Bangun…
Bangun…
Bangun…
A—d—n—th—R—s—io—s
“Ha!” Aku kaget dan terbangun dari tidur. Apa yang barusan terjadi? Seakan-akan ada yang membisikkanku entah darimana. Mungkin itu hanya halusinaku saja. Lagi pula itu hanya mimpi. Mimpi yang buruk.
Pagi cerah menyambut hari yang indah ini. Aku bangun dari tempat tidurku. Ibu sedang menyiapkan sarapan untuk kami dan Ayah membantu Ibu merapikan meja makan.
“Malka! Waktunya sarapan!” seru Ibuku memanggil dari bawah.
“Aku datang!” balasku ceria seraya menuju ruang makan.
Di meja makan sudah ada sup dan roti. Tapi aku belum pernah lihat sebelumnya. Mungkin Ibu sedang mencoba resep baru. Ibu sedang menyiapkan semuanya. Kemudian aku bertanya ke Ibuku.
“Ibu, itu apa? Aku baru lihat,” tanyaku penasaran makanan apa itu.
“Oh, ini namanya Chamnion Soup dan yang ini namanya Riunbread. Keduanya merupakan makanan legenda dan turun temurun di desa ini. Ibu tahu resep ini dari catatan punya Nenekmu. Saat Ibu membacanya, saat itu juga Ibu terpikir untuk membuatnya,” jelas Ibuku kepadaku.
Menurut legenda di tempat tinggalku, ada dua makanan yang sering dikonsumsi oleh orang-orang di sini. Keduanya punya latar belakang yang berbeda. Orang-orang percaya bahwa Chamnion Soup adalah makanan para baginda raja yang bijak dahulu kala. Sedangkan Riunbread adalah sejenis roti yang merupakan simbol reunion atau bersatu kembali. Dulu, orang-orang memberikan roti ini kepada orang yang dicintainya atau disayanginya seperti anggota keluar atau teman yang ingin berpisah dan meninggalkan tempat ini dalam waktu yang lama. Roti ini digunakan untuk menyimbolkan bahwa mereka yang sudah terpisah jauh di tempat yang berbeda, suatu saat akan bertemu kembali.
“Nak, Ayah ingin berbicara sesuatu padamu,” ucap Ayah tiba-tiba.
“Ada apa Ayah?” tanyaku bingung.
“Setelah kamu lulus nanti. Kita akan pindah ke kota,” lanjut Ayah lembut dan tenang. Mungkin supaya aku tidak kaget.
“Memangnya kenapa, Yah?” tanyaku heran dan sedikit sedih.
“Ayah ada pekerjaan di sana. Dan waktunya cukup lama, sekitar beberapa tahun. Jadi Ibu dan Ayah memustuskan untuk pindah kesana sementara waktu,” jelas Ayah menenangkanku.
Setelah beberapa perbincangan dan sarapan pagi, aku kembali ke kamarku dan mengambil buku yang kemarin aku pinjam di perpustakaan. Kemudian aku izin kepada Ayah dan Ibu kalau aku ingin pergi ke taman.
“Aku ingin pergi ke taman, ya…” ucapku sedikit keras sambil membuka kenop pintu.
“Baiklah… jaga dirimu baik-baik!” balas Ibuku yang tengah membereskan meja makan.
Aku keluar dari rumah membawa buku tersebut dan berlari menuju taman. Aku tak sabar membaca dan membahasnya bersama-sama. Ada banyak pertanyaan juga yang ingin kutanyakan ke Alya.
Saking bersemangatnya aku berlari sangat cepat sampai tidak melihat apapun di sekitarku. Tiba-tiba saja aku terjatuh tersandung batu dan aku tersungkur di jalan. Tapi seketika itu juga ada perempuan yang menadahkan tangannya kepadaku membantu untuk bangun. Aku meraih tangannya dan bangun kembali. Entah darimana perempuan itu datang, lantas aku bertanya padanya.
“Siapa kau?” tanyaku heran.
“Leora. Namaku Leora Seraphia. Kau bisa memanggilku Leora. Salam kenal!” jawabnya dengan penuh keceriaan dan bersemangat.
“Malka. Malka Syahnivir,” balasku kepadanya.
“Senang bertemu denganmu. Ini, makanlah. Dengan ini kau akan membaik,” ucapnya padaku sambil memberi sebuah roti dari kantung rotinya. Aku pun menerimanya.
“Kau jual ini?” tanyaku.
“Iya. Riunbread. Simbol reunion,” jawabnya.
“Reunion?” tanyaku bingung.
“Iya.”
Kemudian aku menanyakan berapa harganya.
“Biasanya aku memberi harga mahal ke orang-orang. Tapi bagimu, cukup kau membaik,” jawabnya dengan penuh senyum. Aku yang bingung dan masih menahan rasa sakit sedikit, lebih baik kuterima saja dan memakannya sebagai tanda rasa sopan.
“Terima kasih,” tuturku.
“Oiya, ini bukumu, kan? Tadi aku menemukannya tidak jauh dari tempatmu jatuh.”
“Iya. Aku sangat berterima kasih padamu.” Aku mengambilnya dan mengelap buku itu dengan tanganku.
“Aku juga,” balasnya. Namun setelah aku tegakkan kepalaku, perempuan itu sudah tidak ada. Aku masih penasaran siapa sebenarnya dia. Perempuan yang aneh.
Aku melanjutkan perjalananku ke taman. Tapi kali ini aku tidak berlari lagi karena kakiku masih sakit sedikit. Untungnya itu hanya luka lecet saja. Mungkin aku yang terlalu ceroboh sampai tidak dapat melihat ada batu di depanku. Kulanjutkan berjalan kesana sambil menahan sedikit rasa perih. Dan menghabiskan sisa roti pemberian perempuan aneh itu.
Di desa ini hanya memiliki satu taman yang berada di dekat sekolah, tempat aku belajar, berteman dengan orang-orang seumuranku, dan lain-lain. Di taman itu juga sering kali didatangi oleh anak-anak yang ingin bermain. Apalagi saat hari libur, ramainya minta ampun. Jarak dari rumahku ke sekolah sekitar lima belas menit berjalan kaki. Begitupun dengan taman yang jaraknya tak jauh dari sekolah.
Di dalam perjalananku kesana aku kembali melihat seorang perempuan yang sepertinya juga sedang menuju ke taman. Aku yang sedang jalan sendiri, tiba-tiba dia datang kepadaku dan menyapaku seperti orang yang sudah kenal. Aku menanggapinya dengan biasa saja. Mungkin dia temannya Alya.
“Hai! Kau temannya Alya kan?” Raut wajahnya sangat ceria.
“Iya,” jawabku sambil memerhatikan jalan.
“Perkenalkan namaku Ellie. Orang yang paling ceria di Mennora dan pandai memasak!” serunya girang menghadapku, tapi aku menghiraukannya.
“Aku Malk—“
“Aku sudah tahu namamu. Alya mengenalkanku tentangmu,” potongnya.
Selama perjalanan aku dan Ellie mengobrol ringan. Semakin lama aku semakin akrab dengannya. Yang pasti kita berteman. Dia mengenalkan semua makanan yang dapat ia masak dan semua pengalamannya. Ellie sangat suka bercerita. Aku hanya menjadi pendengarnya yang baik dan tidak enak rasanya memotong pembicaraannya.
Dia periang penuh girang. Aku sampai malu saat ada orang lain melihatnya. Entah apa yang membuatnya menjadi seceria ini. Dan entah apa yang dapat membuatnya tenang. Seketika dia berbicara kepadaku.
“Enak ya jadi Alya…” hembusnya spontan kepadaku.
“Maksudmu?” tanyaku bingung dengan perkataannya.
“Eh—lupakan… Oiya, buku apa yang kau bawa itu?” Aku masih tak mengerti tapi ia langsung mengalihkan pembicaraan.
“Ini buku tentang langit. Aku pinjam dari perpustakaan sekolah,” jelasku padanya.
“Oh ya? Kau tau… …“ Dia kembali berbicara tanpa henti. Aku tidak memerhatikannya. Yang kuperhatikan hanyalah jalan. Tapi aku berpura-pura seakan-akan aku mendengarkannya.
Taman sudah terlihat dari sini. Tak lama lagi aku sampai. Dia masih saja berbicara dengan cepat tanpa henti. Bercerita sana sini. Aku ingin menegurnya, tapi tidak jadi. Sedikit lagi sampai. Mungkin ia akan berhenti bicara kalau kita sudah sampai. Kulihat ada dua orang yang sedang duduk mengobrol di bangku taman. Tak lama kemudian Ellie berlari kesana. Aku pun mengikutinya. Tapi aku tidak melihat ada Alya di sana. Sepertinya dia masih di jalan dan belum sampai.
“Kalian sudah lama menunggu?” tanya Ellie pada dua orang ini.
“Tidak juga,” jawab salah satu dari mereka. Mereka menatapku bingung.
“Oh, ini Malka, temannya Alya dan temanku!” jelas Ellie bersemangat.
“Oh iya, Malka. Ini Gras, si 'Tukang Makan'. Dan ini Ethan si 'Jago Bertarung',” jelasnya lagi.
“Hei! Kerjaku tidak makan saja, kau tau!” tegas Gras seperti anak-anak.
“Dan kita semua bisa bertarung. Tak hanya aku,” tambah Ethan.
“Tenang… Ini hanya perkenalan. Nah kau sudah kenal kan?” balas Ellie menenangkan Gras dan menepuk bahuku.
Kemudian kami berbincang untuk saling mengenal lebih dekat. Mereka sudah berteman dengan Alya sejak kecil. Tapi mereka sekarang tidak bersekolah dengan alasan ekonomi. Menurut mereka berkumpul, membantu masyarakat sekitar dan bereksplorasi merupakan hal yang lebih baik daripada sekolah. Mereka memang biasa berkumpul di taman untuk saling berbagi pengalamannya masing-masing. Selain itu, mereka juga sering membahas tentang langit. Tapi sampai sekarang mereka belum mendapatkan titik terang.
Sudah sekitar tiga puluh menit kami mengobrol sambil menunggu Alya yang tak kunjung datang-datang. Alya bilang bahwa dia akan datang ke taman hari ini. Ellie, Ethan, dan Gras juga bingung Alya belum juga datang. Biasanya dia yang paling awal datang ke taman. Kami semua cemas dan takut terjadi sesuatu padanya.
“Apa kau tadi tidak melihat Alya?” tanya Ethan cemas pada Ellie.
“Tidak. Aku hanya jalan berdua dengan Malka. Dan kami tidak melihatnya…” jawab Ellie.
“Aneh. Biasanya dia datang paling awal. Apalagi dia suka menepati janjinya. Apa yang terjadi padanya,” ucap Gras khawatir dan berkata seperti anak kecil yang ingin menangis.
“Mungkin sebentar lagi dia akan sampai,” jawabku dengan tenang.
Tak lama kemudian, nampak Alya dari kejauhan. Wajahnya menunduk dan berjalan agak tergesa-gesa. Dia menghiraukan sekelilingnya. Terlihat Alya seperti orang yang kelelahan. Kami hanya melihatnya dengan penuh kebingungan. Saat Alya sampai disini, Gras bertanya kepada Alya dengan raut muka masih cemas.
“Ada apa dengan Alya? Kau baik-baik saja kan?” tanya Gras penuh khawatir.
“Huh… Huh… Aku tidak tidak apa-apa. Ma—Maaf aku terlambat,” jawab Alya terengah-engah kelelahan sambil mengelap keringat di wajahnya.
“Aku tadi menyiapkan untuk besok. Kalian ingat kan?” ucap Alya kepada mereka. Aku tidak tahu apa-apa yang ia maksud.
“Oiya! Kami hampir saja lupa. Terima kasih banyak Alya,” Jawab Ellie penuh semangat seakan-akan tidak sabar.
“Kau sebagai tamu kerhomatanku, kutunggu kau di rumahku besok pagi. Oke?” ajak Alya padaku.
“Hmmph!” balasku mengangguk padanya. Padahal aku masih belum tahu apa-apa.
Perbincangan dilanjutkan bersama-sama. Kami membahas dan Alya menceritakan apa saja yang dia tahu. Dia menuturkan bahwa langit terdiri dari tujuh lapisan. Terdapat beberapa dimensi di seluruh semesta,
beberapa itu mungkin terdapat di langit. Ada dimensi yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Karenanya kita bisa melihat bintang-bintang di angkasa namun sebenarnya ada dimensi lain di langit yang menghalanginya.
Kita juga dapat pergi ke ruang angkasa tapi tidak melalui langit yang dimaksud. Alya menjelaskan begitu detail tentang apa yang ia tahu. Tapi dia tidak bisa mengkonfirmasi kebenarannya. Semua itu dia dapatkan dari buku-buku dan rumor orang-orang.
Tak terasa hari sudah sore dan taman sudah mulai sepi. Alya tidak bisa berlama-lama lagi di sini karena ia ingin menyiapkan semuanya untuk besok. Begitu pula dengan Ellie yang ingin mencoba resep barunya untuk besok. Gras yang sudah lapar dan ingin pulang. Sedangkan Ethan sudah aja janji untuk belajar bela diri. Kemudian kami saling memberikan salam pisah dan kembali kerumah masing-masing.
“Sampai jumpa!” teriak Ellie seraya melambaikan tangan.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
°| SapaSaya•
klo orang normal liat orang tiba tiba ilang kek gitu pasti panik mikir hantu 🗿
2022-03-05
1