Amel mengenyitkan keningnya, namun kontrak sudah ditandatangani. Dengan ragu wanita itu melangkah menuju tempat tidur berdiri di hadapan Kenzo yang tengah berbaring.
"Lama..." pemuda itu menariknya, mengantarkan Amel ke dalam pelukannya.
Amel gemetaran, memejamkan matanya, seolah pasrah jika ini menjadi akhirnya. Namun, tidak terjadi apapun, pemuda itu hanya memeluknya, mulai memejamkan mata.
Satu menit...dua menit...tiga menit...
Tidak ada yang terjadi, hingga suara pemuda itu terdengar kembali,"Kenapa tidak tidur?" tanyanya membuka mata.
"A...aku..." ucapnya tidak dapat berkata-kata.
"Tidurlah, beberapa hari lagi kita harus ke pergi ke Malaysia. Besok Frans akan mengantarmu mengurus paspor dan visa." Kenzo menatap wajahnya dari dekat, mengeratkan pelukannya.
"Malaysia!? Tapi kamu bilang..." kata-kata Amel terpotong.
"Aku harus kembali bekerja, masalah keluargamu, orang-orang suruhan Frans yang akan mengatasi," jawabnya masih mulai kembali memejamkan mata.
Amel terdiam sejenak, melirik pemuda di sampingnya,"Kenapa aku..."
Kata-katanya terpotong,"Karena memelukmu nyaman seperti beruang Grizzly..." jawab Kenzo.
Namun apa benar itulah alasannya? Tidak sepenuhnya. Mungkin karena seorang wanita yang dipanggilnya dengan sebutan 'Mama'
***
Salah satu gudang Bold Company 30 tahun yang lalu...
Seorang pria mengayuh sepeda tuanya, penuh senyuman dengan tas dibawanya secara hati-hati. Kepala gudang, itulah profesinya, orang yang bertanggung jawab mengatur beberapa produk kain yang baru masuk.
Usianya masih terlalu muda, untuk menempati posisi tersebut. Namun kepribadiannya yang supel, sederhana, serta otaknya yang cerdas, membuatnya dapat menduduki posisi tersebut. Walaupun hanya memiliki ijazah SMU.
"Pak Arman..." begitulah pegawai gudang memanggilnya. Seorang pemuda yang terlihat canggung, mulai memasuki ruangannya.
Buku catatan gudang dibawanya, berjalan keliling gudang mengecek stok barang, keluar dan masuk. Salah satu gudang milik Bold Company merupakan tempatnya bekerja.
Seragam kebanggaannya masih melekat di tubuhnya. Satu-satunya tempat baginya mencari nafkah, untuk istrinya yang tengah mengandung.
"Sudah semua?" tanyanya, menghitung, sembari sesekali membantu memasukkan kotak dalam mobil box.
"Di dalam stok yang merah sudah habis..." jawab salah satu pegawai.
"Nanti saya akan hubungi pabrik, agar lebih banyak mengirim stok barang lagi," ucapnya menutup catatannya. Mengingat waktu makan siang sudah hampir tiba.
"Pak Arman mau kemana!? Ambil bekal dari istrinya ya!? Yang punya istri pintar masak..." goda salah satu karyawan tertawa, menatap atasannya.
Arman yang memang tipikal orang yang pemalu, berlari masuk ke dalam ruangannya. Tentunya untuk menyantap makan siang buatan istrinya yang tengah mengandung anak pertama mereka.
Sebuah foto hitam putih terlihat di meja kerjanya, pemuda itu mengelusnya pelan tersenyum-senyum sendiri. Mengunyah makanannya dengan mulut penuh.
Istri yang cantik, tengah mengandung, pekerjaan yang disukainya. Hidupnya terasa sempurna, semakin semangat untuk bekerja rasanya.
Mengumpulkan lembar demi lembar uang untuk istri dan calon anaknya di rumah.
Hingga hari menjelang sore, Arman pulang ke rumahnya membawa bungkusan plastik.
"Kita makan martabak..." ucapnya, memeluk istrinya yang tengah menyapu lantai dari belakang.
Istrinya hanya tersenyum, memiliki suami sederhana yang mencintainya sepenuh hati, sungguh sebuah anugerah baginya. Dari saat tiga tahun yang lalu, menerima Arman sebagai suaminya.
"Apa dedek nakal waktu ayah kerja?" tanyanya pada anak dalam kandungan, berjongkok di hadapan istrinya, mengelus perutnya pelan. Gerakan pelan dirasakannya, Arman membulatkan matanya, tersenyum, "Ayu (nama istri Arman) anak kita gerak-gerak..." ucapnya penuh kebanggaan.
"Seperti bapaknya tidak mau diam..." cibir Ayu menertawakan suaminya.
Hidup yang benar-benar bahagia, semua terasa sempurna. Kertas minyak dibuka, aroma martabak tercium, sepasang bibir dari pasangan suami-istri tersenyum menyantapnya.
Guratan mata yang terlihat bahagia, saling tertawa penuh kasih. Namun apakah akan selamanya seperti ini?
***
Iri dan dengki, berdampingan dalam hati manusia ketika melihat orang lainnya meraih kebahagiaan...
Itulah yang dialami Arman, wajah pria itu pucat pasi. Menghitung berkali-kali pun stok rol kain kurang dari yang seharusnya. Jemari tangannya gemetaran, kembali menekan kalkulator tua.
"Tidak ada, kalian yakin sudah mengangkut semuanya kemarin?" tanyanya pada karyawan gudang.
Mereka mengangguk,"Kan pak Arman sendiri yang hitung..." ucap salah satu dari mereka.
Wajahnya bertambah pucat, segera pulang meninggalkan gudang, menaiki sepeda dengan cepat menuju rumahnya. Fikirannya benar-benar kacau saat itu, beberapa kali hampir tertabrak kendaraan, bahkan terjatuh dari sepeda. Hingga, sepeda tuanya berhenti di depan rumah.
"Ayu..." panggilannya dengan mata memerah, menahan air matanya.
"Kenapa?" tanya istrinya keluar dari kamar mereka.
"Boleh aku pakai tabungan untuk persalinan? Barang di gudang hilang," ucapnya duduk di kursi rotan menjambak rambutnya sendiri.
Ayu menghela napas kasar,"Pakai dulu, nanti kita cari pinjaman untuk biaya persalinan..." ucapnya tersenyum, tidak tega menatap raut wajah suaminya yang jujur. Pria yang tidak pernah bermain judi, atau tergila-gila pada wanita lain. Hanya menyayanginya dan mencari nafkah untuknya.
"Terimakasih..." Arman menitikkan air matanya, perlahan tangannya turun mengelus perut istrinya yang membuncit,"Dedek, maaf ayah pinjam uangnya dulu. Ayah lalai, ini salah ayah..."
Air matanya mengalir tiada henti, ini adalah tanggung jawabnya. Namun, uang itu juga hak calon anaknya, "Maaf..." hanya itu yang keluar dari mulut ayah yang mencintai keluarganya.
***
Beberapa minggu berlalu, hal yang sama terjadi entah perbuatan siapa. Arman tidak memiliki uang untuk mengganti barang yang hilang lagi.
Pemuda itu tertunduk, berlutut di hadapan Suki (Pemilik Bold Company) yang saat itu datang untuk meninjau pabrik.
"Sa...saya tidak tau, setiap harinya stok barang saya periksa tapi..." kata-kata Arman terpotong, seorang karyawan gudang menyelanya.
"Pak Arman memang mengecek setiap hari, tapi setiap hari juga belikan istrinya makanan yang enak-enak. Belikan baju dan perhiasan..." tuduh salah satu karyawan, tersenyum.
Tersenyum? Benar, karyawan tersebutlah yang bekerja sama dengan petugas keamanan, datang pada malam hari untuk mencuri rol kain. Alasan? Tidak ada, semua orang butuh makan bukankah begitu? Namun, menggunakan cara yang salah, membiarkan orang lain yang menanggung akibat perbuatan mereka.
"Tidak!! Untuk uang persalinan saja saya belum punya!!" ucapnya menitikkan air matanya, masih berlutut di hadapan Suki, memegang celana panjangnya.
"Sa...saya tau ini tanggung jawab saya, saya tidak apa-apa jika dipecat. Saya akan membayar ganti rugi dengan mencicil, tapi mohon, jangan bawa saya ke kantor polisi. Istri saya sedang hamil, tidak ada yang menjaganya..." ucapnya dengan tangan gemetaran.
Namun, pria itu mengalihkan pandangannya, hanya terpaku pada sesuatu yang tidak ada bukti pastinya,"Laporkan masalah ini ke kantor polisi!! Jika dia tidak bisa membayar ganti ruginya dalam sebulan..." ucapnya berjalan pergi meninggalkan gudang.
Tangan Arman lemas seketika, wajahnya pucat, darimana dirinya dapat mengumpulkan uang dalam jumlah besar hanya diberikan waktu sebulan. Sedang, rumah yang ditempatinya, merupakan tanah sewaan.
Langkahnya lemas, pulang dengan mengayuh sepeda tuanya, hingga sampai di rumahnya.
Seperti biasa, istrinya menyuguhkan teh hangat untuknya. Arman tidak bisa berkata-kata, menyimpan semuanya seorang diri.
"Ayu, Dedek anak ayah, yang sehat ya..." ucapnya pada istri dan calon anaknya. Menahan air matanya yang hendak mengalir.
Istrinya hanya mengangguk, tidak mengetahui apapun, tidak mengetahui masalah yang dihadapi suaminya.
***
Pagi mulai menyingsing, tidak seperti biasanya Arman berangkat lebih awal dengan seragam pabrik kebanggaannya, mengayuh sepeda tuanya.
Namun, bukankah dirinya sudah dipecat? Kemana pemuda itu pergi? Ditengah perjalanan, Arman mengganti seragamnya, menggunakan pakaian biasa.
Bekerja lebih awal menjadi kuli bangunan, berharap mendapatkan upah lebih dari mandor. Bekerja di tengah teriknya matahari yang menyengat kulitnya, memakan bekalnya diantara debu tempatnya bekerja.
Hari mulai sore, upah harian didapatkannya, jemari tangannya gemetaran, menerima uang yang tidak seberapa. "Boleh saya ikut bekerja di malam hari?" tanyanya, tidak ingin anaknya lahir tanpa kehadirannya yang harus dipenjara jika tidak dapat membayar ganti rugi.
Sang mandor mengangguk, membiarkannya kembali bekerja...
Ini, adalah hari pertamanya bekerja, tepat tengah malam. Arman baru bisa pulang, mengayuh sepedanya, memarkirkan di depan rumahnya. Tubuhnya terasa remuk, punggungnya sakit mengaduk adonan semen, membawa bahan bangunan.
Perlahan pemuda itu, membuka pintu, senyuman menyungging di wajahnya. Lelahnya terasa hilang, menatap istrinya berbaring, tertidur di kursi rotan panjang, menunggunya pulang.
Tangannya membelai rambut istrinya, "Aku akan berusaha untuk kalian, walaupun sulit..." ucapnya.
Ayu menggeliat, membuka matanya,"Kenapa baru pulang?" tanyanya dengan nada lemas.
"Di gudang, banyak barang yang datang jadi harus bekerja lembur..." jawab Arman tersenyum, membelai pucuk kepala istrinya.
Aku mencintai kalian.... hanya itu semangatnya berjuang, menyimpan uang disakunya yang tidak seberapa. Uang yang tidak mungkin dapat digunakannya untuk menggati barang-barang di gudang yang menghilang.
Namun dirinya ingin tetap berusaha bertanggung jawab, sekaligus ingin berusaha tidak terkurung dalam jeruji besi, kala, anak pertamanya terlahir ke dunia ini.
Namun, pemuda itu terlalu naif, mengira dunia akan berwelas asih padanya. Orang baik tidak mungkin terkurung di penjara...
Juga, dirinya terlalu angkuh sebagai manusia biasa, memandang tinggi pada kekuatan tubuhnya sendiri.
Melupakan, tubuh manusia memiliki batasan untuk bertahan...
Kala kaki dan tangan itu dipaksakan bergerak sepanjang waktu...
Suatu saat dapat berhenti bergerak, kala tubuhnya rusak, kala Tuhan tidak menginginkannya menghadapi dunia yang terlalu menyakitkan, bagi manusia naif.
Tuhan yang mungkin akan memeluknya dalam cinta kasih-Nya disana...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
@shiha putri inayyah 3107
kasihan Arman..
2024-09-12
1
Bzaa
kasihan nya
2024-05-31
1
nobita
di setiap perusahaan pasti ada salah satu teman kita yg usil... bahkan lebih dari itu... bermuka dia misalnya... menjatuhkan teman utk merebutkan posisi yg nyaman... ya ampun aku jd teringat masa lalu... hahahah jd curhat thor...
2023-05-30
1