Amel hanya bagaikan penonton yang tidak dipedulikan. Membuka bungkusan roti mahal yang berada dalam paperbag Gilang. Seperti biasanya, jika sedih atau memiliki beban fikiran bibirnya tidak dapat berhenti mengunyah.
"Gilang, bagaimana jika nanti malam kita..." Marina bergelayut manja pada lengan Gilang, namun pemuda itu menepisnya.
"Aku sudah punya pacar. Jangan dekat-dekat denganku yang culun ini lagi," anak kesayangan ayahnya itu mulai pergi berjalan, masuk ke dalam mobil mewahnya, yang kemudian melaju meninggalkan kost-an putri tersebut.
"Pacar? Kalian pacaran!? Tidak mungkin, aku lebih cantik..." kata-kata Marina terpotong, mencurigai hubungan Amel dan Gilang.
Amel menghela napas kasar dengan mulut penuh,"Aku harap dia akan menyukaiku. Aku menunggunya bagaikan daun kering musim gugur. Tapi melihat selulit (lemak) di perut, paha, dan lenganku ini, aku memang hanya figuran..." keluhnya, tidak ingin menangis di hadapan Marina lagi.
"Tunggu!! Kalau kamu bukan pacarnya, siapa pacarnya!?" bentak Marina mungkin ingin kembali merebut hati Gilang, yang kini terlihat dengan penampilan lebih sempurna.
"Pacarnya?" Amel tertawa kecil, lebih tepatnya tawa karena iba pada dirinya sendiri,"Rubah putih b*jingan yang lebih cantik darimu..." ucapnya menghela napas berkali-kali, masih dalam mode memakan roti mahalnya.
"Rubah putih b*jingan?" Marina tertegun tidak mengerti.
Pintu kamar kostnya dibuka Amel, gadis itu mulai menangis sesenggukan. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur dalam posisi tengkurap, sambil terus makan roti.
"Aku ingin diet, tapi setiap kali sedih aku terus mengunyah. Gilang sialan!! Rotinya terlalu enak..." gumamnya terus menerus menangis sembari makan.
Menginginkan cantik dengan tubuh ideal, tapi tidak bisa. Berharap pemuda yang dicintainya melirik dirinya. Namun, Gilang memang tidak pernah menatap ketulusan hatinya.
"Dari mata turun ke hati..." cibirnya masih menangis tersenyum getir, mengingat kata-kata Gilang dahulu. Menatap pantulan dirinya di cermin, hanya wanita gemuk tanpa seorang pun yang menginginkannya.
***
Sedangkan Marina juga kembali ke dalam kamarnya, duduk di tepi tempat tidur, kembali membuka amplop, menatap hasil pemeriksaan kesehatannya,"Aku hamil, bagaimana ini ..." wanita itu mulai menangis sesenggukan. Memukul-mukul perutnya yang masih rata, hanya seorang mahasiswi jurusan design, memiliki mimpi menjadi desainer ternama.
Impiannya kini hancur, pemuda rupawan yang menjadi kekasihnya, pemuda yang dibanggakannya, dipamerkan pada semua orang, melarikan diri satu bulan lalu.
Menipunya dengan modus investasi, mobil dan barang-barang mewah pemberian Gilang telah raip, dengan dalih investasi bodong. Bahkan uang semester yang dulu diberikan Gilang serta dikirimkan orang tuanya juga digunakannya untuk investasi. Tidak ada yang tersisa, hanya menyisakan janin sialan, sesuatu yang dianggapnya akan menghancurkan hidupnya.
Banyak beban dalam fikirannya, Marina tidak pernah bekerja, hanya bergantung dari uang kiriman ayahnya serta pemberian Gilang, yang dikenalnya satu tahun belakangan ini.
Waktu untuk membayar kost tinggal tiga hari lagi, uang semester belum dibayar. Ditambah lagi dengan kehamilannya. Mengumpat? Mengumpat pun tidak ada gunanya, satu-satunya harapan Marina adalah menjerat Gilang. Namun, pemuda itupun telah memiliki kekasih saat ini.
"Bagaimana ini...?" gumamnya kembali, kebingungan, menangis sesenggukan, dengan jemari tangan gemetaran.
Kembali memukul-mukul perutnya, berharap setidaknya akan mengalami menstruasi pertanda janin itu telah gugur. Namun, tidak semudah itu, Tuhan mungkin terlalu mencintai benih kecil dalam rahimnya. Hingga tidak ada yang terjadi...
Mengatakan pada orang tuanya? Hal itu tidak akan berani dilakukan Marina. Mengingat ayahnya sering bertindak kasar padanya.
Wanita egois yang terbiasa menjalani hidup yang mudah sedari kecil itu mulai menangis terisak. Pria yang dicintainya menghilang, janin dalam perutnya juga akan segera berkembang. Cita-cita sebagai desainer terkenal juga tidak akan terpenuhi.
Sejenak dirinya menatap ke arah cermin, berfikiran pendek dalam keputusasaannya...
***
Kebodohan, hati yang dikhianati, perasaan tidak adil, dapat membuat seseorang berbuat di luar akal sehat.
Malam mulai menjelang, suara jangkrik terdengar nyaring. Malam itu, Amel baru saja pulang dengan tumpukan buku di ranselnya. Mengerjakan tugas mahasiswa lain untuk mendapatkan tambahan uang, sembari menunggu wisudanya.
Kantung keresek bening terlihat, Marina membawa sebungkus obat nyamuk. Wanita itu tertunduk lesu, mengepalkan tangannya, melewati Amel.
"Kenapa beli obat nyamuk?" tanyanya, menghela napas kasar.
"Bukan urusanmu, sebentar lagi kamu wisuda bukan? Semoga berhasil mendapatkan pekerjaan bagus..." jawab Marina memaksakan dirinya tersenyum, berjalan ke dalam kamarnya.
Amel mengenyitkan keningnya tidak banyak nyamuk di tempat kost, selain itu Marina tipikal orang yang tidak bisa mencium asap yang menyengat. Mengingat penyakit asmanya, Amel merasa ada yang tidak beres. Semua buku dimasukkannya, ke dalam kamar. Kemudian hendak menunju kamar Marina, memeriksa keadaan hingga, tiba-tiba langkahnya terhenti.
Sebungkus sosis bakar miliknya belum terjamah di atas meja. Akhirnya Amel meraihnya, menggigit sosis berukuran besar itu, sembari masuk ke dalam kamar Marina tanpa permisi.
Sebuah gelas dengan isi benda cair berwarna hijau terlihat, serta sisa obat nyamuk bakar yang telah remuk. "Marina!!" ucapnya meraih gelas yang hampir diminum wanita itu.
"Itu obat nyamuk bakar, itu beracun!!" ucapnya dengan mulut dipenuhi sosis, sedangkan tangan satunya memegang bahu Marina.
"Pergi!! Dugong sepertimu tau apa!? Sebentar lagi kamu wisuda, dan akan bekerja di perusahaan besar!!" tangisannya meraung-raung, menyadari bukan hanya kehidupan percintaannya yang akan hancur, tapi juga karier masa depan, bahkan ayahnya jika mengetahui ini akan murka padanya. Belum lagi cibiran dan hujatan yang akan diterimanya.
Namun gadis gemuk itu memeluknya erat, menelan sosis bakar dalam mulutnya. "Aku tau, karena aku hanya Dugong. Tidak ada yang memandang kagum padaku. Yang ada mereka mencibir dan menghinaku. Kehidupanmu lebih baik dari kehidupanku. Tapi kehidupanku lebih baik daripada gelandangan diluar sana..."
"Jadi apa masalahmu? Aku bersumpah tidak akan menceritakan pada siapapun," lanjutnya, kembali melirik satu tusuk sosis bakar raksasanya, memakannya tanpa ragu.
Marina melonggarkan pelukannya, tertunduk, menyerah tidak punya teman untuk bicara lagi selain makhluk buruk rupa di hadapannya,"Aku hamil, pacarku kabur membawa semua uang yang aku miliki..." ucapnya sesegukan.
Amel terdiam sejenak, "Mobil juga sudah tidak ada?" dijawab dengan anggukan oleh Marina.
"Jika menceritakan pada orang tuaku. Ayahku akan menghajarku, apalagi jika ada orang mengetahuinya..." sejenak kata-kata Marina terhenti, memikirkan hal lain untuk solusinya,"Kamu punya uang!? Aku ingin pinjam,"
"Untuk apa?" Amel mengenyitkan keningnya.
"Menggugurkannya sebelum berkembang," jawab Marina penuh harap.
Amel membulatkan matanya terkejut, terbatuk-batuk akibat tersedak saat makan. Jemari tangannya refleks mengangkat gelas bening yang berisikan cairan hijau di hadapannya. Hendak minum.
"Berhenti!? Kenapa jadi kamu yang mau mati?" Marina menatap aneh.
"Aku lupa ini racun, hampir saja mati..." ucapnya kembali meletakkan gelas, terkekeh sendiri, menepuk-nepuk dadanya menghilangkan tersedak nya tanpa minuman.
"Jadi apa kamu punya uang?" tanya Marina antusias.
Amel menggeleng, "Aku punya uang, tapi tidak untuk membunuh bayi mungil ini..." jawabnya tersenyum menatap perut rata wanita di hadapannya.
Air mata kembali mengalir di pipi Marina,"Apa yang harus aku lakukan...?"
Apa yang harus dilakukan? Marina tidak terbiasa bekerja, apalagi bekerja sembari kuliah dalam keadaan hamil. Mungkin sebuah pukulan telak baginya yang terbiasa hidup tanpa beban, dengan memiliki citra gadis baik.
Wajahnya nampak putus asa, tanpa semangat hidup sama sekali. Tertunduk menangis terus-menerus. "Anak sialan!! Ayahmu sama br*ngseknya denganmu!!" jeritan histerisnya terdengar, kembali memukul-mukul perutnya.
Amel mengepalkan tangannya, mengambil keputusan yang paling sulit untuknya,"Hentikan!" bentaknya, mencengkram tangan Marina.
"Aku akan membantumu. Jangan bunuh atau melukainya," lanjutnya.
"Maksudnya?" Marina menghentikan gerakan tangannya.
"Aku akan bicara sejujurnya pada ibu kost, kamu boleh pindah ke kamarku. Kita tinggal satu kamar berdua untuk menghemat uang. Tentang janin di kandunganmu, aku akan membiayainya, hingga kamu melahirkan. Ajukan cuti kuliah dulu, supaya tidak ada yang menyadarinya..." ucapnya
"Tetap saja setelah anak ini lahir orang tuaku akan tau. Semua orang akan mencibirku..." air matanya tiada hentinya menetes.
Amel mengepalkan tangannya, "Aku yang akan menjadi ibu asuhnya,"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DICINTAI DGN TULUS PRIA KAYA SPRTI GILANG MLH TDK BRSYUKUR, MLH MNGHINA GILANG.. . UDH TAU BKN ORG KAYA BRTINGKAH.. RASAKN, TRIMA NASIB LOO..
2024-01-21
2
Sulaiman Efendy
TABUR TUAI TELAH BERLAKU UNTUK LO, NIKMATI KHAMILAN LO SBLM MNIKAH, DN NIKMATI HAMIL LO TNPA SUAMI..
2024-01-21
3
mamae zaedan
memang amel terlalu baik ya ,,, 🫰😌
2023-12-26
1