masuk akal. Namun aku juga percaya tentang keberadaanya di saat yang bersamaan.
Makhluk itu hanya menari-nari dan tersenyum kepadaku. Aku hanya bisa melihatnya dengan kebingungan. Aku juga tidak terlalu tahu bahasa isyarat. Aku juga tidak paham. Pada akhirnya aku membalasnya dengan tersenyum. Tapi saat aku tersenyum kepadanya, tiba-tiba ia merubah raut wajahnya menjadi sedih dan matanya berkaca-kaca.
Dia menyatukan dan mengepal tangannya. Dengan wajah yang seperti penuh harap, ia nampak sangat sedih. Kemudian ia mendekati jendela pesawat. Namun saat ia mendekati jendela pesawat aku melambaikan tangan kepadanya memberi tanda untuk jangan mendekat. Aku takut cahaya birunya akan membangunkan orang-orang.
Tapi ia justru tetap mendekat dan hanya tersenyum dengan matanya yang masih berkaca-kaca. Saat ia berada di dekat jendela, semua cahaya birunya yang ada di sekitarnya masuk ke dalam kabin pesawat. Aku yang panik melihat sekitar, namun tidak ada yang menyadarinya.
Saat aku kembali menoleh ke arahnya, ia memberi isyarat seperti ini akan baik-baik saja. Kemudian telepak tangannya menempel pada kaca jendela. Aku yang berada di hadapannya pun juga menempelkan telapak tanganku ke jendela. Telapak tangan kami saling bersentuhan namun dipisahkan kaca jendela. Tanpa sadar tiba-tiba saja pandanganku gelap dan kosong. Aku seperti tidak sadarkan diri.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments