Malam ini Steven dan Cynthia harus pergi setelah luka pada punggung dan bahunya membaik. Tangan Cynthia cukup ahli mengobatinya. Namun, Steven harus menghubungi Mr. Jack untuk merescdule pertemuan. Dirinya tidak bisa memenuhi janji untuk bertemu di hanggar dalam waktu setengah jam. Ini sudah kelewatan satu jam.
“Kita akan bersembunyi dimana?” Cynthia merasa khawatir.
“Tunggu, aku akan coba menghubungi seseorang yang kukenal di kota!” Steven sembari mengambil ponsel dari jaket.
“Bisakah aku pulang saja, aku sangat lelah,” anjur Cynthia yang terlihat lemah.
“Sebaiknya kamu tidur di sini dulu, nanti jika sudah siap pergi, aku akan bangunkan,” sambungnya lagi meyakinkannya.
Mulai merebahkan tubuhnya di atas tikar itu dengan sebuah bantal lusuh yang sama tipisnya dengan alas tikarnya.
***
“Cynthia, bangunlah! Ada seseorang yang akan membantu kita untuk sampai di hanggar,” ucap Steven sembari menggoyangkan bahunya.
Mereka keluar dari rumah itu dan bersembunyi di balik sisi jalan yang gelap, sembari melihat ke jalan sebuah mobil yang sudah menunggu di sana. Minibus berwarna hitam sudah menunggu sejak tadi.
“Apa kamu yakin orang ini bisa dipercaya?” sahut Cynthia sembari menarik lenganku.
“Enggak apa-apa, David adalah rekan kerjaku dulu,” jawab Steven memuaskan kekhawatirannya.
Steven menyapa seseorang dari balik kaca mobil yang terlihat gelap itu. Ternyata bukan David, sangat terkejut karena seharusnya David yang menjemput bukan pengemudi asing ini. Lagipula, David tidak memberitahu apa-apa soal perubahan rencana yang mendadak.
“David mana?” tukas Steven sedikit curiga.
“Aku menggantikannya karena David ada kerjaan mendadak,” jawabnya.
“Hmm ….” Steven masuk ke dalam mobil.
Steven naik di jok depan minibus itu bersama dengan pengemudi yang tidak dikenal. Sedangkan Cynthia berada dibangku belakang. Pengemudi itu sangat pendiam dan hanya fokus pada jalanan.
“Berapa lama lagi kita sampai?” tanya Steven demi memecahkan kesunyian.
“20 menit lagi,” ucapnya.
Kenapa selama itu, seharusnya sejak tadi kita sudah sampai.
“Apa ini benar jalannya? Seharusnya kita sudah sampai sejak tadi,” protes Steven.
“Tenang saja, aku memutar karena jalan utama tertutup karena ada kecelakaan!”
“Hmm ….” Perasaannya mulai tidak enak. Kecurigaannya meningkat setelah melihat sekilas ada sarung pistol yang menonjol di kantung pintu sisinya.
Diam-diam mengambil ponsel dan memencet kontak David. Tiba-tiba, sebuah dering ponsel terdengar jelas di jok paling belakang. Aku menoleh ke belakang dan Cynthia spontan melihat kebelakang pada sumber suara. Seketika itu dirinya berteriak hsiteris.
“Ada apa?” Steven bertanya sembari menoleh cepat. Cynthia sedang menutup wajahnya dan memberikan raut seperti melihat sesuatu yang sangat mengerikan.
Tiba-tiba pengemudi itu melancarkan pukulannya bertubi-tubi, Steven hanya bisa menahannya dengan lengannya. Sebelum dirinya mengambil pistol dari kantung pintu sebelahnya. Steven berikan pukulan kewajahnya hingga hidungnya mengeluarkan darah. Setir itu terbanting dan keluar jalur. Menabrak pembatas dan terperosok dengan kecepatan tidak terkendali.
Pengemudi itu terbentur ke kaca depan, karena tidak memakai sabuk pengaman sejak awal.
Steven coba menahan namun gravitasi menungkik ini sangat berat untuk dilawan. Menoleh ke belakang Cynthia sudah terjerembab di bawah jok, tubuhnya terpental ke pintu.
Sedangkan pengemudi itu sudah berlumuran darah dari kepalanya karena benturan hingga tidak sadarkan diri. Tubuhnya yang besar menghalangi setir.
“Cynthia bertahanlah!” teriak Steven. Mencoba membuka pintu sebelum ikut hancur bersama.
Meraih kemudi agar bisa dikendalikan, namun kecepatannya semakin kencang. Di depan ada pohon besar, beberapa meter lagi mobil ini akan segera menabraknya dan akan hancur bersama jika tidak keluar dari sini. Membuka pintu dan mendorongnya dengan sekuat tenaga agar terbuka.
“Cynthia raih tanganku!” Steven mengulurkan tangannya setelah berhasil membuka pintu.
Cynthia ketakutan dan ragu untuk meraih tangannya. Dirinya sangat ketakutan hingga pasrah jika ajal menjemputnya.
“Cynthia! ...,” teriak Steven lebih kencang dari sebelumnya. Cynthia tersadar dan meraih tangan itu. Cynthia berada dipelukannya, sejak tadi memeluk erat tubuh Steven.
“Jangan lihat ke luar … lihat aku saja,” sergah Steven mencoba menenangkannya. Cynthia melihat mata Steven dan hanya memandanginya seperti terhipnotis dengan ucapannya.
Tiba-tiba sebuah pohon melesat kencang dan menyambar pintu itu hingga terlepas, hampir saja tangan Steven ikut terseret.
“Pertanda baik, terbuka jalannya,” celoteh Steven.
“Kamu masih bisa becanda di saat seperti in …,” ucapan Cynthia terpotong.
Steven langsung melompat keluar bersama Cynthia yang berada dipelukannya. Berguling-guling mengikuti kecepatan awalan, menuruni lereng-lereng rerumputan dan bebatuan. Hingga suara Menggelegar terdengar kencang, mobil itu menabrak sebuah pohon Jati yang sudah tua.
Duaaaarrrr!
Beberapa kali ledakan berbunyi. Suara mobil yang menabrak keras dan ledakan dari mobil yang menyulut bahan bakar.
Steven dan Cynthia terguling hingga mendekati suara ledakan. Steven melindunginya dengan menutupi dengan tubuhnya sebelum ledakan beruntun itu dimulai. Steven terkena benda yang terlontar dari mobil yang meledak itu, hingga tidak sadarkan diri. Setelah letupan berakhir, Cynthia menyadari jika Steven tidak bergerak.
“Steven … Steven ….!” Sembari menggoyang-goyangkan tubuhnya yang lemah.
Cynthia membaringkannya di rerumputan dan mencoba memeriksa napasnya. Dirinya ketakutan jika terjadi sesuatu padanya. Perjalanan yang berat hingga ke sini semua dilalui bersamanya.
“Steven! Bangunlah … jangan mati sekarang, aku membutuhkanmu,” raung Cynthia sembari menangis.
Steven tiba-tiba terbangun.
“Cengeng … aku belum mati tahu!” tiba-tiba Steven terbatuk dengan keras. Steven terduduk dan melihat letupan mobil yang mengeluarkan hawa panas.
Cynthia geram hingga memukulnya, “Kenapa masih bisa becanda di saat seperti ini. Aku membencimu,” sentak Cynthia kesal.
“Aduh … kenapa memukulku, dasar singa betina,” sindir Steven.
Steven menyentuh kepala bagian belakangnya, ternyata perdarahan. Cynthia terkejut melihat darah yang mengalir dari kepalanya.
“Kita kerumah sakit saja, untuk mengobati lukamu,” tutur Cynthia yang merasa khawatir.
“Aku tidak apa-apa, jangan sok perhatian begitu. Nanti aku salah tangkap,” timpal Steven sembari berjalan menjauh dari lokasi kebakaran.
Cynthia mempercepat jalannya dan mendahului Steven sembari memukulnya sekali lagi, untuk melepaskan kekesalannya.
“Aduh … galak amat sih. Heran! Kenapa Henry suka sama singa betina begini yah,” keluh Steven yang mengaduh sembari memegang bahunya yang terpukul.
***
Menaiki lereng yang sangat terjal, membuat Cynthia kelelahan. Begitu juga dengan Steven terutama karena cedera kepalanya yang terkena lontaran benda tumpul.
“Cyn, istirahat sebentar aku lelah,” keluh Steven sembari mengatur napasnya. Steven merebahkan tubuhnya di atas rerumputan terjal itu.
“Sebentar lagi sampai atas, ayolah!” anjur Cynthia yang ingin segera melihat jalan besar.
Steven tidak menjawab panggilannya, membuat Cynthia khawatir dan menuruni lereng itu menghampirinya. Dirinya melihat wajahnya yang tertutup ke dalam tingginya ilalang. Sembari menepis satu persatu ilalang itu dengan jemarinya.
“A-aduh,” keluhnya.
Steven terbangun dan menyentuh tangannya. Terduduk dan melihat jemari Cynthia yang tertusuk bulu halus dari ilalang. Meraih tangannya dan mengusapkan jemari yang sakit ke atas kepalanya. Mengusapnya beberapa kali hingga tidak sakit lagi.
“Apa yang kam … u … lakukan?” sembari mengikuti yang Steven lakukan.
“Coba, lihat apa masih sakit?” tanya Steven.
Cynthia merasakan jemarinya tidak perih lagi. Lalu Steven memintanya untuk membantu berdiri. Kepalanya sedikit sakit dan nyeri. Sembari membopoh tubuh yang berat itu, melewati jalan menungkik dengan ilalang yang meninggi akhirnya mereka sampai di atas trotoar. Menoleh ke kiri terlihat pembatas jalan yang sudah hancur diterjang minibus.
Keduanya sudah sangat kelelahan, tidak sanggup untuk berjalan. Tiba-tiba dari kejauhan sorot tajam lampu mobil yang semakin dekat mendatangi. Steven berharap ini adalah sebuah pertolongan. Dua mobil berhenti tepat di depan mereka. Steven berusaha mencari benda untuk digenggamnya, untuk berjaga-jaga.
Namun, tidak ada benda semacam itu. Dari mobil itu keluar seseorang dan melihat mereka yang sudah hampir mati lemas.
“Steven? Cynthia? Maaf aku datang terlambat.” ucap pria tinggi besar itu.
Dari suaranya Steven bisa mengenalinya. Meskipun kesadarannya sudah hampir lenyap.
“Mr. Jack?” tanya Steven sebelum akhirnya tumbang. Steven pingsan.
Tubuhnya melerai ke aspal, Cynthia tidak sanggup menahannya. Beberapa orang keluar dari mobil untuk membawanya ke mobil. Cynthia menangis dan bingung dengan situasi ini, kekhawatirannya sangat besar untuk Steven. Orang yang baru dikenalnya, meskipun sangat menyebalkan tetapi dirinya sudah menyelamatkannya beberapa kali.
“Steven, bertahanlah. Kamu tidak boleh mati!” ucap Cynthia sembari menemani di sisinya.
Pandangan Steven berbayang, tidak bisa melihat dengan jelas. Wajah Cynthia terlihat ada lima dan terus berputar-putar. Suaranya juga tidak terdengar jelas, seperti kaleng rombeng yang terdengar sengau dan sebentar-sebentar menghilang.
***
Berikan Cinta sebanyak-banyaknya untuk penulis ya )
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Dewi Farida
ceritanya seru, kaya film action
2021-05-28
0
Kenzi Kenzi
jgn pindah kelain hati y cyin
2020-08-31
0
Jeng Anna
Novel bagus tp yg like baru dikit...sabar yah thor. aku suka kok
2020-08-26
1