Saat perjalanan pulang ke rumah. Aku melihat orang-orang berinteraksi satu sama lain. Ada yang berjual-beli, menunggangi kuda, mengobrol, dan lain-lain. Aku sebagai orang yang jarang keluar rumah, dan keluar rumah hanya saat bersekolah saja. Di tengah perjalanan, aku melihat seorang kakek yang sedang membawa perkakas besar dan terlihat berat. Kakek itu mengangkatnya terbungkuk dan terengah-engah. Aku menghampirinya karena kasihan dan ingin membantunya.
“Permisi, Kek. Ada yang bisa kubantu?” tanyaku menawarkan bantuan.
“Ti—Tidak usah, Nak. Kakek bisa mengangkatnya sendiri,” balas Kakek tersenyum sambil melanjutkan langkah kakinya.
“Tidak apa-apa, Kek. Biar kubantu. Kakek cukup beritahu arah jalannya.” Aku membantu mengangkat perkakas itu.
“Terima kasih banyak, Nak. Betapa baiknya kamu. Siapa namamu?” balas Kakek dengan langkahnya mengarahkanku ke jalan yang semakin jauh dari rumah.
“Malka. Salam kenal, Kek,” jawabku penuh hormat kepadanya.
Aku membantu kakek tersebut mengangkat perkakas yang besar ini. Untungnya tidak terlalu berat bagiku. Kakek memanduku ke sebuah stasiun usang dan sepertinya sudah tidak terpakai lagi. Aku baru tahu kalau di desa ini ada stasiun. Saat kami sampai di sana, aku menanyakan perkakas ini pada Kakek.
“Perkakas ini untuk apa ya, Kek?” tanyaku penasaran.
“I—Ini untuk memberi tanda bagi kereta yang akan melintas,” jawabnya.
“Stasiun ini masih dipakai?” tanyaku sedikit kaget.
“Sepertinya kau anak baru ya? Stasiun ini selalu ramai setiap harinya. Se—Setiap pagi banyak orang menunggu dan berangkat dari stasiun ini,” tutur Kakek menjelaskan dengan suaranya terpotong-potong. Masih ada pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya tapi sepertinya dia sedang sibuk. Lebih baik kutahan saja pertanyaanku.
“Baiklah, Kek. Aku harus pulang. Hari sudah semakin gelap,” ucapku pada Kakek yang sedang membetulkan alat-alat stasiun.
“Terima kasih ya…, Nak…” balas Kakek tersenyum kemudian melanjutkan perkerjaannya.
Saat aku keluar dari stasiun aku mendapat banyak informasi dari stasiun ini. Aku melihat rute dari kereta-kereta yang melintasi stasiun ini.
Stasiun ini menghubungkan desa Mennora, tempat kutinggal, dengan sebuah pemukiman kumuh di sisi selatan Metlehein. Mennora merupakan salah satu desa di sisi utara Metlehein. Stasiun ini juga menghubungkan dengan satu kota terdekat yaitu Lumiatia. Di sana ada sebuah bandara. Biasanya orang-orang di sini memiliki pekerjaan di metropolitan. Sebuah kota yang sangat besar dan menjadi pusat dari seluruh wilayah di planet ini.
Orang-orang yang bekerja di sana menggunakan transportasi kereta ini menuju Lumiatia kemudian disambung lagi dengan menggunakan pesawat. Selama hidupku, aku tidak pernah meninggalkan desa ini. Apalagi aku yang hanya anak rumahan. Jadi aku baru tau semua ini dari stasiun usang ini.
Hari semakit larut. Aku bergegas pulang ke rumah. Tapi kali ini aku tidak akan ceroboh seperti sebelumnya. Kulihat matahari terbenam dengan indah di semenanjung barat. Dan burung-burung berkicauan dan angin menyapu dan membisikkan iramanya seakan-akan semuanya menyatu menjadi sebuah harmoni yang mendamaikan.
Senang rasanya aku bisa tinggal di desa ini. Tempat kelahiranku dan tempat aku besar hingga sekarang. Tempat yang tidak akan pernah aku lupakan. Enggan rasanya aku meninggalkan desa ini. Terlebih teman-temanku yang ternyata membuatku melihat dunia lebih luas. Tidak sekedar melihat dunia dari buku dan jendela rumahku. Sungguh aku sangat beruntung.
Sesampainya di rumah, kulihat Ibu dan Ayah sedang menyiapkan makan malam. Tak lama kemudian semuanya siap. Seperti biasa kami makan malam bersama sambil berbincang hangat. Setelah semuanya selesai, aku menaiki tangga ke kamarku dan langsung bersiap menuju pulau kapuk. Tak sabar menunggu besok bertemu lagi dengan teman-teman.
~
Sshhh…
Kau dengar?
Kau ingin bertemu?
Tenanglah…
Akan tiba saat yang tepat…
A—d—n—th— R—s—io—s
"Aduh!" Seketika aku terjatuh dari kasur dan terbangun.
“Apa yang barusan terjadi?” Baru belakangan ini aku mimpi aneh. Sudah dua kali dengan ini.
“Ad—Ad—… Apa itu?”
Aku bicara dengan diriku sendiri dan aku berusaha mengingat apa yang ada di mimpiku barusan. Namun semuanya seketika lenyap begitu saja. Yang aku ingat hanyalah suara bisikan perempuan tapi suaranya tidak seperti yang kukenal. Aku semakin penasaran dengan apa yang aku alami. Seperti ada yang berusaha menyampaikan pesan kepadaku. Tapi aku tidak tahu siapa, apa, dimana, dan kenapa.
“Aku harus menanyakannya ke Alya! Mungkin dia tahu.”
Sarapan sudah siap. Seperti biasa aku turun ke ruang makan kemudian menyantap sarapanku dan mengobrol seru dengan Ayah dan Ibu. Tapi Ibu menanyakan sesuatu kepadaku.
“Kau ingin bertemu temanmu lagi?” tanya Ibu.
“Iya, Bu,” jawabku pelan sambil menyantap sarapanku.
“Siapa namanya? Mungkin Ibu kenal,” tanya Ibu sambil menatapku penasaran.
“Alya. Alya Willoughby,” jawabku.
“Ah… gadis cantik rupawan, pintar, ceria, tapi sedikit pemalu,” balas Ibu seketika setelah aku menyebut namanya.
“Ibu mengenalnya?” tanyaku penasaran.
“Iya. Ibu pernah menemuinya di taman. Dia sendirian, sedang menunggu sepertinya. Ibu menghampirinya lalu berkenalan dan mengobrol sedikit. Karena ada sesuatu yang harus Ibu kerjakan, jadi Ibu berpisah dengannya dan memberinya sebuah hadiah sebagai tanda saling kenal,” tutur Ibu menjelasakan kepadaku.
“Ini… Simpanlah. Dan jaga baik-baik. Dengan ini, kau tidak akan merasa sendiri,” tambah Ibuku dengan tangan memberikan sebuah logam kecil berbentuk burung merpati.
“Untuk apa?” tanyaku bingung dan tanganku menerima pemberian dari Ibuku.
“Kau akan mengetahuinya kelak,” jawab Ibuku dengan senyumnya yang dalam.
“Baiklah… Mungkin temanmu sudah menunggumu,” tambah Ibuku menyuruhku segera kerumah Alya.
Setelah sarapan, aku bergegas ke rumah Alya. Rumahnya tidak searah dengan sekolah. Tapi lebih dekat daripada jarak rumahku dengan sekolah. Aku berjalan kerumah Alya dan menyimpan merpati kecil pemberian Ibu di saku. Aku berjanji, kemanapun aku pergi, aku harus membawanya dan berusaha untuk menjaganya. Aku seperti merasakan kehadiran Ibu hanya dengan merpati ini.
Terlihat banyak sekali orang-orang berlalu-lalang kesana kemari menjalankan aktivitasnya masing. Desa ini jauh dari kata "kota mati". Anak-anak berlarian dengan penuh kegembiraan. Bermain bersama-sama. Ketawa-ketiwi bersama. Indah rasanya. Aku sedikit sedih karena dulu aku tidak mempunyai teman bermain. Mungkin ini saat yang tepat bagiku untuk menjalin pertemanan yang akrab dengan Alya, Ellie, Ethan, dan Gras. Aku tidak akan sia-siakan pertemanan kita!
Saat aku melintasi sebuah toko perlengkapan dan perkakas. Tiba-tiba penjual dari toko tersebut teriak
memanggilku.
“Hai, Nak! Selamat pagi!” teriak penjual itu kepadaku. Aku berhenti sebentar dan menoleh kepadanya.
“Pagi!” balasku berteriak juga dari depan toko.
“Kau Malka, kan?” tanyanya.
“Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku bingung. Sepertinya aku belum pernah bertemu dengannya.
“Kakek yang bantu kemarin mengenalkanmu padaku,” jawabnya kemudian ia bertanya lagi. “Kemana kau, Nak?”
“Kerumah Alya,” jawabku singkat.
“Oh… Perempuan 'taman' itu? Baiklah, hati-hati, Nak!” balasnya.
“Oke! Terima kasih!” seruku berteriak kepadanya.
Aku melanjutkan langkah kakiku menuju rumah Alya. Tak sedikit juga orang yang menyapaku dan memanggil namaku saat aku melintas. Sepertinya mereka sudah mengenaliku. Apakah semua ini dari kakek? Atau dari Alya? Karena banyak dari mereka sangat kenal dan dekat dengannya. Meskipun Alya orangnya sedikit pemalu, tapi kalau sudah kenal dan dekat, ia akan sangat akrab. Oleh sebab itu banyak dari mereka menyukainya karena sifatnya yang baik dan ramah.
Sepertinya sudah dekat. Tapi aku tidak tahu yang mana rumahnya. Aku melihat sekitar. Saat itu juga aku melihat Ethan keluar rumah dan aku memanggilnya. Ethan menoleh kepadaku dan mengajakku masuk ke dalam. Aku melihat rumah Alya. Rumahnya indah dengan bunga-bunga dan dekorasi cantik di depan rumahnya.
Saat aku masuk ke dalam, semuanya gelap. Bahkan aku tidak dapat melihat apa yang ada di depanku. Namun tiba-tiba berubah ketika ada yang menyalakan lampu.
“Selamat datang, anggota baru!” teriak mereka berempat dengan ceria dan mengejutkanku. Saat itu aku juga bingung dan bertanya.
“Anggota baru?”
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments