Keputusan buruk yang diambilnya, Amel sendiri sejatinya merupakan anak yatim-piatu. Diasuh oleh istri dari pernikahan kedua almarhum ayahnya dari kecil. Seseorang yang kini dipanggilnya 'ibu', sebenarnya tidak memiliki hubungan darah dengannya sama sekali.
Namun, rasa kasih wanita itu benar-benar tulus, tidak ada niatan menitipkannya ke panti asuhan, menjaga dan menyayanginya semenjak kecil, walaupun ayahnya telah meninggal.
Mungkin karena itulah Amel memandang iba pada janin dalam kandungan Marina. Mengingat mereka yang hampir senasib.
Senasib? Dirinya masih memiliki sang ibu tiri, namun anak itu tidak memiliki siapapun. Karena itulah Amel ingin mengasuh sang bayi malang, tanpa fikir panjang dampak yang akan terjadi dalam hidupnya.
Namun, wanita itu hanya dapat menghela napas berkali-kali. Mengisi perut tiga orang tidaklah mudah. Bisakah dirinya menarik kata-katanya? Tidak, mau tidak mau ini harus dijalaninya.
Deretan barang di rak-rak toko ditatapnya. Gadis gemuk itu berjinjit, hendak menyusun barang di rak yang sedikit lebih tinggi dari tubuhnya. Walaupun hari sudah mulai larut, sudah hampir waktunya pulang.
Hingga jemari tangannya, bersinggungan dengan tangan seorang pemuda rupawan,"Ndut, tambah gendut saja," tawa renyah terdengar dari mulut Gilang.
"I...iya..." ucapnya tergagap, perasaan berdebar masih ada pada pria yang kini telah memiliki kekasih itu. Namun, cinta yang tidak berbalas apa gunanya? Hanya akan menyakiti hatinya saja.
***
Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam. Bertepatan dengan waktu pulang Amel, beberapa pegawai dan dirinya telah mengunci rolling door. Gadis gemuk itu mulai masuk ke dalam mobil Gilang.
Mata yang kini berbalut softlens itu ditatapnya. Bukan karena rupa Gilang saat ini, perasaan Amel ada. Namun, rasa kasih itu tumbuh perlahan semenjak menatap ketulusan Gilang pada Marina dahulu, kebaikan hati pemuda yang bersedia berteman dengan tulus pada Dugong buruk rupa sepertinya.
"Bagaimana rotinya enak?" tanyanya tertawa kecil.
Amel mengangguk, kemudian tersenyum,"Enak, aku habiskan semuanya..."
"Memang hanya seorang sahabat baik yang mengerti sahabatnya," Gilang tersenyum tanpa dosa, mulai melajukan mobilnya guna mengantar kepulangan Amel.
Sahabat? Apa yang diharapkannya? Gilang hanya tertarik pada rupa fisik, dirinya sudah tau dengan pasti. Namun, entah kenapa, saat mendengar kata 'sahabat' rasanya tetap menyakitkan.
"Em," Amel kembali mengangguk, seraya tersenyum.
"Kenapa bicaranya sedikit? Biasanya nyerocos," Gilang tertawa kecil, menggoda sahabatnya. Tidak dipungkiri olehnya, beberapa hari ini tidak bertemu dengan Amel terasa ada sesuatu yang kurang.
Mata Gilang sedikit melirik pada gadis bertubuh gemuk itu. Bibirnya tersenyum, merasakan perasaan nyaman yang hangat. Kebodohan pertama yang dilakukannya, menganggap cinta tidak mungkin tumbuh dihatinya pada wanita jelek.
Yang dicintainya hanya Keyla, wanita rupawan yang selalu menghiasi hari-harinya dengan pujian. Mungkin itulah kebodohan kedua yang dilakukan seorang Gilang. Cantik? Wanita itu tidak pernah tulus padanya, menghambur-hamburkan uangnya. Memaksakan Gilang mengikuti keinginannya, membuatnya tidak nyaman.
Hanya di depan sahabat gemuknya, Gilang merasa bebas menjadi dirinya sendiri. Gadis yang tidak menuntut kesempurnaan darinya.
"Ndut, mau sosis bakar?" tanyanya, hendak menghentikan laju mobilnya. Menunda-nunda agar tidak cepat sampai tempat kost.
Amel menghela napas kasar, "Tidak, aku sedang berhemat. Hanya mengemil dan makan nasi," gumamnya memikirkan biaya persalinan Marina nantinya.
"Aku yang teraktir..." ucap Gilang penuh senyuman.
Amel membulatkan matanya, memeluk Gilang dari samping,"Kamu memang malaikat!!" ucapnya penuh rasa haru, sudah satu minggu saat terakhir kali dirinya memakan sosis raksasa berbalut saus tomat dan mayonaise itu.
"I...iya...lepas!!" ucapnya bagaikan kesal, gelagapan, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.
"Maaf..." Amel tertawa, penuh senyuman antusias.
Gilang menghela napas kasar, ikut tersenyum, menatap senyuman gadis itu. Memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, turun mengikuti Amel.
"Bungkus sosis 15!!" ucap Amel tidak tanggung-tanggung. Mengingat perut Marina yang juga harus diisi. Tanpa malu, menadahkan tangannya pada Gilang.
"Gentong beras!!" Gilang mengambil dompetnya, meraih dua lembar uang seratus ribu rupiah,"Ini!! Kembaliannya buatmu saja..." ucapnya ketus.
"Terimakasih," Amel tersenyum memperlihatkan gigi putih bersihnya ala iklan Pepsodent.
"Tumben kamu mau ditraktir?" tanya Gilang penasaran, pasalnya sahabatnya tipikal wanita yang tidak ingin berhutang budi atau menyusahkan orang lain.
"Aku sedang mengalami krisis moneter. Anggaran negara terbatas..." wanita gemuk itu lagi-lagi menghela napasnya.
Gilang terdiam sejenak, entah kenapa jemari tangan gemuk itu ditatapnya. Tangannya gemetar ingin menggenggamnya, namun semua ditahannya.
Hingga akhirnya pesanan selesai dibuatkan, Gilang tersenyum, menarik tangan itu membimbingnya ke dalam mobil miliknya.
Sahabat? Mulut dan fikirannya dapat berdusta, namun hatinya tidak...
***
15 porsi sosis bakar jumbo dengan saus tomat dan mayonaise di atasnya telah berada di dalam paperbag yang dibawa Amel.
Canada dan tawa dalam perjalanan mereka telah terhenti. Gilang menghela napas kasar, menatap Amel yang turun dari mobilnya, sesampainya di tempat kost khusus wanita tersebut.
"Kenapa kost-kostannya dekat..." geramnya kesal, tidak dapat terlalu lama bicara dengan sahabatnya.
Hingga otaknya berpikir, tentang Amel yang mengatakan tentang kondisi keuangannya,"Amel!!" panggilnya, sembari berlari, ke hadapan gadis itu.
"Kenapa?" Amel mengenyitkan keningnya, menghentikan langkahnya.
"Begini, aku mempunyai lowongan pekerjaan untukmu. Dari pada harus melamar di perusahaan tanpa ada jaminan akan diterima, bagaimana jika menjadi asisten pacarku saja? Aku janji, gajinya akan setara dengan pegawai staf Bold Company (perusahaan keluarga besar Gilang)..." ucapnya.
Amel menghela napas kasar, tersenyum kemudian mengangguk. "Besok apa aku sudah boleh bekerja?" tanyanya.
Setuju dengan mudah? Benar, kebutuhan ekonomi yang mendesak. Bekerja di perusahaan pun saat setelah di wisuda memerlukan waku tiga bulan sebagai pegawai training, itupun jika langsung diterima. Sedangkan saat ini, ada tiga mulut yang harus diberinya makan.
Namun, satu alasan terlarang yang dipendamnya, memiliki hati dengki dan serakah. Menginginkan sahabatnya untuk mencintainya perlahan. Sesuatu yang naif, walaupun sudah mengetahui pada akhirnya dirinyalah yang akan terluka.
Mengatakan melepaskan sangatlah mudah, namun melakukannya sejatinya sangatlah sulit...
***
Keyla, itulah nama wanita cantik dengan bentuk tubuh menggoda itu, tidak ada yang kurang darinya. Benar-benar ciptaan Tuhan yang sempurna.
What? Sempurna? Wanita itu benar-benar lintah tidak tau diri yang menyebalkan. Satu? Tidak belasan paper bag dibawa Amel bulak-balik dari bagian pakaian mall, menuju tempat parkir.
Wanita cantik yang hidup bagaikan tuan putri, setelah diangkat menjadi kekasih oleh Gilang. Supir, mobil, pelayan, kediaman mewah, tidak ada yang kurang.
Namun sifat wanita cantik ini sangat berbeda kala Gilang ada, dan tidak ada...
Bug...
"Kenapa sepatuku bisa begini!!" sepatu hak tinggi yang keras, dilayangkannya tepat mengenai kepala Amel.
"Maaf, mungkin laundry-nya..." kata-kata Amel disela.
"Makanya pilih laundry dengan benar!!" bentaknya kembali.
Amel hanya dapat menghela napas kasar berusaha bersabar, memegangi dahinya yang memar. Mak lampir... umpatnya dalam hati, menahan rasa geramnya.
Hingga suara mobil terdengar, pertanda Gilang sudah sampai. Wanita manis tidak bersalah, begitulah perubahan sifatnya.
"Sayang, ini untukmu," ucapnya, bergelayut manja, mengambil salah satu paperbag berisikan setelan kemeja.
"Terimakasih..." Gilang tersenyum padanya, namun Keyla mulai aksi penuh rayuannya lagi. Bagaikan j*lang profesional. Tangannya menarik dasi Gilang, mencium bibirnya tanpa respon dari pemuda itu.
J*lang profesional? Tanpa respon? Itu benar-benar terjadi, Gilang adalah anak kesayangan ayahnya yang protektif. Pemuda itu benar-benar penurut dengan kata-kata ayahnya. Menjadi pria baik-baik, tidak berhubungan di luar nikah. Itulah yang menjadi pesan dari sang ayah, yang bagaikan titah kaisar baginya.
Sedang, Keyla bagaikan j*lang profesional menurut Amel. Bukan semata-mata karena rasa cemburu, namun, pakaian setipis kain tissue selalu melekat di tubuhnya. Seakan berusaha memikat Gilang ke atas tempat tidur, sebelum mengikat janji suci pernikahan.
Selain itu, beberapa kali pesan masuk dari pria lain, entah itu siapa. Namun, samar-samar Amel yang beberapa bulan ini selalu berada di samping Keyla pernah mendengar samar-samar kalimat 'Honey your player's very hot...(Sayang, permainanmu sangat panas)' ketika Keyla menghubungi seseorang.
Beberapa kali keluar rumah tanpa sepengetahuan Gilang, menemui pria yang berbeda. Jadi mungkin wajar saja bagi Amel, Leon (ayah Gilang), tidak menyetujui hubungan mereka.
"Ndut, kenapa dahimu memar?" tanya Gilang, mengenyitkan keningnya.
"Ini...Aku..." kata-kata Amel dipotong.
Keyla berjalan mendekatinya, mengelus pelan kepalanya,"Dahimu memar? Kenapa bisa? Apa kamu terjatuh..."
Amel mengenyitkan keningnya... J*lang berkelas, rubah putih betina...piala Oscar untukmu... gumamannya dalam hati, memilih diam dari pada melawan, mengambil sebungkus roti di kantungnya kembali makan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Levi Vina
otorrrr....aku suka karyamu.
2024-09-16
1
Emi Wash
amel... nasibmu neng....
2023-01-16
2
Siti Fatimah
kok aku gregetan ya, sama karakter Gilang
meskipun cm di novel, tapi mbodooh nya sungguh terlalu. memandang wanita karena fisik. sungguh dangkal pikiran mu. tertipu dua kali lagi. pengen ku getok kepalanya
2022-06-01
2