Aku merasa tersesat di sebuah kota. Tidak untukku sebagai seorang wartawan yang mengejar buruan ke seluruh dunia. Namun, baru kali ini aku merasa tersesat. Kota London yang menjadi saksinya. Tersesat dalam kesesatan perasaan. Aku benar-benar frustrasi dalam kesesatan ini, menyelesaikan misi atau menghancurkan misi. Jangan pernah melibatkan perasaan ketika menjalankan misi. Kamu akan tersesat selamanya. [Steven Wrath]
Pesawat jet yang sudah siap sejak tadi, menantikan kedatangan untuk segera berangkat. Tidak menyangka Steven akan mengantar Cynthia hingga ke tangan Henry. Pesawat mulai take off, Berada di angkasa pada ketinggian 40.000 kaki, Cynthia mulai merasakan mual dan pusing.
Setelah berhasil berada di udara, Cynthia melepas sabuknya menuju kamar mandi. Sedangkan Steven terpejam untuk beberapa saat. Ketika dirinya kembali, Steven merasakan Cynthia sangat pucat dan terlihat kurang fit.
“Hei, Cengeng … apa kamu sakit?” Steven mengkhawatirkan keadaannya. Cynthia hanya menggelengkan kepalanya, namun dirinya memang terlihat pucat dan lemas.
Steven memegang dahinya, hingga merasakan punggung tangannya panas. Cynthia benar-benar sakit. Mungkin terserang flu karena kehujanan di gubuk kayu.
Dirinya memanggil seorang dokter yang bertugas. Henry benar-benar memperhatikan Cynthia hingga menyediakan dokter pribadi di dalam jetnya.
“Seharusnya, Henry berada di sini saat Cynthia benar-benar membutuhkannya,” batin Steven menggerutu.
Dokter itu datang memeriksa dan memberinya obat penurun panas dan vitamin untuk membuatnya lebih baik. Steven pindah kesebelahnya agar bisa memantau keadaannya.
“Di sini pemandangannya lebih baik,” ujar Steven pindah kesamping Cynthia, sembari memejamkan matanya. Cynthia heran padahal tempat duduk Steven sebelumnya sama saja dengan yang ditempatinya sekarang. Meskipun saat ini berada bersebelahan dengannya. Steven juga tidak melihat view di luar yang hanya awan berarak. Dirinya asyik tertidur pulas.
Cynthia juga berusaha untuk tidur dan beristirahat lebih banyak. Mungkin karena terlalu bersemangat akan bertemu Henry sebentar lagi. ‘Aku sudah sangat rindu padanya’
***
14 jam kemudian,
Sesampainya di London, pengawalan ketat terlihat dari jendela. Mungkin ada 20 orang yang sudah berjaga-jaga di luar. Cynthia semakin tidak nyaman dengan keadaan ini. Semua ini sangat berlebihan, kenapa sebanyak ini hanya untuk bertemu dengan Henry. Sebenarnya ada apa hingga harus seperti ini.
Kepalaku semakin penat melihat banyak orang dengan tampang menyeramkan, batinku semakin gundah.
“Mr. Jack, kenapa banyak sekali orang?” raungnya menyatakan kegundahan. Sembari menyentuh kepalanya. Cynthia merasakan mual dan pusing, wajahnya terlihat stress.
“Sepertinya penyambutan sangat berlebihan untukmu, Cynthia.” Mr. Jack menelepon seseorang di luar sebelum jet ini benar-benar masuk ke hangar. Tiba-tiba, pasukan pengawalan itu meninggalkan tempat dan hanya tersisa 3 orang saja.
Ini lebih baik.
Setelah jet benar-benar masuk ke dalam hangar, Mr. Jack masuk ke dalam mobil yang berbeda. Sedangkan Cynthia dan Steven disatukan dalam mobil dengan penjagaan tiga orang tadi. Steven terlihat sangat diam sejak tadi. Cynthia ingin Steven bukan sebagai orang yang menjaganya, melainkan seperti teman atau keluarganya.
“Apa yang terjadi padamu?” Cynthia penasaran dengan Steven yang tiba-tiba berubah pendiam. Steven hanya memberikan gesture mengangkat kedua bahunya, seakan berkata semua baik-baik saja, sikapnya semakin membuat Cynthia tidak nyaman.
Dalam perjalanan Cynthia sempat tertidur hingga matanya terbuka, melihat pemandangan yang berbeda. Senyumnya perlahan mulai mengembang, kota-kota yang sangat indah dan berbeda suasananya. Perasaannya mulai menyukai keadaan ini, berbeda dengan sebelumnya yang sangat ketakutan. Ini benar-benar menakjubkan, membuatnya sehat seperti sedia kala.
Cynthia mendekati jendela mobil dan membiarkan jendelanya terbuka sedikit. Ingin merasakan udara kota London, suara kicauan burung gagak yang misterius dan percikan sungai Thames disekitarnya. Melewati Tower Bridge yang luar biasa. Cynthia tidak ingin melewatkan momen ini sedetikpun, hingga lehernya selalu menoleh ke belakang.
Steven tersenyum melihat sikapnya yang lugu, lalu tidur terpejam lagi sembari menyandarkan kepalanya.
Melewati Tower Hotel, Cynthia bertanya dalam hati apakah akan menginap di sana. Dirinya pernah melihat dalam sebuah majalah mengenai hotel tersebut. Hatinya semakin tergugah dan lebih bersemangat. Namun, mobil ini tidak berhenti hingga bersebrangan dengan hotel melegenda itu, terdapat sebuah properti pribadi. Sebuah resort mewah dengan penjagaan ketat.
Resort ini berada di sebelah utara sungai Thames.
“Aku bisa melihat dengan jelas Tower Bridge dan Tower Hotel dari sini, luar biasa,” sanjungku.
Turun dari mobil, Cynthia berlari kecil tidak sabar ingin melihat kapal-kapal kecil yang berjejeran rapih seperti ada yang menyusunnya satu persatu. Cynthia tidak sabar ingin menaiki salah satunya dan bergaya seperti wanita dalam film James Bond.
“Jika ada kesempatan, malam ini aku ingin mengajakmu ke sebuah café yang berada di sisi timur Tower Bridge,” tutur Steven berbicara disebelah Cynthia sembari melihat pemandangan sungai yang sama.
“Benarkah?” timpal Cynthia sangat gembira sembari menoleh padanya.
***
Masuk ke dalam resort yang mewah itu dengan perlengkapan yang sudah tersedia semuanya. Dari permainan golf mini, bar mini hingga jacuzzi mini dengan pemandangan sungai dalam. Cynthia tidak habis pikir bagaimana semua ini bisa dalam satu ruangan. Ketika yang lain sedang bemain golf, ada juga yang menikmati minuman dari bar dan berendam.
Aku tidak habis pikir semuanya bisa dilakukan dalam satu ruangan, batinku menggerutu.
Ini sebuah resort untuk kalangan terbatas dan memang untuk berpesta pora.
“Apa Henry sering mengundang tamu private ke sini … tidak, aku tidak mau membayangkannya,” ucap Cynthia memilu membayangkannya. Sembari mencari kamar untuk beristirahat.
Tak lama ada yang mengetuk kamarnya. Cynthia membuka pintu itu.
“Cyn, bersiap-siaplah, aku akan mengantarmu menemui Henry. Pakai gaun yang disiapkannya di dalam lemari,” seru Steven. Fakta sebentar lagi misinya akan segera selesai.
“Baikah, tunggu aku!” ujar Cynthia sangat gembira.
Cynthia mengenakan gaun merah dengan belahan sepangkal paha, rambutnya digerai bergelombang, membuatnya terlihat seksi. Cynthia berjalan di lorong dimana Steven sudah menunggunya sejak tadi. Steven mengenakan jas hitam dan rambut yang ditata klimis. Melihatnya seperti itu membuatnya tidak bisa berkedip.
Cynthia terlihat seperti orang yang berbeda. Penampilannya sangat berkilau, anggun dan seksi.
“Maaf, menunggu lama,” ucap Cynthia.
“Penantianku tidak sia-sia,” jawab Steven yang tidak berkedip sejak tadi.
Lalu, sebuah mobil mewah sudah siap mengantar mereka ke dermaga sungai Thames untuk menaiki kapal. “Sudah sejak lama kuimpikan menaiki kapal keliling kota London,” tutur Cynthia pada Steven sembari memegangi tangannya menaiki kapal itu. Steven hanya membalasnya dengan senyuman.
Dalam perjalanan yang indah itu Cynthia begitu menikmatinya. Kapal melaju dengan kecepatan sedang, angin semilir sungai Thames menyibak gaun dan rambutnya kearah yang disukainya. Rambutnya mengembang dengan cara yang seksi, “Cynthia terlihat sangat cantik,” batin Steven terkesima. Tidak bisa lepas memandangnya dari sudutnya melihat.
“Aku suka sekali sungai ini sangat bersih dan indah, bahkan terlihat letupan air karena ikan-ikan yang hidup didalamnya,” sanjung Cynthia. Steven mendekatinya dan bercerita sedikit tentang London.
“Kamu tahu jika dulu sungai Thames di musim panas pernah menjadi sungai terbau sepanjang sejarah?” timpal Steven. Cynthia hanya menggeleng, “Astaga, benarkah?” dengan raut wajah tidak percaya. Sungai Thames pernah mendapatkan julukan “Great Stink” pada tahun 1858. Semua pembuangan kotoran dan limbah mengalir ke sini, hingga menjadi bau dan kotor. Akhirnya, para dewan meminta untuk pembangunan kembali sistem pembuangan kota London, ternyata rencana itu berhasil. Pembuangan sampah dan kotoran tidak lagi mengotori sungai Thames.
“Wow, seharusnya di Indonesia juga dilakukan hal yang sama, aku sangat ingin memiliki sungai-sungai seperti ini.” ujar Cyntia.
“Kamu diterima menjadi anggota dewan!” Steven berceloteh sembari memberinya selamat. Cynthia tertawa mendengar guyonannya.
Lalu, Steven menunjukkan Tower Bridge yang sudah mulai terlihat keindahannya. Lampu-lampu malam yang sudah menyala, seperti lilin-lilin kecil yang disusun rapih menghiasinya. “Sangat indah”
“Sudah pukul 18.00, kenapa mataharinya tidak tenggelam?” tanya Cynthia penasaran. Steven menjelaskan pada musim semi seperti sekarang, matahari akan terbenam lebih lama, sekitar pukul 20.00.
“Kota London akan ramai dengan wisatawan, karena musim ini sangat tepat untuk berlibur,” seru Steven lagi. Cynthia tidak pernah melepaskan pandangannya menikmati potret keindahan, matanya merekam setiap sudut, bentuk dan pencahayaan yang menakjubkan. Entah sudah berapa banyak yang disimpan dalam ingatannya.
***
Ketika musim semi dimulai sebagai awal udara yang menghangat, kuncup-kuncup bunga bermekaran, jaket-jaket ditanggalkan, aliran darah mulai mengalir memancarkan keceriaan pada wajah-wajah depresi. Burung-burung pun berkicau menghirup harapan.
Ketika semuanya terlihat berjalan lancar, terutama senyuman kegembiraannya. Aku hanya akan mengakhirinya, mengucapkan selamat tinggal. [Steven Wrath, London di musim semi]
***
Berikan cinta dengan cara pencet like, vote, rate 5 dan komen sebanyak-banyaknya ya )
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Hana Firmaningtyas
Lanjutkan.
2020-08-25
0
Kadek
lnjutkan
2020-07-22
1
yulia ari
semangatyy
2020-07-22
1