" Simpanan om-om?" Vania memijit kepalanya yang sedikit pusing.
Vania benar-benar tidak menyangka kedua sahabatnya memiliki pekerjaan sampingan diluar dugaannya. Namun ia berfikir dua kali karena Vania merasa kedua sahabatnya merasa enjoy menjalani pekerjaan tersebut.
"Apa kalian bahagia?"
" Sejauh ini kita merasa bahagia...!"
" Kita merasa diperhatikan, diperlakukan dengan baik dan disayangi"
" Bahkan semua kebutuhan pribadi kita juga selalu terpenuhi,mulai dari baju branded,tas branded,bahkan biaya kuliah kita yang menanggung mereka"
" Iya betul, selama kamu nggak ketahuan" Selly nyengir kuda.
" Kamu nyindir aku...!" Dewi sedikit sewot.
" Maksudnya gimana ya?" Vania semakin bingung.
" Hehe....do'i nya dewi sudah punya istri dan anak. Tapi dia tergila-gila dengan Dewi"
" Kok bisa?"
" Ya karena aku selalu ngasih servis yang memuaskan"
" Dih sombongnya....!" Ledek Selly.
" Apa kalian melayani mereka sampai dengan urusan ranjang?" Vania menatap kedua sahabatnya serius.
" Ya tentu...!"
Vania dibuat melongo dengan kedua sahabatnya.
" Eh, sorry nih....! Aku harus pergi dulu. Do'i sudah nungguin aku di parkiran" Selly tiba-tiba berpamitan pada dua sahabatnya.
Vania memperhatikan gerak-gerik Selly. Bahkan mata Vania dan Dewi memperhatikan Selly yang bertemu dengan seorang pria di parkiran. Mereka berpelukan bahkan saling berciuman mesra.
Kafe yang dikunjungi Vania Full kaca. Sehingga siapapun pengunjung bisa memperhatikan tempat parkir bahkan pengguna jalan raya dengan leluasa.
" Gila...! Kaya pacarnya aja!" Vania geleng-geleng kepala.
" Lebih dari pacar" Bisik Dewi.
" Ayo aku antar kamu pulang...!"
" Kamu bawa mobil Dewi?"
" Tentu, mobil do'i aku....!" Dewi tersenyum bangga.
Akhirnya Dewi mengantar Vania pulang menggunakan mobil om-om simpanannya. Mobilnya cukup mewah, sedan seharga setengah milyar.
" Gila kamu Dew...!" Vania nampak takjub dengan mobik yang dikemudikan Dewi.
" Saran aku sih kamu jangan seperti kita. Kita begini karena tuntutan gaya hidup. Sedangkan kamu semuanya sudah ada. Jangan sampe kaya kita, kalo sudah kecemplung.... Susah sembuhnya!"
" Tapi kamu bahagia?"
" Iya...!"
" Tunggu aku bertanya serius padamu. Apa kamu benar-benar bahagia menjalani semua ini?" Vania sedikit memiringkan tubuhnya menghadap sahabatnya yang sedang sibuk mengemudi.
" Awalnya aku coba-coba, tiga kali aku merasa tidak nyaman dengan om-om pilihan papi. Kemudian aku bertemu mas Hendra. Dia membuatku jatuh cinta. Dia sosok ayah yang baik untuk anaknya. Dia bahkan sangat mencintai istrinya"
" Dewi...! Buka mata dan telingamu baik-baik...! Tidak ada pria yang baik jika dia tega menduakan istrinya!"
" Kamu belum pernah merasakan apa yang ku rasakan selama bersama mas Hendra"
Vania mengusap wajahnya kasar.
" Aku melihat sosok ayah di dalam diri mas Hendra"
" Tapi dia suami orang, bukan ayah biologis mu!"
" Iya aku tau, bertemu dengannya sudah merupakan anugerah dibanding mengharapkan ayah ku sendiri keluar dari bui"
" Maksud kamu?"
" Ayahku pengedar narkoba, bahkan ayahku sering menganiaya mama sewaktu mengandungku"
" Sungguh?" Vania menutup mulutnya karena terkejut mendengar cerita Dewi. " Aku fikir ayah kamu pegawai bank atau sebagainya"
" Setiap ada orang bertanya aku selalu menjawab kalau ayahku seorang pegawai bank swasta. Aku malu mempunyai ayah seperti itu...!" Dewi mengusap pipinya yang basah karena air matanya.
" Maaf Dewi....!"
" Kamu nggak perlu minta maaf padaku. Aku nggak papa...! Kalau kamu tidak mau bersahabat lagi dengan ku.... Aku tidak masalah!"
"Nggak dewi, kamu tetap sahabat baik ku...!"
Dewi menepikan mobil yang ia kemudikan. " Terimakasih Nia...! Hanya kamu satu-satunya orang yang tahu latar belakang ku yang sebenarnya" Akhirnya keduanya saling berpelukan.
" Dewi.... Mungkin kamu melihat aku begitu sempurna karena kekayaan yang aku miliki, apakah kamu tahu aku kesepian" Vania mulai menangis.
Dewi mengusap air mata Vania.
" Ayah ku tidak pernah memperdulikan ku! Ayah hanya mencintai pekerjaannya saja...!" Vania semakin menangis terisak-isak.
" Sudah-sudah jangan nangis....! Aku jadi ikut nangis lagi...hiks,hiks,hiks...!" Dewi terbawa suasana hingga membuatnya menangis kembali.
" Kamu tahu aku kemarin ke Miami bukan liburan!"
" Lalu?" Dewi mengernyitkan dahinya kebingungan.
" Aku operasi plastik karena ayahku menggoreskan pecahan botol kaca ke wajahku.....hiks,hiks,hiks"
Dewi memeluk tubuh Vania kembali. " Kenapa ayah mu tega melakukan ini padamu Nia?"
" Aku mendengar ada isak tangis minta tolong di ruang kerja ayah, lalu aku masuk tanpa izin ayah. Aku melihat ada wanita tergeletak berlumuran darah di lantai"
" Ooh my God!" Dewi sangat terkejut mendengar cerita Vania. " Apa ayah mu pelakunya?"
Vania mengangguk sambil menangis.
" Jadi selama ini ketika kamu selalu keluar negeri bukan untuk liburan? Tapi karena ayah mu selalu melakukan ini padamu lagi dan lagi?"
Vania mengganggu sambil menangis pilu.
" Yang kuat ya Nia, kamu harus kuat menjalani ini semua. Kalau kamu butuh sesuatu kamu telpon aku ya ....!"
Vania mengangguk.
" Kalau kamu merasa tidak aman di rumah mu, kamu bisa tinggal dirumah ku. Ada ibuku dirumah....! Ibu baik banget, aku yakin kamu pasti betah...!"
" Terimakasih ya Dewi...!"
" Iya,...!" Dewi kembali mengusap air mata di wajah Vania. " Aku antar kamu pulang ya ..!" Dewi kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Maklum Dewi tidak pernah memakai mobil mewah, jadi ia takut mobilnya akan lecet dan biaya perbaikannya mahal.
Setelah mengantarkan Vania sampai ke depan mansion nya, Dewi akhirnya berpamitan pulang. Vania pun masuk kedalam mansion. Di ruang keluarga Vania melihat ayahnya yang sedang membaca koran. Vania berlari mendekati ayahnya sambil merentangkan tangannya ingin memeluk ayahnya.
Namun tangan Vania segera ditepis kasar oleh Tomy.
" Ayah masih marah dengan ku?"
" Cepat mandi dan makan malam. Aku sedang malas berbicara denganmu!" Tomy berdiri lalu melempar koran yang ia baca ke meja. " Meri,kalau Rafael sudah datang.... Suruh dia menyusul ku di ruang kerjaku!"
" Baik tuan...!"
Hancur hati Vania, ia merasa tidak dianggap sama sekali oleh ayahnya. Bukan kata maaf yang seharusnya ia terima, namun perlakuan tidak menyenangkan lah yang ia dapatkan. Tanpa terasa air mata Vania menetes begitu saja di pipi mulusnya.
" Malam....!" Rafael datang sambil menenteng jasnya menghampiri Vania yang berdiri mematung. " Hei...!" Rafael berniat memegang bahu Vania namun segera Vania tepis dan Vania pun berlari memasuki kamarnya.
" Vania kenapa Meri?"
" Nona diacuhkan tuan besar, tuan Rafael!"
" Papa selalu saja begitu...!" Rafael ingin menyusul Vania ke kamarnya. Namun tangan Rafael digenggam Meri. Rafael pun menoleh ke arah Meri.
" Tuan besar menunggu anda di ruang kerjanya"
Dengan malas akhirnya Rafael menyusul ayahnya di ruang kerjanya.
Meri tersenyum sinis, " Dasar anak manja...!"
Di kamar Vania masih terdengar isak tangis yang begitu lirih dan pilu. Vania terduduk dibalik pintu kamarnya. Ia merutuki dirinya sendiri kenapa harus dilahirkan di keluarganya. Rasanya ia ingin mengakhiri hidupnya saja.
" Bunda....aku kangen bunda...!"
🌺🌺🌺🌺🌺
Thank you n enjooyyy 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments