Sugar Baby
Perlahan mata Vania mulai terbuka. Ia mulai mengamati ruangan yang ia tempati. Ia tidak asing dengan ruangan itu.
" Aaw.....!" Vania meringis kesakitan sambil memegangi pergelangan tangannya yang telah diperban.
" Ah, nona sudah bangun...!" Seorang wanita berpakaian kasual menghampiri tempat tidur Vania. Namanya adalah Meri.
" Aku ingin pulang !" Nampaknya Vania mulai tersadar dimana ia berada sekarang. Ia menarik selang infus yang tertancap di pergelangan tangannya.
" Nona, jangan! Anda belum pulih benar!"
" Aku ingin pulang....!" Teriak Vania.
Meri tidak bisa menolak keinginan Vania. Sejenak ia menelpon seseorang lalu ia segera mengemasi pakaian Vania kedalam tas.
" Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?"
" Dua hari nona!"
Vania tersenyum sinis. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan beralih duduk di kursi roda yang sudah disiapkan Meri untuknya.
Ditempat parkir, ada sebuah mobil mewah menantinya. Vania langsung masuk kedalam mobil setelah pintu mobil dibukakan oleh seorang sopir.
Mobil melaju memecah keramaian kota. Air mata Vania tanpa terasa mulai mengalir di pipinya. Vania sedikit terkejut karena pipinya terasa perih. Ia menyentuh perban di pipinya. Vania teringat bahwa wajahnya terluka.
Keping demi keping kejadian mulai terlintas di benaknya.
Flashback on
Tengah malam Vania terbangun dari tidurnya. Tangannya meraih gelas yang berada di atas nakasnya. Namun gelas itu sudah kosong. Akhirnya dengan malas ia turun dari tempat tidurnya. Mata Vania masih sulit untuk dibuka. Beberapa kali ia tersandung benda yang berada dihadapannya.
Namun netra cantiknya mulai terbuka lebar ketika ia melintasi ruang kerja ayahnya. Sayup-sayup terdengar tangis seorang wanita didalamnya. Ia mulai mendekatkan telinganya ke pintu. Suara itu semakin terdengar jelas. Tangisan itu seperti minta tolong namun sangat pelan.
Vania semakin penasaran karena suara itu. Seingatnya ayahnya sedang berada di luar kota. Tidak mungkin jika ayahnya membawa seorang wanita kedalam rumahnya. Dengan memberanikan diri Vania membuka pintu ruang kerja ayahnya.
Begitu terkejutnya ia melihat seorang wanita terkapar dilantai berlumuran darah. Dan ada seorang pria yang nampak terkejut melihat kehadiran Vania.
" Lancang sekali kau!"
Vania terkejut mendengar perkataan pria tersebut. Karena ketakutan tubuh Vania bergetar hebat.
" Sudah ku katakan jangan pernah masuk kedalam ruang kerjaku!"
" Tapi ayah....!"
" Mulai bisa membantah kamu ya...!" Pria itu menarik tangan Vania dan mendorongnya dengan kuat hingga Vania tersungkur ke lantai.
" Aaw...." Lengan Vania terkena pecahan botol kaca yang tercecer dilantai.
" Berani kau seperti ibumu...!" Pria itu langsung menjambak rambut Vania kasar.
" Ti-tidak yah! Ampun....!" Vania menangis memohon ampun pada ayahnya.
" Aku tidak pernah suka ada orang lain yang ikut campur dengan semua urusanku!"
" A-ampun yah...! Ampun....!" Vania mengatupkan kedua tangannya memohon ampun.
" Kau sama saja dengan ibumu! Murahan...!"
Merasa tidak terima dengan penghinaan yang diterima ibunya. Vania menarik kaki ayahnya hingga terjatuh. Vania bangkit sambil membawa sebuah pecahan botol dan mengacungkannya kehadapan ayahnya.
" Ayah boleh menghinaku sesuka hati ayah. Tapi jangan pernah menghina ibu!"
Ayah Vania berdiri dan tersenyum sinis. " Kau tidak tau bagaimana murahannya ibu mu dulu...! Dia berhubungan dengan banyak pria ketika sudah menjalin hubungan denganku!"
" Bohong....! Ayah pasti bohong...!" Vania mundur perlahan karena ayahnya terus mendekatinya. Semakin lama semakin dekat hingga Vania terpojok.
" Serahkan pecahan kaca itu!"
" Tidak...!"
Ayah Vania memaksa Vania untuk menyerahkan pecahan botol yang ia genggam. Namun Vania bersikeras mempertahankan pecahan itu hingga tanpa sengaja pecahan itu menggores wajahnya.
" Aah....."
Dengan sigap ayahnya langsung merebut pecahan botol itu dan membuangnya. Darah mengalir begitu banyak hingga membuat Vania tidak sadarkan diri.
Melihat Vania tergeletak dilantai, Ayah Vania ketakutan. Lalu membawa Vania ke rumah sakit.
Flashback off
" Silahkan nona...!" Seorang sopir membukakan pintu mobil Vania.
Vania tersadar dari lamunannya. Ia segera mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Vania keluar dari mobilnya dibantu seorang wanita.
Ketika melintasi halaman mansionnya, matanya tertuju pada sebuah mobil sport keluaran terbaru terparkir di garasi mansion.
" Tunggu, mobil siapa itu?"
" Mobil nona hadiah dari tuan besar"
Vania hanya tersenyum sinis. Matanya mulai berkaca-kaca dan ia masuk kedalam mansionnya. Vania berhenti tepat didepan ruang kerja ayahnya. Ia menoleh menatap pintu yang terasa menakutkan untuknya.
" Tuan besar sedang melakukan perjalanan bisnis keluar negeri nona" Kata meri sambil berjalan mendekati Vania.
" Lalu bagaimana keadaan wanita yang tergeletak bersimbah darah di ruangan ayah?"
" Kami sudah membawa wanita itu dirumah sakit. Sekarang keadaannya berangsur-angsur membaik"
" Kenapa ayah menyiksanya?"
Wanita itu melirik ada anak buah Ayah Vania naik kelantai atas mengikuti Vania.
" Ayo nona, anda harus banyak beristirahat" Wanita itu memeluk tubuh Vania agar segera masuk kedalam kamarnya. Vania tau akan gelagat wanita itu dan ia hanya bisa menurut.
Setelah masuk kedalam kamarnya, Vania memilih duduk di pinggir ranjang.
" Tunggu meri, jawab aku! Kenapa ayah menyiksa wanita itu?"
Meri mendekatkan wajahnya ke telinga Vania.
" Semua karena penghianatan!" bisik Meri.
" Nona ingin aku buatkan sesuatu?"
" Aku ingin mandi...!"
" Nona, dokter tidak mengizinkan luka nona terkena air untuk sementara waktu"
" Kenapa?"
" Mungkin itu karena akan membuat luka anda terasa perih dan membuatnya lama untuk kering".
" Aku tidak perduli, aku ingin mandi!"
" Nona...!"
" Kenapa harus mencemaskan ku? Sebentar lagi ayah pasti akan mengirim ku ke USA untuk operasi plastik"
" Baiklah nona, saya akan menyiapkan air hangat untuk anda"
Meri pergi ke kamar mandi Vania yang cukup luas. Kamar mandi yang dilengkapi peralatan mandi canggih. Seperti toilet yang akan menyiram dan mengguyur otomatis. Kran air yang akan menyala otomatis. Bahkan bath up yang airnya menghangat otomatis ketika airnya mulai dingin.
Meri memberikan aroma terapi pada air bath up. Lalu ia segera undur diri. Vania segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia melepas baju yang ia kenakan helai demi helai. Ia juga melepas perban yang melekat pada lengan juga pipinya.
Vania menatap tubuhnya yang polos pada cermin. Wajahnya berubah sedih.
" Ini kesekian kalinya ayah menyakitiku. Apakah aku tidak pantas untuk bahagia seperti mereka?" Vania melangkahkan kakinya memasuki bath up. Ia memejamkan matanya. Rasa perih dan ngilu menjalar di sekujur tubuhnya. Semakin lama semakin perih dan memyesakkan dada.
Tok,tok,tok!
" Siapa?"
" Aku...! Keluarlah...!" Terdengar suara seorang laki-laki dibalik pintu kamar mandinya.
Vania segera memakai handuk kimono. Ia keluar dengan wajah sembab.
Pria itu terkejut melihat kondisi Vania sekarang.
" Sayang....! Apa yang terjadi padamu?" Pria itu mencoba memeluk Vania namun segera ia tepis.
" Aku tidak apa-apa kak, aku sudah terbiasa...."
" Wajahmu? Kenapa bisa begini?"
Vania tidak menjawab, ia mengambil segelas jus yang sudah disediakan diatas nakas.
" Vania, kenapa kamu selalu..." Ucapan pria itu terputus. Ia mengusap wajahnya kasar.
" Kalau kakak jadi aku, apakah kakak akan diam melihatku tergeletak dilantai bersimbah darah?" Vania menatap mata pria itu tajam.
" Tentu tidak...!"
" Lalu? Apakah kakak rela dipukuli ayah demi menyelamatkan ku?"
" Vania....come on, ini masalah yang berbeda!"
" Jadi, kalau wanita itu bukan aku...kakak akan diam saja?"
Pria itu diam seribu bahasa. Ia hanya bisa tertunduk lesu.
" Menyedihkan....!"
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Terimakasih yang sudah mampir di karya aku.... enjooyyy😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Yustina Sutiningsih
bagus....terus
2024-05-28
0
Sinsin Nur Syifa Karimah
aduh cuman baca doang, tapi kerasa ngilu banget itu kena goresan kaca.. baca nya ampe ngilu2 gimana
2022-02-27
0
Siti Saadah Khodijah
hadir di karyamu lagi thor😘😘😍
2022-02-26
0