Chacha bukan keluar dari resto namun ia masuk ke ruangannya yang ada di resto itu. Dia harus menenangkan dirinya kembali.
"Audy Shalsabila Effendy, apalagi kali ini. Tak bisakah kau memberiku sedikit waktu lagi untuk menikmati kasih sayang Ayah dan Bunda" monolognya pada gelas didepannya yang telah tandas isinya itu. Chacha memejamkan matanya. Meredam emosinya yang mulai naik ke permukaan.
Tiba-tiba ponselnya berdering tanda panggilan masuk.
"Hmm"
"Kamu dimana?"
"Diruangan ku, kemarilah bersama Karin"
"Baiklah"
"Katakan pada Ayah dan Bunda aku pulang ke apartemen Abang" ucap Chacha langsung mematikan sambungannya.
Sedangkan di ruangan yang Chacha pesan.
"Bagaimana, Fan?" tanya Bu Ratu khawatir saat bungsunya itu lama tak kembali.
"Chacha udah pulang duluan Bun, ke apartemen Bang Rey" jawab Fany terpaksa mengikuti kemauan Chacha karena dirinya yakin sahabatnya itu ada masalah.
"Anak itu mulai lagi bikin ulah" ucap Ayah Gun.
"Ayah jangan selalu menyalahkan Queen, sebelum Ayah tau bagaimana aslinya Queen" ucapan Rey membuat semuanya menoleh ke arahnya. Sedangkan yang jadi pusat perhatian berdiri dan meninggalkan mereka yang kebingungan.
"Eh kok pergi" Bu Ratu bingung.
"Sudah-sudah ayo kita pulang juga" ucap Ayah Gun.
"Bayar dulu dong. Masak langsung pulang" tambah Bu Ratu.
"Eh... Lupa bunda" jawabnya. Karin memencet tombol yang ada di meja untuk memanggil pelayan.
"Billnya mbak?" ucap Bu Ratu.
Pelayan itu menoleh ke arah Karin. Karin mengangguk kecil sebagai jawabannya. "Billnya sudah dibayar oleh nona yang melakukan reservasi tadi nyonya" jawab pelayan itu sopan.
Bu ratu dan Ayah Gun saling menatap bingung karena mereka tau ruangan VIP ini berbeda dengan yang lain dan yang pasti harganya pun berbeda.
"Ya sudah ayo kita pulang" ucap Bu Ratu yang langsung diangguki lainnya.
"Bunda sama Ayah duluan aja, kita mau pesan buat orang rumah dulu" ucap Fany setelah sampai didepan pintu resto yang diangguki oleh keduanya.
"Bunda sama Ayah pulang duluan kalian hati-hati ya"
"Siap komandan" ucap mereka serempak memberi tanda hormat membuat Bu Ratu menggelengkan kepala.
Setelah Bu Ratu dan Ayah Gun tak terlihat Fany langsung menarik tangan Karin kembali lagi kedalam yang diikuti lainnya.
"Bukannya mau pulang ya" tanya Karin yang diangguki lainnya.
"Chacha masih disini, dia belom balik" jawab Fany.
"Dimana dia?"
"Di ruangannya"
"Ayo kita kesana" ajak Karin.
Karin menuntun temannya menuju ruangan pemilik FF Resto itu. Meskipun sudah dikelola oleh sahabatnya Chacha tetap memiliki ruangan sendiri agar mempermudah dirinya saat datang untuk mengecek laporan.
"Cha" ucap Karin membuka pintu ruangan Chacha. Mereka berempat tercengang melihat ruangan Chacha yang begitu luas. Bahkan ruangan mereka hanya setengahnya. Ini kali pertama bagi Karin masuk ke ruang utama di restonya. Mereka bertiga tak habis pikir Chacha yang notabennya terlihat sederhana tapi kali ini ruangannya terlihat sangat mewah.
Chacha membuka matanya. Dirinya membuat keempat sahabatnya terdiam diujung pintu.
"Masuklah" suara Chacha mengagetkan mereka bertiga tersadar dari lamunannya.
Chacha berjalan menuju sofa, diikuti yang lainnya. Mereka melirik satu sama lain melihat Chacha yang memijit pangkal hidungnya. Mereka sadar ada bau alkohol yang cukup menyengat di ruangan itu. Fany mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan itu. Matanya melotot saat melihat dua botol entah apa itu tergeletak manis di atas meja kerja Chacha yang sudah kosong.
"Kau mabuk Cha?" tanya Fany.
"Dua botol tak membuatku mabuk, Fan" jawabnya seraya tersenyum. Mereka bergidik ngeri mendengar jawaban Chacha. Meskipun setelah bekerja mereka sering pergi ke club tapi mereka tak sampai menyentuh alkohol. Karena Chacha melarang keras hal itu.
"Sejak kapan?" tanya Fany to the point.
"Setiap kali aku merasa kalut" jawabnya seraya tersenyum.
"Kau bisa bercerita pada kami, Cha" ucap Zeze.
"Dia Audy Shalsabila Effendy, kakak kandungku" ucap Chacha dengan pandangan lurus kedepan.
"Entah karena alasan apa dia begitu membenciku. Bahkan namanya tersemat dalam namaku bukan?" dia menyenderkan badannya menatap langit-langit.
"Sejak aku umur tiga tahun dia selalu usil padaku. Aku mampu mengingat semua kenangan masa kecilku dengan baik saat dia mengadu pada Ayah dan Bunda akan hal yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Bunda tak pernah marah padaku, tapi sebaliknya dia mendidik anaknya penuh kelembutan Ayah juga tak marah dia hanya tersenyum dan mengajarinya untuk mulai mengalah padak."
"Itu membuatnya kesal hingga dia berani memukulku dan mengancam ku jika aku berani mengadu pada Ayah dan Bunda. Aku menurut aku tak mengadu menahan sakit sendirian, melawan rasa ngilu seorang diri. Bunda dan Ayah tak pernah tau kelakuannya padaku"
"Hingga saat aku berumur lima tahun nenek berkunjung, aku menceritakan semuanya pada nenek hingga pada akhirnya aku dibawa oleh nenek dan kakek untuk diasuhnya di luar negeri. Ayah dan Bunda awalnya tak rela namun aku meyakinkan mereka bahwa aku ingin ikut nenek dan tinggal bersamanya. Hingga ayah dan Bunda melepas kepergian ku"
"Awalnya aku masih merasa diperhatikan oleh Ayah dan Bunda, hingga ditahun kedua Ayah dan Bunda berubah mereka mulai jarang mengunjungi ku. Mereka hanya mengunjungi tiga bulan sekali dari yang biasanya sebulan sekali. Sejak saat itu hubungan kami renggang"
"Mereka tak pernah tau bagaimana aku? Apa yang aku butuhkan? Mereka tak terlalu khawatir lagi padaku entah apa karena aku merasa aneh atau apa? Tapi feeling ku mengatakan hal lain"
"Hingga akhirnya Ayah mengirim Bang Rey untuk menemaniku, lebih tepatnya menjagaku setelah kepergian papa dan mama. Aku begitu dekat dengannya. Dia mampu menenangkan ku dengan menangis dipelukannya berjam-jam. Abang juga salah satu yang berdiri di belakang kesuksesanku saat ini"
"Saat nenek dan kakek menentang aku untuk membangun perusahaan ku, karena aku masih terlalu kecil Abang maju paling depan untuk meyakinkan mereka. Aku membangun perusahaan ku saat aku berumur 10 tahun. Sejak aku diasuh oleh nenek aku bebas melakukan apapun hingga hasratku muncul saat aku mulai menciptakan sesuatu dan meretas sesuatu hingga aku tak kekurangan akan uang untuk membangun usahaku sendiri"
"Hingga akhirnya Ayah datang dan membawa aku pulang dengan paksa. Aku tak tahu Ayah dapat info dari mana tentang kebebasan ku. Abang, kakek, dan nenek juga kena imbas kemarahan ayah. Bahkan nenek yang notabennya ibu dari ayah yang ku kenal lembut dan penuh kasih sayang saat itu aku melihatnya marah"
"Hingga anak buah ku mengatakan bahwa kakakku yang mengadu dan memfitnahku pada Ayah. Awalnya aku tak percaya aku menyelidikinya sendiri dan ternyata benar. Saat aku sampai di rumah dia marah dan meminta melanjutkan di negara yang aku tinggalkan. Ayah tak menolak jika itu mampu membuatnya tenang."
"Sejak saat itu ayah berubah menjadi dingin padaku. Aku gak tahu harus apalagi. Dan, sekarang dia kembali. Satu yang ku bingungkan mengapa dia begitu membenciku."
"Aku masih menyelidiki dia tentang sesuatu saat ini. Aku merasa ada yang aneh dengan dirinya."
"Bahkan kalian lahir dari rahim yang sama dengan marga yang sama" timpal Nena.
"Effendy bukanlah marga yang aku pilih aku terpaksa menggunakan ini demi Bunda"
"Maksudmu Cha?"
"Sejak kepindahan ku ke luar negeri aku tak memakai nama keluarga besar ku namun aku memakai marga Bunda ku dengan nama Bunda ku. Itu marga kebanggaan ku kalian bisa pingsan saat mendengar marga asliku"
"Clubbing yok" ucapnya setelah hening sesaat.
"Kau gila" umpat Fany mendapat kekehan dari Chacha.
"Dua botol tal membuatku mabuk, Fan"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments