Akhirnya semuanya pulang ke rumah masing-masing. Kami pamit kepada Master. Aku yang ingin pulang terpaksa mengantarkan Gras pulang ke rumahnya. Untungnya jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Master, tapi cukup jauh dari rumahku. Selama di perjalanan, Gras banyak cerita padaku. Ia memberi tahuku apa yang aku belum ketahui.
“Hei, Malka. Kau satu sekolah dengan Alya kan?” tanyanya.
“Ya. Bahkan kami satu kelas,” jawabku sambil merangkulnya.
“Tapi kau tampak seperti baru mengenalnya baru-baru ini,” ucap Gras heran.
“Sebenarnya aku adalah seorang yang tidak mudah bergaul. Tapi entahlah… Semua ini bermula ketika Alya sendiri yang mendatangiku dahulu,” balasku menjelaskan Gras.
“Kau tahu? Tidak semua orang yang berteman bahkan akrab dengannya. Walaupun memang dia orang yang ramah, tapi dia tetap waspada dan protektif tidak seperti perlakuan dia kepada kita,” jelas Gras menceritakannya padaku.
“Aku, Ethan, dan Ellie. Kami sudah berteman sejak lama. Pertama kali kenal dengannya saat kami melihatnya sendirian di taman. Seperti orang yang kesepian dan tampak seperti menunggu orang lain. Tapi tidak ada seorang pun yang datang padanya. Akhirnya kami menghampirinya dan bertanya-tanya, mengobrol ringan, dan berkenalan. Ternyata ia orang yang berbeda saat aku mengenalnya. Dia menjadi lebih ramah dan lebih bahagia dari yang kami lihat sebelumnya.” Gras menceritakan kenangannya dan matanya sedikit berkaca-kaca.
“Sip! Sepertinya kita sudah sampai,” ucap Gras.
Aku melihat dari depan rumahnya. Hening, sunyi, dan hanya suara kucing yang mengeong kepadanya. Aku yang sedikit berat hati menanyakan hal yang seharusnya aku tidak tanyakan.
“Kau tinggal sendiri?” tanyaku dengan berat hati.
“Tidak. Mereka selalu ada untukku,” jawabnya tersenyum sambil mengangkat kucing-kucingnya.
“Yah… Aku sudah lama ditinggal oleh keluargaku. Saat itu kami mengalami kecelakaan. Hanya aku dan ibuku yang selamat. Tapi Ibuku sangat kritis saat itu. Ia dibawa ke tempat pengobatan desa.”
“Tapi sayang, nyawanya tidak tertolong. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ia menyampaikan pesan kepadaku.” Mataku berkaca-kaca dan sedih mendengarnya.
Kau adalah anak yang baik, Nak
Ibu dan Ayah bangga memiliki kamu
Jadilah anak yang bermanfaat bagi orang-orang
Berjuanglah menenggakkan keadilan
Jangan sia-siakan hidupmu
Gras—…
“Saat itu aku sempat mengurung diri dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Segalanya telah hilang. Segalanya yang kumiliki telah hilang,” ucapnya sambil menunduk dan meneteskan air mata.
“Aku hanya memurungkan hidupku di pinggir jalan. Saat itu aku melihat Ellie dan Ethan sedang melintas di depanku lalu mereka membantu seorang kakek menuju stasiun. Aku yang bertekad untuk memenuhi permintaan Ibuku, aku ikut membantunya. Aku ingin menjadi bermanfaat bagi orang lain.” Perkataan Gras membuatku tersentuh dan tak dapat menahan air mata yang jatuh ke tanah.
“Saat itu aku belum mengenal mereka. Sampai ketika selesai membantu kakek itu, kami mengobrol dan berkenalan. Saat itulah kami bertiga menjadi sangat dekat seperti saudara. Terlebih lagi tujuan kami sama, bermanfaat bagi banyak orang,” lanjutnya yang tersedu-sedu menangis. Kemudian ia menegakkan kepalanya dan terkejut melihatku yang juga menangis. Aku lantas berbelasungkawa dan meminta maaf.
“Aku turut berduka cita mendengarnya,” ucapku sembari mengelap air mata di pipiku dengan tanganku.
“Terima kasih,” balas Gras mengangguk dan tersenyum.
“Aku juga minta maaf telah membuatmu mengingatnya lagi,” ucapku pada Gras dengan penuh menyesal.
“Tak masalah. Inilah teman! Kita saling mengetahui satu sama lain seperti saudara sendiri. Aku lega bisa menceritaknnya padamu,” balasnya tersenyum dan menaikkan sedikit nada bicaranya.
“Lagipun aku sudah tidak sendiri, ada kau, Alya, Ellie, Ethan, dan teman-temanku ini,” tambahnya ceria sambil menunjukkan kucing-kucingnya. Aku tidak bisa melihat bekas air mata di wajahnya lagi.
“Oiya. Malka perkenalkan. Ini Joe, Sophia, dan Kyutie. Mereka serasa keluarga bagiku. Joe, Sophia, Kyutie, perkenalkan ini Malka,” ucap Gras mengenalkanku kepada kucing-kucingnya dan mengenalkan kucing kucingnya kepadaku.
“Salam kenal!” aku menunduk menatap kucing-kucing itu dan tersenyum. Kucing-kucing itu juga mengeong dan melompat-lompat ceria.
Hari sudah semakin larut. Tidak ada satupun lagi di luar rumah kecuali aku, Gras, dan kucing-kucingnya. Aku pun pamit untuk pulang.
"Sampai jumpa!" balas Gras.
Aku berjalan menuju rumahku yang cukup jauh. Aku melihat Gras yang masih bermain dengan kucing-kucingnya dari kejauhan. Kulihat di sekelilingku hanya lampu jalan yang menyala dan suara jangkrik yang mengiringiku selama perjalanan.
"Aku sangat bersyukur dengan keadaanku sekarang…"
Di dalam perjalanan aku melihat desa yang ramai di siang hari, namun sangat sepi dan sunyi di malam hari. Tidak ada seorangpun yang nampak di mataku. Kuberanikan langkahku walaupun aku suka menoleh ke belakang. Takut ada seseorang yang mengikutiku. Aku hanya berharap kalau sebentar lagi aku sampai di rumah.
Suara yang sunyi dan hening, sepintas ada suara pijakan orang lain di sekitarku. Aku melihat sekeliling. Kuputar hadapanku ke segala arah. Tapi tidak ada siapa-siapa. Hingga tiba-tiba ada Ethan yang menepuk bahuku dari belakang. Aku kaget dan hampir berteriak kencang. Untung aku bisa menahannya. Kalau tidak, aku bisa dimarahi abis-abisan oleh orang-orang karena membangunkan mereka. Dengan rasa sedikit kesal aku berbisik heran padanya.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments